4 Ikan Arapaima Ditemukan di Pangkalpinang, Warga Diimbau Musnahkan
A
A
A
PANGKALAN BARU - Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Pangkalpinang, Babel menemukan empat ekor ikan Arapaima, jenis ikan yang dilarang masuk ke wilayah Indonesia. Ikan predator ganas ditemukan di salah satu rumah warga di Pangkalanbaru, Kabupaten Bangka Tengah.
Tim gabungan terdiri dari BKIPM Pangkalpinang, PSDKP Bangka, Dinas Perikanan Babel dan BKSDA Babel, hari ini langsung melakukan sosialisasi.
"Kita menemukan di satu rumah masyarakat yang memelihara sekitar empat ekor ikan Arapaima dengan panjang sekitar 1,5 meter dipelihara sekitar 5 tahun lalu," ujar Kepala BKIPM Pangkalpinang, M Ridwan Syahputra kepada awak media di Pangkalan Baru, Rabu (4/7/2018).
Menurutnya, ke empat ikan tersebut nantinya harus diserahkan ke pihaknya untuk kemudian dimusnahkan. Hal itu, jelasnya, sesuai dengan surat edaran dengan perintah Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Di mana selama satu bulan dari 1-31 Juli, untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat, bagi yang memiliki atau memelihara dan memperjualbelikan jenis-jenis ikan berbahaya (invasif) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41/PERMEN-KP/2014.
"Jadi kami tegaskan penyerahan ikan-ikan ini tidak dilakukan penggantian untuk pemusnahannya. Usai memusnahan nanti, kita akan buat berita acara. Jika memang mau dimusnahkan sendiri, laporkan ke kita supaya kita bisa buat berita acara," terang Ridwan.
Pasalnya, ketika pihak BKIPM sudah punya informasi dan tidak dimusnahkan ataupun disembunyikan, maka akan lakukan tindakan pidana. Di Indonesia sendiri, lanjut Ridwan ada 152 jenis ikan yang dilarang masuk ke Indonesia, salah satunya jenis Arapaima, kemudian ada ikan Aligator, ikan Sapu-sapu, Piranha dan jenis ikan predator ganas lainnya.
"Tim kita sudah bergerak ke beberapa titik guna melakukan sosialisasi dan mendapat respon positif dari para pengusaha. Kita juga menemukan beberapa jenis ikan yang invasif dan kita masih menunggu kepada mereka untuk menyerahkan kepada kita," tuturnya.
BKIPM juga mengharapkan warga dengan kesadarannya datang langsung ke posko penyerahan ikan-ikan invasif tersebut yang telah disedikan BKIPM di tiga titik yakni Posko 1 di BKIPM Pangkalpinang, Posko 2 di wilayah Kerja BKIPM Tanjung Pandan Cargo Bandara HAS Hanandjoedin, Belitung dan Posko 3 wilayah Kerja Muntok, di Jl Raya Tanjung Kalian, Tebing Salam, Muntok, Bangka Barat.
"Kita harapkan kepada masyarakat yang memperjualkan jenis ikan invasif tersebut bisa menyerahkan secara sukarela, jika melewati tanggal 31 Juli, maka sesuai dengan perintah Menteri akan dilakukan tindakan tegas sesuai dengan sanksi pidana maupun perdata," Ridwan menegaskan.
Sesuai pasal dan undang-undang (UU) negara, bagi yang memelihara dan membina membudidayakan dan memperjualbelikan ikan-ikan invasif yang dilarang masuk ke Indonesia, dianggap melanggar Pasal 84 dan 86 UU 31 Tahun 2014 yang diubah menjadi UU Nomor 45 Tahun 2009, dengan sanksi pidana 6 tahun penjara dan denda paling besar Rp1,5 miliar.
"Jadi ini bukan main-main, untuk itu kami minta kepada masyarakat untuk segera menyerahkan jenis ikan invasif secara sukarela," cetus Ridwan.
Dijelaskannya, jenis ikan Arapaima dan ikan invasif lainnya yang bukan merupakan ikan asli Indonesia, dilarang masuk ke-Indonesia dan dilepaskan keperairan, karena tergolong predator yang membahayakan lingkungan hidup perairan dan bisa memakan sumber daya ikan untuk masyarakat.
"Di Sungai Rangkui kemarin, informasi ada masyarakat yang memancing dapat ikan aligator. Jadi bukan tidak mungkin ikan-ikan invasif itu berada di perairan lainnya di Babel. Untuk tindakan hukum, kita akan serahkan ke pihak kepolisian supaya ada efek jera," tukasnya.
Karena, kata dia ada dampak yang dikhawatirkan pertama gangguan terhadap keseimbangan lingkungan perairan ekosistem kita di mana jenis-jenis ikan invasif ini tidak ada predator alaminya. "Sehingga akan sangat cepat berkembang biak di lingkungan kita, kemudian menguasai lingkungan kita dan bisa menyebabkan ikan-ikan asli kita punah," pungkas Ridwan.
