Setelah Wanita Pushtun Afganistan, Manado Diincar Pengungsi Asing

Rabu, 28 Maret 2018 - 20:59 WIB
Setelah Wanita Pushtun Afganistan, Manado Diincar Pengungsi Asing
Setelah Wanita Pushtun Afganistan, Manado Diincar Pengungsi Asing
A A A
MANADO - Kota Manado menjadi incaran imigran, warga ilegal dan para pengungsi dari luar negeri. Setelah sebelumnya wanita Pushtun Afganistan, Frista Haedari bersama putrinya Hasnah Haedari (4,6) yang ingin bertemu suaminya Muhammad Yasin Haidari di Rudenim Manado, Rabu 21 Maret lalu. Lagi-lagi Kanim Manado pada Selasa 27 Maret 2018 sekitar pukul 06.30 Wita kedatangan dua orang yang mengaku sebagai warga negara yang sama.

Mereka bernama Bismillah Qasim dan Syakira Yushufi. Ketika mereka tiba di Kanim Manado maka dengan gerak cepat Kakanim Manado Fiece Sumolang melakukan penggeledahan dan penggalian informasi kepada kedua orang tersebut yang hanya mengerti bahasa dari negaranya.

“Ya benar, Selasa kemarin, petugas kami telah mendorong kembali ke Jakarta dua orang yang mengaku sebagai pengungsi,”kata Dodi Dodi Karnida, Kepala Divisi Imigrasi Kanwil Kemenkumham Sulut, Rabu (28/3/2018).

Dikatakan dua pengungsi tersebut datang pagi-pagi. Namun setelah ditelusuri ternyata mereka datang dari Jakarta dengan penerbangan tertentu.

Kemudian pihak Imigrasi mengembalikan ke Bandara dan meminta kepada maskapai bersangkutan untuk menerbangkan kembali ke Jakarta.

“Akhirnya pihak maskapai bersedia menerbangkan kembali keduanya. Pihak penerbangan beranji untuk mengusut tuntas siapa sebenarnya yang menerbitkan tiket dan sebagainya,” tukasnya.

Sedangkan terkait dengan nasib dua orang yang mengaku warga Afganistan yaitu ibu dan anaknya sementara ditempatkan di suatu tempat yang dekat dengan Rudenim sehingga mereka bisa berdekatan dengan suaminya.

“Untuk masalah ini kami masih koordinasi dengan instansi yang lain agar penyelesainnya komprehensif,”ujarnya.

Tak hanya itu di hari yang sama, beberapa Pemukim Tanpa Dokumen (PTD) menyambangi Kanwil Kemenkumham Sulut di Jalan Diponegoro. Maksud mereka adalah untuk meminta ijin tinggal karena selama ini telah bermukim beberapa tahun di daerah Manembo-Nembo Kota Bitung tetapi tidak memiliki dokumen sama sekali.

“Mereka diterima petugas keamanan dan kemudian diarahkan ke Divisi Imigrasi tetapi karena mereka menyatakan ingin mengajukan permohonan status kewarganegaraan, maka mereka diarahkan ke Divisi Peyalanan Hukum,”ujar Kepala Divisi Pelayanan Hukum (Yankum) Purwanto dan Kepala Bidang Pelayanan Hukum Aswan Irdak.

Mereka menyatakan bahwa sudah bertahun-tahun tinggal di daerah Bitung, ada yang sudah 7 tahun bahkan ada yang sudah 10 tahun dan ingin menjadi WNI karena sampai saat ini tidak memiliki surat/identitas sama sekali sehingga meminta surat kewarganegaraan RI atau meminta izin tinggal Keimigrasian.

Alasan mereka adalah karena sudah bermukim bertahun-tahun, sudah berumah tangga, punya anak, tetapi tidak memiliki surat/dokumen sama sekali baik surat nikah maupun surat lahir anak sedangkan anaknya sebentar lagi mau ujian sekolah sehingga mereka khawatir anaknya tidak boleh mengikuti ujian.

Pada kesempatan tersebut, Kadiv Imigrasi menyampaikan prosedur untuk memohon izin tinggal keimigrasian jika merasa dirinya sebagai orang asing, yaitu memiliki paspor yang sah dan masih berlaku, bukti memasuki wilayah Indonesia secara legal dan memiliki visa.

Ternyata mereka tidak satupun yang memiliki paspor karena mereka masuk secara ilegal dari General Santos (Gensan) menuju Pulau Tinakareng dan Peta di Tahuna dan kemudian bermukim di Bitung.

