Bukan Sekadar Cangkrukan, Ada Transaksi Bisnis dan Deal Politik
A
A
A
GRESIK - Berkunjung ke Gresik, Jawa Timur, tentu tidak terasa sempurna bila tidak menyempatkan mampir ke warung kopi (warkop). Warkop tidak lagi tempat kaum pinggiran yang kumuh, tapi sudah merambah menjadi tempat transaksi bisnis dan politik.
Suatu malam di Jalan Tri Dharma Petrokimia, Kompleks Pertokoam Kawasan Industri Gresik (KIG), sayup-sayup terdengar suara orang membaca Alquran.
Di sisi lain, para penghobi kopi asyik menyeruput secangkir kopi di salah satu warkop KIG yang disebut juga Warkop Cakri. Begitu banyak yang datang. Sampai-sampai parkir motor berjajar di setiap jalur menuju warung.
Masuk ke dalam, terlihat puluhan penghobi kopi duduk di bangku. Ada yang mengangkat kaki terus mengisap rokok. Ada yang duduk bersila sambil ngobrol ngalor-ngidul. Bahkan, ada pula yang serius memainkan pion-pion dalam permainan catur.
Namun, yang membuat sama pandangannya, di depan mereka ada secangkir kopi. Khas, cangkirnya terbuat dari kaca putih demprok. Tutupnya juga sama dengan warna putih ada gagang yang berbentuk bulat di atasnya.
"Mampir ngopi dulu. Gak enak rasanya seharian belum ngopi. Makanya sepulang kerja mampir ke sini (Warkop Cakri, red)," kata Sahrizal (38), karyawan PT Wilmar Nabati Indonesia yang tinggal di Jalan Tanjung Wira Perum Gresik Kota Baru.
Tidak hanya karyawan, ada banyak strata warga Gresik yang cangkruk untuk ngopi. Ada pegawai pemerintah, polisi, TNI dan para politisi. Bahkan, para tamu luar kota yang datang ke Gresik, tidak lagi dijamu di resto atau kafe, namun cangkrukan alas warung kopi.
Apalagi, seiring perubahan fungsi dan berkembangnya paradigma ngopi, maka warkop juga tidak lagi hanya sebagai tempat cangkruk. Sudah bergeser fungsinya. Beberapa warkop menjadi tempat transaksi bisnis, deal-deal politik. Bahkan, bila musim pileg, pilkada, atau pilpres sekalipun menjadi tempat launching.
"Ngopinya Rp5 ribu satu cangkir, tapi ngobrolnya Rp5 juta," kata Wabup Gresik M Qosim suatu ketika di Warkop Wakjo, Yosowilangun, Kecamatan Manyar, Gresik.
Pemilik Warkop Ultras Gresik Shodikin menyatakan, ngopi adalah ciri khas atau bahkan sudah menjadi gaya hidup warga Kota Gresik. Karena dari warung kopi ini pula tercetus berbagai inspirasi positif antarpejabat, politikus, buruh untuk saling bertukar pikiran memecahkan persoalan masing-masing.
"Jadi sekarang ngopi di Gresik itu bukan lagi pinggiran, tetapi gaya hidup," ujar pria yang kerap dipanggil Cak Dikin.
Saat ini, ada ribuan warung kopi di Gresik. Tidak hanya di kota, juga merambah di pelosok-pelosok desa. Bahkan, para pengusaha warkop mulai melek dengan memberikan layanan ala kafe, tetapi harga warkop.
Sebaliknya, bila sebelumnya Warkop Cakri dan Cak Dikin menjadi favorit, sekarang tidak lagi. Ada banyak warkop yang menjadi tempat jujugan dan cangkrukan (kongko-kongko) yang enak. Sebab, para penghobi menyukai rasa kopi yang legit, pahit, dan rasanya tidak enek.
"Ngomong politik yo politik, apalagi bisnis yo bisnis. Tetapi rasa kopi yang enak juga menjadi daya trik sendiri," ujar Edi Santoso, anggota DPRD Gresik dari Fraksi Demokrat.
Menjamurnya usaha warkop di Gresik tidak hanya menjadi penggerak ekonomi, namun juga ditangkap Pemkab Gresik sebagai sumber pendapatan serta budaya yang perlu dilestarikan. Warkop berpotesi menambahkan PAD dalam setiap tahunnya.
