Bupati Kobar Buka Festival Kriang Kriut di Bantaran Sungai Arut
A
A
A
PANGKALAN BUN - Kemeriahan Ramadhan 1439 H di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah semakin bertambah. Sebab di bantaran Sungai Arut, Pangkalan Bun tepatnya di RT 1-11, Kelurahan Mendawai digelar Festival Kriang Kriut atau lampu canting yang dipasang di depan rumah masing-masing warga.
Bupati Kobar Nurhidayah membuka langsung festival tersebut pada Rabu (6/6/2018) malam dengan menyulut kriang kriut yang merupakan lampu canting berbahan bakar minyak tanah tersebut.
Nurhidayah mengatakan, saat ini nama kriang kriut mungkin terdengar asing di telinga kebanyakan warga khususnya kaum muda.
"Namun bagi sebagian besar warga, terutama kalangan generasi tertentu, kriang kriut menjadi momen kilas balik gegap gempita perayaan warga yang sudah lama tidak hadir. Kriang kriut adalah istilah bagi warga Kobar untuk menyebut pelita atau obor atau beberapa warga menyebutnya dengan lampu canting," jelasnya.
Menurut dia, budaya kriang kriut ini dahulu dilakukan sebagian warga Kobar untuk menyambut bulan suci Ramadhan dengan cara menyalakan lampu canting yang ditempatkan di halaman rumah. "Namun karena perkembangan zaman, budaya ini semakin menghilang."
Kini, upaya membangkitkan kembali budaya yang telah lama hilang ini dilakukan oleh warga. Budaya menyalakan lampu canting kali ini dikemas menjadi sebuah festival. "Masyarakat di sepanjang bantaran Sungai Arut tepatnya di RT 1-11 Kelurahan Mendawai menyalakan lampu kriang kriut di depan rumah masing-masing."
Dia mengatakan, festival yang dilaksanakan mulai 6-10 Juni 2018 ini memperebutkan piala bergilir dan hadiah berupa uang pembinaan oleh panitia.
"Tersedia hadiah uang sebesar Rp1 juta untuk juara pertama, Rp750 ribu untuk juara kedua, dan Rp500 ribu untuk juara ketiga. Tentunya kegiatan ini sangat kita apresiasi sekaligus berperan menyemarakkan kegiatan syiar Islam di bulan suci Ramadhan."
Menurutnya, di bulan penuh berkah ini kita juga mesti mengangkat kekayaan budaya masyarakat kita yang sudah lama kita tinggalkan untuk dibangkitkan kembali.
"Tentunya kita juga akan terus men-support kegiatan-kegiatan inovatif di dalam menjaga kebudayaan seperti yang dilaksanakan oleh masyarakat Kelurahan Mendawai ini. Kita berharap kegiatan ini juga akan menjadi event rutin, dengan harapan ke depan kemasannya akan semakin lebih baik lagi.”
Nurhidayah mengatakan, dalam tahap awal pelaksanaan Festival Kriang Kriut ini mungkin masih banyak kekurangan, namun ke depan Pemkab Kobar akan terus melakukan evaluasi sebagai upaya membenahi kegiatan ini.
"Saya yakin jika program-progam khususnya di Kelurahan Mendawai seperti Kampung Sega Warna-Warni yang dikolaborasikan dengan event-event budaya seperti Festival Kriang Kriut ini akan membawa pembangunan semakin lebih baik lagi terutama di bidang pariwisata. Pemkab Kobar sendiri telah menyusun program pengembangan Waterfront City yang tentu saja orientasinya ialah pengembangan pariwisata daerah. Dengan berbagai program pengembangan yang ada kita akan terus berbenah."
Di tempat yang sama, Lurah Mendawai M Julhadi mengatakan, Festival Kriang Kriut ini bisa disebut sebagai nostalgia zaman dahulu.
