Gunung Merapi Memasuki Fase Erupsi Magmatis
A
A
A
YOGYAKARTA - Gunung Merapi yang berada di perbatasan DIY-Jawa Tengah kembali erupsi pada pukul 02.55 WIB. Selain menunjukkan asap dengan ketinggian 6 ribu meter dan suara gemuruh juga disertai pijar berwarna merah yang menunjukkan Gunung Merapi mulai memasuki erupsi magmatis.
Kepala Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida mengatakan, dalam erupsi yang terjadi dini hari tadi juga disertai gemuruh dan pijar yang disertai gas vulkanik dari magma. Kondisi ini lanjutnya, juga menunjukkan terjadi deflasi magmatis sehingga erupsi yang terjadi bukan lagi freatik namun magmatis.
"Jadi Merapi mulai memasuki proses erupsi magmatis," jelasnya saat konferensi pers di Kantor BPPTKG Yogyakarta, Kamis (24/5/2018).
Dia menjelaskan, keluarnya gas vulkanik dalam erupsi tersebut juga menunjukkan mulai terjadi deflasi atau pengempisan magma. Kendati demikian BPPTKG masih belum bisa mengetahui kondisi magma Merapi.
"Jadi erupsi magmatis tidak selalu identik erupsi besar. Beberapa kasus Merapi dan gunung lain juga terjadi erupsi magmatis, namun tidak besar," ujarnya.
Dia berharap masyarakat tetap tenang dan selalu waspada. Pihaknya masih menyatakan Merapi pada level Waspada.
"Yang terpenting memang jarak 3 km harus bebas aktivitas warga. Warga juga mengenakan masker saat beraktivitas," ucap Hanik.
Sebelumnya, pada tanggal 23 Mei 2018, dari pukul 00.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB terjadi dua kali letusan di Gunung Merapi. Letusan pertama terjadi pada pukul 03.31 WIB yang berdasarkan rekaman seismik dari Pos Pengamatan Gunung Merapi di Jrakah dan Kaliurang, letusan ini memiliki durasi 4 menit dan amplitude maksimum 55 mm. Secara visual terlihat tinggi kolom letusan 2.000 m mengarah ke Barat Daya.
Kemudian letusan kedua terjadi pada pukul 13.49 WIB. Rekaman seismik mencatat amplitude maksimum letusan 70 mm dengan durasi 2 menit. Suara gemuruh terdengar dari Pos PGM Babadan namun demikian kolom letusan tidak teramati dari semua Pos PGM karena adanya kabut sepanjang hari yang menghalangi pantauan visual.
Kepala Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida mengatakan, dalam erupsi yang terjadi dini hari tadi juga disertai gemuruh dan pijar yang disertai gas vulkanik dari magma. Kondisi ini lanjutnya, juga menunjukkan terjadi deflasi magmatis sehingga erupsi yang terjadi bukan lagi freatik namun magmatis.
"Jadi Merapi mulai memasuki proses erupsi magmatis," jelasnya saat konferensi pers di Kantor BPPTKG Yogyakarta, Kamis (24/5/2018).
Dia menjelaskan, keluarnya gas vulkanik dalam erupsi tersebut juga menunjukkan mulai terjadi deflasi atau pengempisan magma. Kendati demikian BPPTKG masih belum bisa mengetahui kondisi magma Merapi.
"Jadi erupsi magmatis tidak selalu identik erupsi besar. Beberapa kasus Merapi dan gunung lain juga terjadi erupsi magmatis, namun tidak besar," ujarnya.
Dia berharap masyarakat tetap tenang dan selalu waspada. Pihaknya masih menyatakan Merapi pada level Waspada.
"Yang terpenting memang jarak 3 km harus bebas aktivitas warga. Warga juga mengenakan masker saat beraktivitas," ucap Hanik.
Sebelumnya, pada tanggal 23 Mei 2018, dari pukul 00.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB terjadi dua kali letusan di Gunung Merapi. Letusan pertama terjadi pada pukul 03.31 WIB yang berdasarkan rekaman seismik dari Pos Pengamatan Gunung Merapi di Jrakah dan Kaliurang, letusan ini memiliki durasi 4 menit dan amplitude maksimum 55 mm. Secara visual terlihat tinggi kolom letusan 2.000 m mengarah ke Barat Daya.
Kemudian letusan kedua terjadi pada pukul 13.49 WIB. Rekaman seismik mencatat amplitude maksimum letusan 70 mm dengan durasi 2 menit. Suara gemuruh terdengar dari Pos PGM Babadan namun demikian kolom letusan tidak teramati dari semua Pos PGM karena adanya kabut sepanjang hari yang menghalangi pantauan visual.
(zik)