"Terpenting dari itu semua, cangkrukan warkop di Gresik menjadi gaya hidup. Karena itu perlu dijaga. Karena pemerintah harus hadir untuk melindungi para pengusaha warkop," pungkas Wabup Gresik M Qosim.
Suatu malam di Jalan Tri Dharma Petrokimia, Kompleks Pertokoam Kawasan Industri Gresik (KIG), sayup-sayup terdengar suara orang membaca Alquran.
Di sisi lain, para penghobi kopi asyik menyeruput secangkir kopi di salah satu warkop KIG yang disebut juga Warkop Cakri. Begitu banyak yang datang. Sampai-sampai parkir motor berjajar di setiap jalur menuju warung.
Masuk ke dalam, terlihat puluhan penghobi kopi duduk di bangku. Ada yang mengangkat kaki terus mengisap rokok. Ada yang duduk bersila sambil ngobrol ngalor-ngidul. Bahkan, ada pula yang serius memainkan pion-pion dalam permainan catur.
Namun, yang membuat sama pandangannya, di depan mereka ada secangkir kopi. Khas, cangkirnya terbuat dari kaca putih demprok. Tutupnya juga sama dengan warna putih ada gagang yang berbentuk bulat di atasnya.
"Mampir ngopi dulu. Gak enak rasanya seharian belum ngopi. Makanya sepulang kerja mampir ke sini (Warkop Cakri, red)," kata Sahrizal (38), karyawan PT Wilmar Nabati Indonesia yang tinggal di Jalan Tanjung Wira Perum Gresik Kota Baru.
Tidak hanya karyawan, ada banyak strata warga Gresik yang cangkruk untuk ngopi. Ada pegawai pemerintah, polisi, TNI dan para politisi. Bahkan, para tamu luar kota yang datang ke Gresik, tidak lagi dijamu di resto atau kafe, namun cangkrukan alas warung kopi.
Apalagi, seiring perubahan fungsi dan berkembangnya paradigma ngopi, maka warkop juga tidak lagi hanya sebagai tempat cangkruk. Sudah bergeser fungsinya. Beberapa warkop menjadi tempat transaksi bisnis, deal-deal politik. Bahkan, bila musim pileg, pilkada, atau pilpres sekalipun menjadi tempat launching.
"Ngopinya Rp5 ribu satu cangkir, tapi ngobrolnya Rp5 juta," kata Wabup Gresik M Qosim suatu ketika di Warkop Wakjo, Yosowilangun, Kecamatan Manyar, Gresik.
Pemilik Warkop Ultras Gresik Shodikin menyatakan, ngopi adalah ciri khas atau bahkan sudah menjadi gaya hidup warga Kota Gresik. Karena dari warung kopi ini pula tercetus berbagai inspirasi positif antarpejabat, politikus, buruh untuk saling bertukar pikiran memecahkan persoalan masing-masing.
"Jadi sekarang ngopi di Gresik itu bukan lagi pinggiran, tetapi gaya hidup," ujar pria yang kerap dipanggil Cak Dikin.
Saat ini, ada ribuan warung kopi di Gresik. Tidak hanya di kota, juga merambah di pelosok-pelosok desa. Bahkan, para pengusaha warkop mulai melek dengan memberikan layanan ala kafe, tetapi harga warkop.
Sebaliknya, bila sebelumnya Warkop Cakri dan Cak Dikin menjadi favorit, sekarang tidak lagi. Ada banyak warkop yang menjadi tempat jujugan dan cangkrukan (kongko-kongko) yang enak. Sebab, para penghobi menyukai rasa kopi yang legit, pahit, dan rasanya tidak enek.
"Ngomong politik yo politik, apalagi bisnis yo bisnis. Tetapi rasa kopi yang enak juga menjadi daya trik sendiri," ujar Edi Santoso, anggota DPRD Gresik dari Fraksi Demokrat.
Menjamurnya usaha warkop di Gresik tidak hanya menjadi penggerak ekonomi, namun juga ditangkap Pemkab Gresik sebagai sumber pendapatan serta budaya yang perlu dilestarikan. Warkop berpotesi menambahkan PAD dalam setiap tahunnya.
"Terpenting dari itu semua, cangkrukan warkop di Gresik menjadi gaya hidup. Karena itu perlu dijaga. Karena pemerintah harus hadir untuk melindungi para pengusaha warkop," pungkas Wabup Gresik M Qosim.
(zik)