Tim gabungan terdiri dari BKIPM Pangkalpinang, PSDKP Bangka, Dinas Perikanan Babel dan BKSDA Babel, hari ini langsung melakukan sosialisasi.
"Kita menemukan di satu rumah masyarakat yang memelihara sekitar empat ekor ikan Arapaima dengan panjang sekitar 1,5 meter dipelihara sekitar 5 tahun lalu," ujar Kepala BKIPM Pangkalpinang, M Ridwan Syahputra kepada awak media di Pangkalan Baru, Rabu (4/7/2018).
Menurutnya, ke empat ikan tersebut nantinya harus diserahkan ke pihaknya untuk kemudian dimusnahkan. Hal itu, jelasnya, sesuai dengan surat edaran dengan perintah Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Di mana selama satu bulan dari 1-31 Juli, untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat, bagi yang memiliki atau memelihara dan memperjualbelikan jenis-jenis ikan berbahaya (invasif) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41/PERMEN-KP/2014.
"Jadi kami tegaskan penyerahan ikan-ikan ini tidak dilakukan penggantian untuk pemusnahannya. Usai memusnahan nanti, kita akan buat berita acara. Jika memang mau dimusnahkan sendiri, laporkan ke kita supaya kita bisa buat berita acara," terang Ridwan.
Pasalnya, ketika pihak BKIPM sudah punya informasi dan tidak dimusnahkan ataupun disembunyikan, maka akan lakukan tindakan pidana. Di Indonesia sendiri, lanjut Ridwan ada 152 jenis ikan yang dilarang masuk ke Indonesia, salah satunya jenis Arapaima, kemudian ada ikan Aligator, ikan Sapu-sapu, Piranha dan jenis ikan predator ganas lainnya.
"Tim kita sudah bergerak ke beberapa titik guna melakukan sosialisasi dan mendapat respon positif dari para pengusaha. Kita juga menemukan beberapa jenis ikan yang invasif dan kita masih menunggu kepada mereka untuk menyerahkan kepada kita," tuturnya.
BKIPM juga mengharapkan warga dengan kesadarannya datang langsung ke posko penyerahan ikan-ikan invasif tersebut yang telah disedikan BKIPM di tiga titik yakni Posko 1 di BKIPM Pangkalpinang, Posko 2 di wilayah Kerja BKIPM Tanjung Pandan Cargo Bandara HAS Hanandjoedin, Belitung dan Posko 3 wilayah Kerja Muntok, di Jl Raya Tanjung Kalian, Tebing Salam, Muntok, Bangka Barat.
"Kita harapkan kepada masyarakat yang memperjualkan jenis ikan invasif tersebut bisa menyerahkan secara sukarela, jika melewati tanggal 31 Juli, maka sesuai dengan perintah Menteri akan dilakukan tindakan tegas sesuai dengan sanksi pidana maupun perdata," Ridwan menegaskan.
Sesuai pasal dan undang-undang (UU) negara, bagi yang memelihara dan membina membudidayakan dan memperjualbelikan ikan-ikan invasif yang dilarang masuk ke Indonesia, dianggap melanggar Pasal 84 dan 86 UU 31 Tahun 2014 yang diubah menjadi UU Nomor 45 Tahun 2009, dengan sanksi pidana 6 tahun penjara dan denda paling besar Rp1,5 miliar.
"Jadi ini bukan main-main, untuk itu kami minta kepada masyarakat untuk segera menyerahkan jenis ikan invasif secara sukarela," cetus Ridwan.
Dijelaskannya, jenis ikan Arapaima dan ikan invasif lainnya yang bukan merupakan ikan asli Indonesia, dilarang masuk ke-Indonesia dan dilepaskan keperairan, karena tergolong predator yang membahayakan lingkungan hidup perairan dan bisa memakan sumber daya ikan untuk masyarakat.
"Di Sungai Rangkui kemarin, informasi ada masyarakat yang memancing dapat ikan aligator. Jadi bukan tidak mungkin ikan-ikan invasif itu berada di perairan lainnya di Babel. Untuk tindakan hukum, kita akan serahkan ke pihak kepolisian supaya ada efek jera," tukasnya.
Karena, kata dia ada dampak yang dikhawatirkan pertama gangguan terhadap keseimbangan lingkungan perairan ekosistem kita di mana jenis-jenis ikan invasif ini tidak ada predator alaminya. "Sehingga akan sangat cepat berkembang biak di lingkungan kita, kemudian menguasai lingkungan kita dan bisa menyebabkan ikan-ikan asli kita punah," pungkas Ridwan.
(kri)