Ada yang ikut pamannya sejak 7 tahun lalu, ada yang diajak kawan atau keluarga sejak 10 tahun lalu sehingga bertemu di Bitung dengan isterinya yang sesama berasal dari Gensan tetapi sampai saat ini mereka tidak memiliki surat nikah dan kemudian memiliki anak yang juga tidak memiliki surat lahir.

Kepada Divisi Yankum menyampaikan prosedur untuk mendapatkan kewarganegaraan RI yaitu harus dimulai dengan memiliki dokumen yang sah yaitu paspor dan izin tinggalnya atau memiliki Izin Tinggal Terbatas (ITAS) dari Imigrasi yang masih berlaku.

“Setelah mereka diwawancara dan dimintai datanya, kami berkesimpulan bahwa mereka bukan WNI dan tidak memenuhi syarat administrasi yuridis untuk mengajukan pewarganegaraan. Setelah kami melakukan pendataan atas mereka untuk kemudian pada minggu ini juga datanya akan kami sampaikan kepada Konsul Jenderal Filipina di Manado guna mendapatkan verifikasi status kewarganegaraannya,” jelasnya.

Penyampaian data dimaksud akan disatukan dengan data 584 orang yang selama ini didata oleh Kanim Bitung sepanjang tahun 2017.

Data 584 orang ini, menurut keterangan Reza Pahlevi Kepala Seksi Wasdakim Kanim Bitung telah diserahkan kepada Pemerintah Kota Bitung untuk dicarikan solusinya.

Pada pertemuan tersebut ternyata ada seorang wanita yang mengaku WNI tetapi tidak bisa menunjukkan KTP, mengajukan pertanyaan kenapa saudaranya laki-lakinya yang bernama Basario Katinusa Panggilawan (BKP) memiliki Alien Certificate of Registration dan Certificate of Live Birth yang dikeluarkan oleh Pemerintah Filipina dan disebutkan di dalam kedua dokumen tersebut bahwa BKP sebagai WNI; sampai saat ini tidak dapat memiliki KTP maupun identitas lainnya sebagai WNI padahal dia sangat memerlukan untuk kepentingan keperdataannya seperti pemilikan harta benda atau warisan.

“Berdasarkan foto copy dokumen yang diperlihatkan kepada kami, diketahui bahwa BKP ini pernah tinggal di Manila dan membayar Annual Report Fee (semacam izin tinggal) tahun 2006, 2007 dan 2008 masing-masing 150 Peso dan Legal Research Fee masing-masing sebesar 10 Peso,”timpalnya.

Berdasarkan dokumen tersebut, pihaknya yakin bahwa BPK ialah WNI tetapi kenapa kepadanya tidak diberikan Identitas sebagai WNI.

“Jika tidak memenuhi syarat kan seharusnya dicarikan solusi misalnya disuruh untuk melengkapi kekurangannya atau disuruh untuk meminta surat pindah ke Bitung dari Kedutaan Besar Indonesia di Manila atau Konsulat Jenderal Indonesia di Davao,”katanya.

Orang-orang seperti BPK, jika saat ini masih tinggal di Filipina maka dia berhak untuk mendapatkan Paspor RI dan kemudian memohon izin tinggal kepada Biro Imigrasi setempat. Berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan KJRI Davao dan UNHCR sejak tahun 2013, di sekitar wilayah Mindano terdapat sejumlah 8.745 orang yang diduga merupakan keturunan Indonesia (Persons of Indonesian Descent/PIDs).

Setelah dilakukan verifikasi bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Administrasi Umum (AHU) Kemenkumham pada tahun 2016 sebagai tahun solusi, maka dikeluarkan Surat Keterangan Kewarganegaraan RI kepada sebanyak 2.425 yang memenuhi syarat dan jelas asal-usulnya. Baru pada tanggal 3 Januari 2018 kemarin, diterbitkan sebanyak 300 Paspor RI kepada mereka yang mampu untuk membayar biaya paspor dan izin tinggal.

Pertemuan akhirnya ditutup dengan penawaran dari Kadiv Imigrasi jika ada di antara mereka atau teman serta keluarganya yang ingin pulang ke Filipina secara gratis maka bisa didaftarkan ke Konsulat Jenderal Filipina supaya bisa dideportasi dengan naik kapal perang tanggal 13 April nanti dari Bitung.

“Namun tidak ada satu pun dari mereka yang mau pulang ke Filipina walaupun masih ada yang memiliki keluarga atau orangtua di Filipina. Mereka beralasan bahwa di sana sulit sekali untuk mencari pekerjaan selain bekerja di laut yang memiliki potensi ikan yang banyak seperti di Bitung dan sekitarnya,” pungkas Dodi.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4057 seconds (0.1#10.140)