Sejarah dan Keunikan Masjid Saka Tunggal
A
A
A
MASJID Jami Baitussalam Cikakak Satu atau yang lebih dikenal dengan nama Masjid Saka Tunggal merupakan masjid tertua di Indonesia yang ada di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Masjid Saka Tunggal yang berlokasi di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas ini berdiri sejak tahun 1288. Masjid yang berukuran 12 meter x 17 meter ini didirikan oleh Mbah Mustolih atau Mbah Tolih di tengah hutan desa atau sekitar 1 kilometer dari jalan raya Kabupaten Banyumas.
Masjid ini terkenal karena memiliki keunikan yakni saka atau tiang tunggal yang terbuat dari sebongkah kayu, yang berdiri kokoh sejak 7 abad lalu. Di saka tersebut masih jelas terukir pahatan tahun pembuatannya dengan menggunakan huruf arab, yang menunjukkan angka 1288.
Tinggi saka tunggal tersebut kurang lebih sekitar 5 meter, dengan diameter 30 sentimeter. Saka tunggal ini berdiri kokoh sejak masjid dibangun pertama kali oleh Mbah Tolih.
Selain mempunyai ciri khas dengan saka tunggalnya, masjid ini juga mempunyai peninggalan bersejarah lainnya, seperti, beduk dengan kentongnya. Ada juga lampu gantung serta mimbar masjid yang masih asli sejak masjid ini berdiri. Kesemuanya itu telah ada sejak masjid tersebut berdiri dan masih masih dapat berfungsi dengan baik.
Menurut Sulam (53), juru kunci Masjid Saka Tunggal, ia bersama keluarga terus menjaga keaslian masjid ini. "Masjid ini sejarahnya didirikan oleh Mbah Tolih yang kini makamnya tidak jauh dari masjid. Beberapa benda di dalam masjid seperti mimbar, tongkat, kentong, lampu, dan saka tunggalnya sendiri adalah asli peninggalan sejak masjid ini berdiri," ujar Sulam.
Masjid ini selalu ramai dikunjungi warga setiap harinya. Bahkan, pada hari-hari besar Islam, masjid ini akan lebih ramai oleh pengunjung dari berbagai kota, termasuk dari luar Jawa.
Untuk masuk ke lokasi ini, pengunjung hanya dikenakan biaya sangat murah yaitu Rp5.000 per orang. Setelah itu, pengunjung bebas untuk menikmati wisata Masjid Saka Tunggal dan taman kera yang berada di sekitar lokasi Masjid Saka Tunggal.
Setelah melihat-lihat Masjid Saka Tunggal, biasanya pengunjung bermain main dengan ratusan kera yang berada di sekitar masjid. Kera-kera yang berjumlah ratusan tersebut sangat akrab dengan para pengunjung. Kera-kera ini menjadi hiburan tersendiri bagi para pengunjung di sekitar Masjid Saka Tunggal.
Pada Bulan Rajab, di lingkungan Masjid Saka Tunggal ini selalu diadakan ritual pergantian jaro atau pagar bambu yang dikenal dengan Jaro Rajab. Dalam kegiatan itu, warga merobohkan pagar-pagar bambu yang berada di sekitar Masjid Saka Tunggal ini. Pagar bambu yang sudah berusia satu tahun ini selanjutnya diganti dengan pagar bambu yang baru.
Cara pembagian kerja warga dalam mengganti pagar bambu ini sendiri sudah spontan dilakukan. Ada yang membelah bambu, membuat saka, membuat tali hingga memasang pagar. Di situ terlihat rasa kebersamaan warga saat hendak menggelar ritual Ganti Jaro Rajab ini.
Sebelum dipasang, potongan bambu yang telah dibelah ini dicuci terlebih dahulu di sungai pintu masuk makam. Terakhir, warga memasang pagar bambu dimulai dari makam Mbah Tolih yang terletak di atas bukit sekitar 100 meter dari Masjid Saka Tunggal.
