Hayam Wuruk dan Majapahit Akan Jadi Nama Jalan di Kota Bandung
A
A
A
BANDUNG - Pemprov Jawa Barat di bawah kepemimpinan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan akan mengabadikan nama Hayam Wuruk dan Majapahit di ruas jalan protokol di Kota Bandung. Namun, sebelum terwujud, hal itu akan didahului diskusi dengan sejumlah elemen masyarakat Jabar.
Diketahui, dalam acara Rekonsiliasi Budaya antara Sunda dan Jawa bertema "Harmoni Budaya Sunda Jawa" di Hotel Bumi Surabaya, Jalan Basuki Rahmat, Surabaya, Selasa (6/3/2018), Gubernur Jabar Ahmad Heryawan berencana mengabadikan nama Majapahit dan Hayam Wuruk menjadi nama jalan di Kota Bandung.
"Estimasinya, penggantian kedua jalan ini dilakukan pada bulan April atau awal Mei 2018 mendatang," kata Kang Aher, sapaan akrab Gubernur Jabar.
Kepala Bagian Humas Pemprov Jabar Ade Sukalsah menjelaskan, Pemprov Jabar tengah menyiapkan pergantian nama jalan protokol di Kota Bandung dengan nama Jalan Majapahit dan Hayam Wuruk. Pihaknya kini tengah menyiapkan diskusi untuk menentukan lokasi jalan yang akan berganti nama tersebut.
"Sebelum menentukan lokasi, nanti ada kajian dulu melibatkan berbagai elemen masyarakat," jelas Ade di Bandung, Jumat (9/3/2018).
Ade melanjutkan, penamaan Jalan Majapahit dan Hayam Wuruk nantinya akan dituangkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengacu pada hasil diskusi dengan sejumlah elemen masyarakat, termasuk di dalamnya budayawan.
"Pergub nanti dasarnya hasil diskusi semua komunitas budaya. Makanya kita belum berani (lauching nama jalan). Kalau di Jawa Timur (sudah) launching karena mungkin sudah melewati itu (diskusi)," jelasnya.
Penamaan Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Majapahit di Kota Bandung merupakan salah satu upaya rekonsiliasi budaya untuk memperbaiki sejarah pahit Perang Bubat yang sudah mengakar di sebagian masyarakat Jabar.
Akibat peristiwa ini, hubungan antara sebagian masyarakat Sunda dan Jawa menjadi renggang. Bahkan, kerenggangan hubungan tersebut ditafsirkan lebih luas, salah satunya adalah larangan bagi orang Sunda untuk menikahi orang Jawa.
Pemprov Jawa Timur telah lebih dulu mengganti nama Jalan Dinoyo menjadi Jalan Sunda dan Jalan Gunung Sari menjadi Jalan Prabu Siliwangi di Kota Surabaya. Tahun lalu, hal serupa juga telah dilakukan Pemprov Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang menamai jalan arteri atau ring road di Yogyakarta menjadi Jalan Padjadjaran dan Jalan Siliwangi.
Ketua DPRD Jabar Ineu Purwaderi Sundari menyambut baik rencana perubahan nama jalan di Kota Bandung menggunakan nama Majapahit dan Hayam Wuruk. Ineu berharap, penamaan jalan bukan hanya menjadi upaya rekonsiliasi Jawa-Sunda, melainkan juga menjadi upaya pemersatu bangsa.
"Jabar juga kan bagian dari Indonesia. Kalau ada nama jalan Jabar (Sunda) di Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, kan ini juga bagus. Artinya, ini harus dijadikan penguatan untuk persatuan dan kesatuan bangsa," tutur Ineu saat ditemui di Kantor DPD PDIP Jabar, Jalan Pelajar Pejuang, Kota Bandung, Jumat (9/3/2018).
Ineu menambahkan, penamaan jalan tersebut juga harus diimbangi pemikiran yang lebih luas tentang arti persatuan dan kesatuan bangsa. Terlebih, saat ini, kerap muncul berbagai persoalan yang menyinggung soal persatuan dan kesatuan bangsa.
