Kisah Pengemis Tuna Netra yang Melahirkan Bayi di Kontrakan Tanpa Bantuan Tenaga Kesehatan
A
A
A
BUKITTINGGI - Pasangan pengemis tuna netra Asaik dan Istrinya Jaranis di Gurun Buai, RT 003 RW 005, Kelurahan Puhun Tembok, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, dikarunai seorang bayi perempuan, Jumat 13 April 2018, kemarin.
Meski lahir dari seorang ibu yang merupakan tunanetra dan pengemis, bayi perempuan tersebut lahir normal dan sehat di kamar kontrakan orangtuanya di Gurun Buai, RT 003 RW 005 tanpa dibantu bidan maupun tenaga kesehatan.
Namun meski demikian sang bayi rentan kekurangan gizi karena kondisi fisik dan ekonomi kedua orangtuanya tersebut, yang sama-sama tuna netra sehingga harus diberi penangan darurat dan perhatian khusus.
Apalagi pasangan pengemis tuna netra ini mengaku sejak hamil hingga melahirkan si ibu tidak pernah memeriksakan kesehatan dan perkembangan kehamilannya ke puskesmas atau rumah sakit.
Lasmini Ningsih demikian kedua orangtuanya memberi nama bayi berjenis kelamin perempuan dengan berat 2,9 kilogram dan panjang 49 centimeter tersebut.
Ibu sang bayi Jarinis (35) warga Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman mengaku proses kelahiran bayinya tanpa dibantu bidan maupun tenaga kesehatan. Jarinis mengakui walau memiliki kartu BPJS, namun kondisi fisik dan ekonomi membuatnya tidak pernah memeriksakan kandungan ke puskesmas atau rumah sakit.
Sementara Yenni Fitri petugas kesehatan yang memeriksa Jarinis pascamelahirkan mengatakan, si ibu dan bayinya harus dipindahkan dari rumah kontrakannya mengingat situasi kesehatan lingkungan yang tidak memungkinkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayinya jika tetap tinggal di gubuk tersebut.
“Dengan kekurangan dan ketidakmampuan ibu maka harus diarahkan untuk teknik makanan bergizi, cara memandikan bayi, cara menyusukan bayi, ini harus. Sebab kalau terjadi angka kematian bayi akan menimbulkan sumber masalah lagi di Kota Bukittinggi, juga harus ada peran aktif dari tenaga kesehatan khususnya pembina wilayah dibantu kader kesehatan di wilayah kerja,” kata dia.
Saat ini, kata dia, keluarga Asaik dan Jarinis yang merupakan perantau yang sudah menetap selama 10 tahun di Bukittinggi ini sangat membutuhkan bantuan untuk biaya perawatan dan untuk kelangsungan hidup bayinya.
Meski lahir dari seorang ibu yang merupakan tunanetra dan pengemis, bayi perempuan tersebut lahir normal dan sehat di kamar kontrakan orangtuanya di Gurun Buai, RT 003 RW 005 tanpa dibantu bidan maupun tenaga kesehatan.
Namun meski demikian sang bayi rentan kekurangan gizi karena kondisi fisik dan ekonomi kedua orangtuanya tersebut, yang sama-sama tuna netra sehingga harus diberi penangan darurat dan perhatian khusus.
Apalagi pasangan pengemis tuna netra ini mengaku sejak hamil hingga melahirkan si ibu tidak pernah memeriksakan kesehatan dan perkembangan kehamilannya ke puskesmas atau rumah sakit.
Lasmini Ningsih demikian kedua orangtuanya memberi nama bayi berjenis kelamin perempuan dengan berat 2,9 kilogram dan panjang 49 centimeter tersebut.
Ibu sang bayi Jarinis (35) warga Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman mengaku proses kelahiran bayinya tanpa dibantu bidan maupun tenaga kesehatan. Jarinis mengakui walau memiliki kartu BPJS, namun kondisi fisik dan ekonomi membuatnya tidak pernah memeriksakan kandungan ke puskesmas atau rumah sakit.
Sementara Yenni Fitri petugas kesehatan yang memeriksa Jarinis pascamelahirkan mengatakan, si ibu dan bayinya harus dipindahkan dari rumah kontrakannya mengingat situasi kesehatan lingkungan yang tidak memungkinkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayinya jika tetap tinggal di gubuk tersebut.
“Dengan kekurangan dan ketidakmampuan ibu maka harus diarahkan untuk teknik makanan bergizi, cara memandikan bayi, cara menyusukan bayi, ini harus. Sebab kalau terjadi angka kematian bayi akan menimbulkan sumber masalah lagi di Kota Bukittinggi, juga harus ada peran aktif dari tenaga kesehatan khususnya pembina wilayah dibantu kader kesehatan di wilayah kerja,” kata dia.
Saat ini, kata dia, keluarga Asaik dan Jarinis yang merupakan perantau yang sudah menetap selama 10 tahun di Bukittinggi ini sangat membutuhkan bantuan untuk biaya perawatan dan untuk kelangsungan hidup bayinya.
(sms)