Warga yang memasang ini kebanyakan adalah para keturunan Mbah Tolih. Pemasangan Jaro Rajab ini juga sebagai ajang silaturahmi para keturunan Mbah Tolih.
Masjid Saka Tunggal yang berlokasi di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas ini berdiri sejak tahun 1288. Masjid yang berukuran 12 meter x 17 meter ini didirikan oleh Mbah Mustolih atau Mbah Tolih di tengah hutan desa atau sekitar 1 kilometer dari jalan raya Kabupaten Banyumas.
Masjid ini terkenal karena memiliki keunikan yakni saka atau tiang tunggal yang terbuat dari sebongkah kayu, yang berdiri kokoh sejak 7 abad lalu. Di saka tersebut masih jelas terukir pahatan tahun pembuatannya dengan menggunakan huruf arab, yang menunjukkan angka 1288.
Tinggi saka tunggal tersebut kurang lebih sekitar 5 meter, dengan diameter 30 sentimeter. Saka tunggal ini berdiri kokoh sejak masjid dibangun pertama kali oleh Mbah Tolih.
Selain mempunyai ciri khas dengan saka tunggalnya, masjid ini juga mempunyai peninggalan bersejarah lainnya, seperti, beduk dengan kentongnya. Ada juga lampu gantung serta mimbar masjid yang masih asli sejak masjid ini berdiri. Kesemuanya itu telah ada sejak masjid tersebut berdiri dan masih masih dapat berfungsi dengan baik.
Menurut Sulam (53), juru kunci Masjid Saka Tunggal, ia bersama keluarga terus menjaga keaslian masjid ini. "Masjid ini sejarahnya didirikan oleh Mbah Tolih yang kini makamnya tidak jauh dari masjid. Beberapa benda di dalam masjid seperti mimbar, tongkat, kentong, lampu, dan saka tunggalnya sendiri adalah asli peninggalan sejak masjid ini berdiri," ujar Sulam.
Masjid ini selalu ramai dikunjungi warga setiap harinya. Bahkan, pada hari-hari besar Islam, masjid ini akan lebih ramai oleh pengunjung dari berbagai kota, termasuk dari luar Jawa.
Untuk masuk ke lokasi ini, pengunjung hanya dikenakan biaya sangat murah yaitu Rp5.000 per orang. Setelah itu, pengunjung bebas untuk menikmati wisata Masjid Saka Tunggal dan taman kera yang berada di sekitar lokasi Masjid Saka Tunggal.
Setelah melihat-lihat Masjid Saka Tunggal, biasanya pengunjung bermain main dengan ratusan kera yang berada di sekitar masjid. Kera-kera yang berjumlah ratusan tersebut sangat akrab dengan para pengunjung. Kera-kera ini menjadi hiburan tersendiri bagi para pengunjung di sekitar Masjid Saka Tunggal.
Pada Bulan Rajab, di lingkungan Masjid Saka Tunggal ini selalu diadakan ritual pergantian jaro atau pagar bambu yang dikenal dengan Jaro Rajab. Dalam kegiatan itu, warga merobohkan pagar-pagar bambu yang berada di sekitar Masjid Saka Tunggal ini. Pagar bambu yang sudah berusia satu tahun ini selanjutnya diganti dengan pagar bambu yang baru.
Cara pembagian kerja warga dalam mengganti pagar bambu ini sendiri sudah spontan dilakukan. Ada yang membelah bambu, membuat saka, membuat tali hingga memasang pagar. Di situ terlihat rasa kebersamaan warga saat hendak menggelar ritual Ganti Jaro Rajab ini.
Sebelum dipasang, potongan bambu yang telah dibelah ini dicuci terlebih dahulu di sungai pintu masuk makam. Terakhir, warga memasang pagar bambu dimulai dari makam Mbah Tolih yang terletak di atas bukit sekitar 100 meter dari Masjid Saka Tunggal.
Warga yang memasang ini kebanyakan adalah para keturunan Mbah Tolih. Pemasangan Jaro Rajab ini juga sebagai ajang silaturahmi para keturunan Mbah Tolih.
(zik)