"Ini bisa menjadi contoh di daerah lain juga. Jadi jangan sebatas (perubahan) nama saja, tapi ini harus jadi simbol persatuan bangsa," tandas Ineu.
Diketahui, dalam acara Rekonsiliasi Budaya antara Sunda dan Jawa bertema "Harmoni Budaya Sunda Jawa" di Hotel Bumi Surabaya, Jalan Basuki Rahmat, Surabaya, Selasa (6/3/2018), Gubernur Jabar Ahmad Heryawan berencana mengabadikan nama Majapahit dan Hayam Wuruk menjadi nama jalan di Kota Bandung.
"Estimasinya, penggantian kedua jalan ini dilakukan pada bulan April atau awal Mei 2018 mendatang," kata Kang Aher, sapaan akrab Gubernur Jabar.
Kepala Bagian Humas Pemprov Jabar Ade Sukalsah menjelaskan, Pemprov Jabar tengah menyiapkan pergantian nama jalan protokol di Kota Bandung dengan nama Jalan Majapahit dan Hayam Wuruk. Pihaknya kini tengah menyiapkan diskusi untuk menentukan lokasi jalan yang akan berganti nama tersebut.
"Sebelum menentukan lokasi, nanti ada kajian dulu melibatkan berbagai elemen masyarakat," jelas Ade di Bandung, Jumat (9/3/2018).
Ade melanjutkan, penamaan Jalan Majapahit dan Hayam Wuruk nantinya akan dituangkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengacu pada hasil diskusi dengan sejumlah elemen masyarakat, termasuk di dalamnya budayawan.
"Pergub nanti dasarnya hasil diskusi semua komunitas budaya. Makanya kita belum berani (lauching nama jalan). Kalau di Jawa Timur (sudah) launching karena mungkin sudah melewati itu (diskusi)," jelasnya.
Penamaan Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Majapahit di Kota Bandung merupakan salah satu upaya rekonsiliasi budaya untuk memperbaiki sejarah pahit Perang Bubat yang sudah mengakar di sebagian masyarakat Jabar.
Akibat peristiwa ini, hubungan antara sebagian masyarakat Sunda dan Jawa menjadi renggang. Bahkan, kerenggangan hubungan tersebut ditafsirkan lebih luas, salah satunya adalah larangan bagi orang Sunda untuk menikahi orang Jawa.
Pemprov Jawa Timur telah lebih dulu mengganti nama Jalan Dinoyo menjadi Jalan Sunda dan Jalan Gunung Sari menjadi Jalan Prabu Siliwangi di Kota Surabaya. Tahun lalu, hal serupa juga telah dilakukan Pemprov Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang menamai jalan arteri atau ring road di Yogyakarta menjadi Jalan Padjadjaran dan Jalan Siliwangi.
Ketua DPRD Jabar Ineu Purwaderi Sundari menyambut baik rencana perubahan nama jalan di Kota Bandung menggunakan nama Majapahit dan Hayam Wuruk. Ineu berharap, penamaan jalan bukan hanya menjadi upaya rekonsiliasi Jawa-Sunda, melainkan juga menjadi upaya pemersatu bangsa.
"Jabar juga kan bagian dari Indonesia. Kalau ada nama jalan Jabar (Sunda) di Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, kan ini juga bagus. Artinya, ini harus dijadikan penguatan untuk persatuan dan kesatuan bangsa," tutur Ineu saat ditemui di Kantor DPD PDIP Jabar, Jalan Pelajar Pejuang, Kota Bandung, Jumat (9/3/2018).
Ineu menambahkan, penamaan jalan tersebut juga harus diimbangi pemikiran yang lebih luas tentang arti persatuan dan kesatuan bangsa. Terlebih, saat ini, kerap muncul berbagai persoalan yang menyinggung soal persatuan dan kesatuan bangsa.
"Ini bisa menjadi contoh di daerah lain juga. Jadi jangan sebatas (perubahan) nama saja, tapi ini harus jadi simbol persatuan bangsa," tandas Ineu.
(zik)