Hilangkan Pemahaman Anak Pintar Harus di Sekolah Favorit

Senin, 09 Juli 2018 - 23:30 WIB
Hilangkan Pemahaman Anak Pintar Harus di Sekolah Favorit
Hilangkan Pemahaman Anak Pintar Harus di Sekolah Favorit
A A A
SEMARANG - Menyekolahkan anak tidak hanya sebatas mencari sekolah favorit, akan tetapi bagaimana mewujudkan integritas pada anak. Sebab tujuan pendidikan adalah bagaimana anak bisa mandiri, salah satunya integritas.

"Jadi hilangkan pemahaman atau pola pikir bahwa anak pintar harus bersekolah di sekolah favorit. Apalagi sesuai peraturan menteri (Permen) no 12/2017, yaitu bagaimana pemerintah bisa beri layanan baik bagi orang miskin," kata Kepala Balai Pengendalian Pendidikan Khusus Wilayah Surakarta, Jasman Indratmo dalam Diskusi Prime Topic MNC Trijaya FM Semarang bertemakan Menyekolahkan Anak Bangsa di Hotel Noormans Semarang, Jawa Tengah, Senin (9/7/2018).

Karena itu, pemerintah memberikan kesempatan bagi anak orang miskin untuk bisa bersekolah di sekolah favorit. Namun, diakuinya, hingga saat ini proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018 masih menyisakan masalah. "Terutama terkait adanya pemalsuan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Banyak siswa dari keluarga kaya, namun mengaku miskin demi bisa masuk sekolah negeri," katanya.

Sementara, Guru Besar Pendidikan Fakultas Ilmu Sosial Unnes Tri Marhaeni Pudji Astuti mengutarakan bahwa generasi anak zaman sekarang merupakan generasi Z. Mereka generasi yang kreatif karena semua bisa dilakukan hanya dengan sistem digital. Maka, perlu menjadi perhatian di setiap sekolah-sekolah.

"Rombak semua mindset masyarakat agar tidak fokus pada sekolah favorit. Buatlah karakteristik tertentu untuk setiap sekolah sehingga masing-masing sekolah punya kelebihan sendiri-sendiri," kata Tri Marhaeni.

Dengan begitu, masing-masing sekolah mampu memunculkan siswa-siswa andal di bidangnya. Terkait persoalan SKTM untuk PPDB, dia menyatakan akan ada konsekuensi hukum apabila SKTM tidak sesuai dengan aturan dan prosedur peruntukannya. "Sebenarnya, kalau mereka tidak benar-benar miskin, ada konsekuensi hukum. Hal itu biasanya diurus oleh orang tuanya dan bukan anak-anaknya," katanya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6305 seconds (0.1#10.140)
pixels