"Dulu setiap Bulan Ramadhan masyarakat menyalakan lampu obor yang disebut kriang kriut di malam ke-21 Ramadhan. Sehingga Festival Kriang Kriut ini digelar untuk mengangkat kembali budaya yang sudah tidak dilakukan di masa terkini."
Bupati Kobar Nurhidayah membuka langsung festival tersebut pada Rabu (6/6/2018) malam dengan menyulut kriang kriut yang merupakan lampu canting berbahan bakar minyak tanah tersebut.
Nurhidayah mengatakan, saat ini nama kriang kriut mungkin terdengar asing di telinga kebanyakan warga khususnya kaum muda.
"Namun bagi sebagian besar warga, terutama kalangan generasi tertentu, kriang kriut menjadi momen kilas balik gegap gempita perayaan warga yang sudah lama tidak hadir. Kriang kriut adalah istilah bagi warga Kobar untuk menyebut pelita atau obor atau beberapa warga menyebutnya dengan lampu canting," jelasnya.
Menurut dia, budaya kriang kriut ini dahulu dilakukan sebagian warga Kobar untuk menyambut bulan suci Ramadhan dengan cara menyalakan lampu canting yang ditempatkan di halaman rumah. "Namun karena perkembangan zaman, budaya ini semakin menghilang."
Kini, upaya membangkitkan kembali budaya yang telah lama hilang ini dilakukan oleh warga. Budaya menyalakan lampu canting kali ini dikemas menjadi sebuah festival. "Masyarakat di sepanjang bantaran Sungai Arut tepatnya di RT 1-11 Kelurahan Mendawai menyalakan lampu kriang kriut di depan rumah masing-masing."
Dia mengatakan, festival yang dilaksanakan mulai 6-10 Juni 2018 ini memperebutkan piala bergilir dan hadiah berupa uang pembinaan oleh panitia.
"Tersedia hadiah uang sebesar Rp1 juta untuk juara pertama, Rp750 ribu untuk juara kedua, dan Rp500 ribu untuk juara ketiga. Tentunya kegiatan ini sangat kita apresiasi sekaligus berperan menyemarakkan kegiatan syiar Islam di bulan suci Ramadhan."
Menurutnya, di bulan penuh berkah ini kita juga mesti mengangkat kekayaan budaya masyarakat kita yang sudah lama kita tinggalkan untuk dibangkitkan kembali.
"Tentunya kita juga akan terus men-support kegiatan-kegiatan inovatif di dalam menjaga kebudayaan seperti yang dilaksanakan oleh masyarakat Kelurahan Mendawai ini. Kita berharap kegiatan ini juga akan menjadi event rutin, dengan harapan ke depan kemasannya akan semakin lebih baik lagi.”
Nurhidayah mengatakan, dalam tahap awal pelaksanaan Festival Kriang Kriut ini mungkin masih banyak kekurangan, namun ke depan Pemkab Kobar akan terus melakukan evaluasi sebagai upaya membenahi kegiatan ini.
"Saya yakin jika program-progam khususnya di Kelurahan Mendawai seperti Kampung Sega Warna-Warni yang dikolaborasikan dengan event-event budaya seperti Festival Kriang Kriut ini akan membawa pembangunan semakin lebih baik lagi terutama di bidang pariwisata. Pemkab Kobar sendiri telah menyusun program pengembangan Waterfront City yang tentu saja orientasinya ialah pengembangan pariwisata daerah. Dengan berbagai program pengembangan yang ada kita akan terus berbenah."
Di tempat yang sama, Lurah Mendawai M Julhadi mengatakan, Festival Kriang Kriut ini bisa disebut sebagai nostalgia zaman dahulu.
"Dulu setiap Bulan Ramadhan masyarakat menyalakan lampu obor yang disebut kriang kriut di malam ke-21 Ramadhan. Sehingga Festival Kriang Kriut ini digelar untuk mengangkat kembali budaya yang sudah tidak dilakukan di masa terkini."
(zik)