Selama 3 Bulan, 3 Bocah di Blitar Tewas karena DBD
A
A
A
BLITAR - Tiga bocah sekolah dasar (SD) tewas akibat demam berdarah dengeue (DBD). Selama tiga bulan (Januari-Maret 2018) terdapat 45 kasus DBD di Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
"Korban meninggal dunia masih duduk sekolah dasar. Dua diantaranya dari Kecamatan Wlingi. Sedangkan satu korban berasal dari Selopuro," ujar Kepala Bidang Pencegahan Pemberantasan Penyakit Dinkes Kabupaten Blitar, Krisna Yekti.
Ketiga korban sempat menjalani perawatan di rumah sakit. Kondisi kritis yang membuat nyawa ketiga korban tidak tertolong. Meski secara angka lebih rendah, menurut Krisna kasus DBD tahun ini tergolong meningkat.
"Selama tahun 2017 ada 94 kasus dengan 4 korban meninggal dunia. Sementara tahun ini baru tiga bulan sudah 45 kasus dengan 3 korban meninggal dunia," terangnya.
Saat ini, lanjut Krisna, di Kabupaten Blitar terdapat 6 wilayah endemis. Ke 6 wilayah endemis itu adalah Kecamatan Sanankulon, Srengat, Udanawu, Wlingi, Selopuro dan Talun. Menurut Krisna, status endemis ini sudah berjalan 3 tahun berturut turut.
"Selama 3 tahun terdapat kasus DBD di kecamatan yang sama," terangnya.
Untuk menanggulangi situasi ini, dinas kesehatan menggencarkan sosialisasi pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Selain itu, memaksimalkan program satu rumah satu juru pemantau jentik (jumantik).
"Program jumantik merupakan program kemenkes. Ini akan kita maksimalkan. Sebab hal itu merupakan upaya untuk menanggulangi kasus DBD," pungkasnya.
Arifin, warga Kecamatan Srengat berharap upaya penanggulangan DBD di Kabupaten Blitar tidak hanya lip service. Dia tidak berharap langkah penanggulangan baru dilakukan setelah korban berjatuhan. Apalagi wilayah Srengat yang selama 3 tahun berturut turut berstatus endemis.
"Kita berharap penanganan kasus DBD dilakukan secara serius. Apalagi anggaran untuk penanganan ini tidak kecil," ujarnya.
"Korban meninggal dunia masih duduk sekolah dasar. Dua diantaranya dari Kecamatan Wlingi. Sedangkan satu korban berasal dari Selopuro," ujar Kepala Bidang Pencegahan Pemberantasan Penyakit Dinkes Kabupaten Blitar, Krisna Yekti.
Ketiga korban sempat menjalani perawatan di rumah sakit. Kondisi kritis yang membuat nyawa ketiga korban tidak tertolong. Meski secara angka lebih rendah, menurut Krisna kasus DBD tahun ini tergolong meningkat.
"Selama tahun 2017 ada 94 kasus dengan 4 korban meninggal dunia. Sementara tahun ini baru tiga bulan sudah 45 kasus dengan 3 korban meninggal dunia," terangnya.
Saat ini, lanjut Krisna, di Kabupaten Blitar terdapat 6 wilayah endemis. Ke 6 wilayah endemis itu adalah Kecamatan Sanankulon, Srengat, Udanawu, Wlingi, Selopuro dan Talun. Menurut Krisna, status endemis ini sudah berjalan 3 tahun berturut turut.
"Selama 3 tahun terdapat kasus DBD di kecamatan yang sama," terangnya.
Untuk menanggulangi situasi ini, dinas kesehatan menggencarkan sosialisasi pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Selain itu, memaksimalkan program satu rumah satu juru pemantau jentik (jumantik).
"Program jumantik merupakan program kemenkes. Ini akan kita maksimalkan. Sebab hal itu merupakan upaya untuk menanggulangi kasus DBD," pungkasnya.
Arifin, warga Kecamatan Srengat berharap upaya penanggulangan DBD di Kabupaten Blitar tidak hanya lip service. Dia tidak berharap langkah penanggulangan baru dilakukan setelah korban berjatuhan. Apalagi wilayah Srengat yang selama 3 tahun berturut turut berstatus endemis.
"Kita berharap penanganan kasus DBD dilakukan secara serius. Apalagi anggaran untuk penanganan ini tidak kecil," ujarnya.
(rhs)