Sepatu Warna Merah Jadi Saksi Keberanian Menghalau Pelaku Bom Surabaya

Senin, 14 Mei 2018 - 05:30 WIB
Sepatu Warna Merah Jadi Saksi Keberanian Menghalau Pelaku Bom Surabaya
Sepatu Warna Merah Jadi Saksi Keberanian Menghalau Pelaku Bom Surabaya
A A A
PUKUL 07.05 WIB, sebuah sepeda motor melaju dengan kencang di depan Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela (SMTB) di Jalan Ngagel Jaya Utara. Yusuf Fadhil dan Firman Halim berboncengan dengan kecepatan tinggi.

Aloysius Bayu Rendra Wardhana,38, yang berdiri tepat di pintu masuk gereja langsung menghadang ketika sepeda motor berusaha masuk ke dalam. Suara saling bersahutan lantang bertalun. Tombol klakson yang berada di sebelah kiri langsung ditekan. Duarrrrrr.....! Suara mengema diikuti ledakan yang terdengar sampai radius 3 kilometer. Bayu yang menghadang sepeda motor tak tahu berada di mana. Sejam kemudian, sepatu berwarna merah dengan hiasan kuning melintang di permukaan ditemukan bersama reruntuhan.

Teriakan langsung mengema dari dalam geraja. Kepulan asap memasuki ruangan dengan iringan tangis yang berjatuhan. Mereka bingung dan panik, berusaha mencari anggota keluarganya di sisa tenaga yang dimiliki. Pagi yang tenang berubah menjadi mencekam.

Lucia yang sedang berada di rumah mendengar adanya ledakan di gereja. Ia mencoba menghubungi keluarga, teman dan tetangga untuk mencari Bayu. Keberadaan sang adik sepupu yang diketahui tercatat sebagai jemaat Gereja SMTB.

Rasa panik terus mengelayuti. Berkali-kali ia membuka ponsel dan menghubungi semua teman gereja yang sama dengan adiknya. Sebuah SIM C milik sang adik kemudian disebar. Sampai matahari sepengalah, ia tak juga mendapat kabar.

Selang beberapa saat, ia terkejut ketika mendapatkan kiriman foto adiknya bersama dengan petugas kepolisian dan pengaman gereja. Sementara foto di sampingnya adalah situasi sekitar Gereja SMTB yang porak poranda, sesaat setelah aksi pengeboman bunuh diri terjadi.

Di foto kompilasi tersebut terlihat sepatu berwarna merah yang dikenakan korban saat masih hidup dilingkari. Sementara di foto lokasi yang porak poranda juga terdapat potongan sepatu yang sama dan dilingkari. Foto sepatu itu memiliki kecocokan.

"Saya masih mencocokkan data korban. Saya baru mendapat kabar kalau adik saya ternyata juga menjadi korban. Tapi saya belum tahu kondisinya seperti apa sekarang," kata Lucia.

Bayu sendiri merupakan orang pertama yang berani mencegah pelaku teror yang mengendarai motor. Ia menghadang pengendara sepeda motor saat terjadi pergantian Misa Minggu pagi di pintu gereja sisi selatan.

Saat mencegah terduga pelaku teror agar menghentikan aksi merangsek tersebut, tiba-tiba pelaku, menurut saksi mata anggota kepolisian yang ikut berjaga di lokasi, langsung menekan bel sepeda motor miliknya dan sesaat kemudian terdengar ledakan keras dari tas yang dibawa oleh pelaku. Tas yang diletakan di depan pengendara, tepat di bawah speedometer.

Di lokasi kejadian, ceceran tubuh korban dan terduga pelaku, terlempar hingga lebih dari 30 meter dari lokasi kejadian. "Karena orang tua dan istri sudah tidak kuat, maka saya yang ditugaskan untuk mengidentifikasi. Apakah itu benar adik sepupu saya atau bukan. Kasihan istrinya, anaknya masih usia tiga bulan," ungkapnya.

Berebut Turun dan Keluar Gereja
Tak berselang lama, ledakan lebih keras terjadi di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Jalan Raya Arjuno. Sebuah mobil Avanza yang dikendarai Dita Oepriarto nyelonong masuk ke dalam gereja sebelum tertahan sepeda motor dan pagar gereja. Lajunya kecang dari arah Pasar Kembang menuju Jalan Raya Arjuno.

Tanpa mengurangi kecepatan, mobil itu ditabrakan di pagar gereja. Dentuman keras terdengar. Diikuti asap hitam yang mengepul ke udara beserta potongan kertas yang ikut terbawa. Puluhan sepeda motor langsung terbakar. Dua becak yang biasa mangkal ikut tersambar. Asap hitam itu langsung diikuti api yang makin membesar.

Di dalam geraja, Maria Theresia sudah meneteskan air mata saat ratusan jemaat mendengar suara ledakan. Mereka panik di lantai dua gereja yang biasa dipakai acara Misa Minggu. Ada yang merinding, berteriak kencang, berlindung di bawah meja sampai berlarian menuju pintu keluar. Kursi berceceran dan saling mengadang laju para jemaat.

Ia pun ikut kalut. Matanya mengarah pada pintu keluar gereja. Kerumunan sudah menyesak, saling berebut keluar. Tak ada sisa ruang baginya untuk bisa ikut keluar. Ia masih berupaya dengan mengambil sisi samping kiri pintu keluar. Usaha kerasnya membuahkan hasil ketika ada celah untuk merangsek keluar dengan segera.

Di dalam gereja masih dilihat banyak yang ketakutan. Mereka tak tahu harus berbuat apa menghadapi situasi panik seperti ini. "Saya sampai kehilangan sol sepatu," ujarnya sambil menunjukan sepatu yang rusak karena berebut keluar.

Hawa panas pun langsung menyergap ketika dirinya berada di lantai satu. Dekat pintu keluar gereja. Ia tak melihat jalan raya, hanya ada asap dan bau menyengat yang menyambutnya. Mobil terbakar, sepeda motor hangus dan sisa tanaman yang sudah menjadi abu bersama potnya.

Kepalanya mulai mendengung ketika seseorang datang dan menarik tangannya untuk segera keluar. Ia pun tak ingat siapa. Jalanan mulai gaduh. Warga berhamburan datang dan berusaha untuk menolong. Matanya tak kuat ketika di depannya dilihatnya korban yang sudah tak bernyawa. Tergeletak di tanah.

Saat ini, dalam hatinya ia berharap semua segera berlalu. Teror yang selalu menghantui. Sisa ketakutan yang dibawanya belum bisa berakhir sampai di rumah. Ia menarik nafasnya dalam-dalam untuk menghilangkan ingatan kejadian di gereja sambil menggelengkan pelan kepalanya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.3888 seconds (0.1#10.140)