Putusan PTTUN Makassar Soal Pilwalkot Dipertanyakan
A
A
A
JAKARTA - Keputusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) yang mendiskualifikasi status pencalonan pasangan Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto-Indira Mulyasari (DIAmi) dinilai mengandung kesalahan.
Menurut ahli Ilmu Pemerintahan Universitas Hasanuddin Mulyadi, kesalahan itu terletak pada kegagalan PTTUN membedakan jenis sengketa yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2017 tentang perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Kegagalan ini juga membuat PTTUN keliru dalam memproses gugatan Appi-Cicu.
Menurut Mulyadi, PTTUN mestinya memahami prosedur penanganan masalah hukum dalam pilkada. "PTTUN tidak bisa bedakan Sengketa Pemilihan (Pasal 142 UU 8/2015) dengan Sengketa Tata Usaha Negara Pemilihan (Pasal 153 UU 10/2016)," ungkap Mulyadi dalam keterangan tertulis, Minggu (2/4/2018).
Lebih lanjut Ia menjelaskan, sengketa pemilihan selesai di Panwas/Bawaslu, sedangkan sengketa TUN Pemilihan dapat berlanjut ke Peradilan TUN. Materi gugatan ke PTTUN bukanlah materi sengketa tetapi materi pengawasan Bawaslu. "Mestinya Panwas bisa jadikan bahan tersebut sebagai temuan sebelum dilaporkan atau sebelum dipelintir ke jalur lain," katanya.
Mulyadi yang pernah menjadi Tenaga Ahli Bawaslu RI Periode 2012-2017 ini menjelaskan, gugatan Appi-Cicu merupakan sengketa pemilihan sebab sengketa antara paslon dengan KPU yang ada kaitannya dengan paslon lain. Sementara sengketa tata usaha negara pemilihan adalah sengketa antara paslon dengan KPU yang tidak ada hubungannya dengan paslon lain, misalkan paslon tersebut menggugat KPU karena didiskualifikasi.
Koordinator Relawan Perguruan Tinggi untuk data pemilih, IT dan Logistik KPU Pemilu Tahun 2004 ini mengingatkan, pemikiran politik yang mendasari dibentuknya Peradilan TUN adalah untuk mengadili kebijakan pejabat yang menggunakan suatu kewenangan yang bukan kewenangannya.
"PTTUN telah mencampurbaurkan hukum tata pemerintahan, hukum tata administrasi negara, dan hukum tata negara," ujar Mulyadi.
Menurut Mulyadi yang juga dosen Pascasarjana Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia ini, PTTUN harusnya di PTTUN-kan juga karena telah mengadili perkara yang bukan kewenangannya.
Menurut ahli Ilmu Pemerintahan Universitas Hasanuddin Mulyadi, kesalahan itu terletak pada kegagalan PTTUN membedakan jenis sengketa yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2017 tentang perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Kegagalan ini juga membuat PTTUN keliru dalam memproses gugatan Appi-Cicu.
Menurut Mulyadi, PTTUN mestinya memahami prosedur penanganan masalah hukum dalam pilkada. "PTTUN tidak bisa bedakan Sengketa Pemilihan (Pasal 142 UU 8/2015) dengan Sengketa Tata Usaha Negara Pemilihan (Pasal 153 UU 10/2016)," ungkap Mulyadi dalam keterangan tertulis, Minggu (2/4/2018).
Lebih lanjut Ia menjelaskan, sengketa pemilihan selesai di Panwas/Bawaslu, sedangkan sengketa TUN Pemilihan dapat berlanjut ke Peradilan TUN. Materi gugatan ke PTTUN bukanlah materi sengketa tetapi materi pengawasan Bawaslu. "Mestinya Panwas bisa jadikan bahan tersebut sebagai temuan sebelum dilaporkan atau sebelum dipelintir ke jalur lain," katanya.
Mulyadi yang pernah menjadi Tenaga Ahli Bawaslu RI Periode 2012-2017 ini menjelaskan, gugatan Appi-Cicu merupakan sengketa pemilihan sebab sengketa antara paslon dengan KPU yang ada kaitannya dengan paslon lain. Sementara sengketa tata usaha negara pemilihan adalah sengketa antara paslon dengan KPU yang tidak ada hubungannya dengan paslon lain, misalkan paslon tersebut menggugat KPU karena didiskualifikasi.
Koordinator Relawan Perguruan Tinggi untuk data pemilih, IT dan Logistik KPU Pemilu Tahun 2004 ini mengingatkan, pemikiran politik yang mendasari dibentuknya Peradilan TUN adalah untuk mengadili kebijakan pejabat yang menggunakan suatu kewenangan yang bukan kewenangannya.
"PTTUN telah mencampurbaurkan hukum tata pemerintahan, hukum tata administrasi negara, dan hukum tata negara," ujar Mulyadi.
Menurut Mulyadi yang juga dosen Pascasarjana Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia ini, PTTUN harusnya di PTTUN-kan juga karena telah mengadili perkara yang bukan kewenangannya.
(mhd)