Anak Bomber Mapolrestabes Surabaya Suka Kucing dan Beli Mi Instan
A
A
A
SURABAYA - Di balik radikalisme yang ditanamkan orang tuanya, ternyata anak-anak pelaku bom bunuh diri di Markas Polrestabes Surabaya punya kebiasaan layaknya anak-anak. A dan D anak dari keluarga pasangan suami istri Tri Murtono dan Tri Ernawati, suka dengan kucing anggora dan kerap membeli mi instan.
Rumah kontrakan yang ditempati keluarga ini di Jalan Tambak Medokan Ayu Gang VI, Surabaya, Jawa Timur, sejak Senin, 14 Mei 2018 pukul 19.00 WIB mendadak ramai. Puluhan personel kepolisian mendatangi rumah bercat oranye dengan pagar hitam tersebut untuk melakukan penggeledahan.
Di dalam rumah, hanya terlihat seekor kucing anggora warna putih dengan ekor. Kucing tersebut merupakan peliharaan dari A salah satu bocah yang diajak orang tuanya untuk melakukan aksi bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya.
A hingga kini masih menjalani perawatan di RS akibat luka-luka dari serpihan bom tersebut. Salah seorang tetangga pelaku, Sri Muji Rahayu mengatakan, sebelum pergi bersama orang tuanya melakukan aksi bom bunuh diri, A menyempatkan memandikan kucing anggora.
Sri melanjutkan, kakak A yakni, DA juga punya kebiasaan membeli mi instan setiap pulang sekolah di warung miliknya.“Biasanya kalau pulang sekolah membeli mi instan. Terus masuk rumah. Sudah tidak pernah keluar lagi,” kata Sri Muji Rahayu.
Ketua RW 02 Mendokan Hamim menambahkan, setiap sore A kerap bersepda mengilingi jalan kompleks perumahan."A ini selalu senyum kepada warga lain yang kebetulan berpapasan,” ujar Hamim.
Sementara itu pemilk rumah, Sugeng Budi (36) mengatakan, rumah tersebut dikontrak pasangan suami istri itu sejak Februari 2018 lalu.
"Mereka mengontrak rumah setelah melihat iklan di salah satu situs jual beli online seharga Rp16 juta per tahun," ujarnya.
Ketua RT VIII RW II Tambak Medokan Ayu, Suwito menuturkan, setiap malam di depan rumah kontrakan bomber Polrestabes Surabaya ada warga yang berjaga kampung secara bergiliran setiap malam.
“Bayangkan setiap malam ada warga jaga di depan rumahnya. Ini namanya kami kecolongan. Padahal kami sudah curiga, hanya terlambat,” ucapnya.
Atas kejadian ini, Suwito berpesan agar semua warga hati-hati dengan warga pendatang yang sifatnya tertutup. Harus lebih detail melakukan komunikasi. Sehingga tidak sampai kecolongan.
Rumah kontrakan yang ditempati keluarga ini di Jalan Tambak Medokan Ayu Gang VI, Surabaya, Jawa Timur, sejak Senin, 14 Mei 2018 pukul 19.00 WIB mendadak ramai. Puluhan personel kepolisian mendatangi rumah bercat oranye dengan pagar hitam tersebut untuk melakukan penggeledahan.
Di dalam rumah, hanya terlihat seekor kucing anggora warna putih dengan ekor. Kucing tersebut merupakan peliharaan dari A salah satu bocah yang diajak orang tuanya untuk melakukan aksi bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya.
A hingga kini masih menjalani perawatan di RS akibat luka-luka dari serpihan bom tersebut. Salah seorang tetangga pelaku, Sri Muji Rahayu mengatakan, sebelum pergi bersama orang tuanya melakukan aksi bom bunuh diri, A menyempatkan memandikan kucing anggora.
Sri melanjutkan, kakak A yakni, DA juga punya kebiasaan membeli mi instan setiap pulang sekolah di warung miliknya.“Biasanya kalau pulang sekolah membeli mi instan. Terus masuk rumah. Sudah tidak pernah keluar lagi,” kata Sri Muji Rahayu.
Ketua RW 02 Mendokan Hamim menambahkan, setiap sore A kerap bersepda mengilingi jalan kompleks perumahan."A ini selalu senyum kepada warga lain yang kebetulan berpapasan,” ujar Hamim.
Sementara itu pemilk rumah, Sugeng Budi (36) mengatakan, rumah tersebut dikontrak pasangan suami istri itu sejak Februari 2018 lalu.
"Mereka mengontrak rumah setelah melihat iklan di salah satu situs jual beli online seharga Rp16 juta per tahun," ujarnya.
Ketua RT VIII RW II Tambak Medokan Ayu, Suwito menuturkan, setiap malam di depan rumah kontrakan bomber Polrestabes Surabaya ada warga yang berjaga kampung secara bergiliran setiap malam.
“Bayangkan setiap malam ada warga jaga di depan rumahnya. Ini namanya kami kecolongan. Padahal kami sudah curiga, hanya terlambat,” ucapnya.
Atas kejadian ini, Suwito berpesan agar semua warga hati-hati dengan warga pendatang yang sifatnya tertutup. Harus lebih detail melakukan komunikasi. Sehingga tidak sampai kecolongan.
(whb)