Melihat Pembuatan Gula Kristal Banyumas yang Tembus Pasar Eropa
A
A
A
BANYUMAS - JIKA Anda penggemar makanan dengan rasa manis namun takut terkena diabetes, kini ada gula kristal asal Desa Semedo, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah yang bisa meningkatkan insulin dan tidak mengganggu pankreas, sehingga sehat untuk dikonsumsi.
Di beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Banyumas, memang tersebar ribuan petani perajin gula kelapa. Salah satunya adalah di Kecamatan Pekuncen ini. Hampir sebagian besar warga Desa Semedo, Kecamatan Pekuncen tersebut merupakan perajin gula kelapa. Bahkan, kerajinan pembuatan gula kelapa atau biasa juga disebut gula jawa ini sudah dilakoni hingga turun-temurun oleh warganya.
Namun, kurang lebih 7 tahun terakhir ini, ribuan petani setempat sudah beralih menjadi perajin gula kristal atau gula kristal organik. Dinamakan gula kristal karena bentuknya yang menyerupai dengan butiran kristal. Gula kristal juga memiliki beberapa kelebihan dibanding gula cetak pada umumnya.
Gula kristal dapat bertahan disimpan dalam jangka waktu hingga dua tahun tanpa mengalami perubahan warna dan rasa, jika dibungkus dalam tempat yang rapat. Hal ini karena kadar air yang terdapat pada gula kristal hanya berkisar 2-3 persen.
Dalam pembuatannya pun tidak berbeda dengan cara membuat gula cetak, yakni melalui proses pengambilan air nira yang dilakukan para penderes kelapa. Para penderes setempat setiap pagi mengambil air nira di atas pohon yang tingginya kira-kira mencapai 30 meter. Bukan hanya satu pohon yang dipanjat. Dalam satu hari mereka bisa memanjat 25 pohon.
Warsito (52) misalnya. Warga Desa Semedo ini sudah belasan tahun menjadi pemanjat pohon kelapa untuk menderes nira. Saat memanjat pohon, Warsito selalu membawa pongkor yang terbuat dari bambu yang sudah diberikan laru alami dari kapur dan cangkang manggis untuk mencegah terjadinya fermentasi. Hal ini untuk mencegah air nira berubah menjadi asam. Karena semakin menua dan kesehatan semakin menurun, Warsito yang semula mampu memanjat pohon kelapa hingga 25 pohon, kini hanya bisa memanjat 20 pohon saja dengan hasil nira 5 sampai 7 kilogram.
Setelah turun dan membawa hasil air nira yang didapat, Warsito bersama istri lalu merebus nira di dalam wajan dengan suhu mencapai 120 derajat celsius. Untuk menghasilkan gula kristal setidaknya butuh waktu sekitar 4 jam hingga air nira benar-benar siap untuk dibuat gula kristal.
Pengadukan mulai dilakukan dengan gerakan memutar di dalam wajan agar kekentalan gula merata di setiap sisi wajan dan mulai mengkristal. Selanjutnya, gula yang sudah mengeras ini dihaluskan dengan menggunakan batok kelapa atau lebih dikenal oleh warga Banyumas dengan 'diguyer'.
Tapi, untuk menjaga kualitas ekspor dan standar pembuatan gula kristal organik, perajin gula harus menggunakan penutup kepala dan masker untuk menjaga kebersihan gula kristal ini. Proses terakhir sebelum dibungkus adalah dengan sterilisasi oleh beberapa pekerja.
Menurut Hadi Sucipto, koordinator Internal Control System (ICS) Desa Semedo mengatakan, gula kristal ini sudah diekspor ke berbagai negara di Eropa. Sedangkan di Desa Semedo sendiri kini terdapat 835 petani.
"Meski produksi gula kristal lebih lama dan rumit, namun secara ekonomi petani di sini bertambah penghasilannya. Kalau mereka membuat gula jawa atau gula kelapa hanya bisa menjual antara Rp9 ribu hingga Rp10 ribu per kilogramnya, kini mereka bisa menjual gula kristal dengan harga hingga Rp16.500 per kilogramnya," ujar Hadi Sucipto, Kamis (8/3/2018).
Aziz, perajin gula kristal setempat mengatakan, dahulu dirinya merupakan perajin gula kelapa cetak. Setelah beralih menjadi perajin ke gula kristal organik, kehidupannya berangsur-angsur mapan. "Saya kini beralih menjadi perajin gula kristal dikarenakan adanya perbandingan harga yang jauh dibanding harga gula cetak yang saat ini hanya berkisar Rp9-10 ribu per kilogram. Sedangkan gula kristal saat ini dihargai sampai Rp16.500 per kilogramnya," ujar Azis.
Gula kristal atau gula semut yang sudah jadi, kemudian dikirim ke sejumlah kota dan bahkan sebagian lagi sudah dikirim untuk ekspor ke beberapa negara di Eropa. Gula ini sendiri sudah beberapa kali diteliti oleh para ahli di Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Hasilnya, gula ini tergolong sehat dikonsumsi karena tidak mengganggu pankreas. Selain itu, gula kristal ini juga meningkatkan insulin sehingga aman bagi penderita diabetes.
Salah satu pelaku eksportir gula kristal, Restyarto Efiawan yang juga dosen pascasarjana Universitas Muhammadiyah Purwokerto mengatakan, saat ini dirinya terus menyosialisasikan gula kristal sebagai gula aman konsumsi hingga ke beberapa negara Eropa.
"Kami terus terus menyosialisasikan ke Hong Kong, Turki, Perancis, hingga Amerika dan Inggris bahwa untuk menggantikan pemanis dari gula tebu yang aman untuk penderita diabetes salah satunya dengan mengonsumsi gula semut atau gula kristal ini. Dari hasil sosialisasi ini, kami yang biasanya mengekspor 50 ton gula kristal, saat ini untuk bulan depan permintaan meningkat menjadi 200 ton. Hal ini karena mereka sudah mulai sadar bahwa gula tebu menyebabkan diabetes, sementara gula kristal aman dikonsumsi," jelas Restyarto.
Di beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Banyumas, memang tersebar ribuan petani perajin gula kelapa. Salah satunya adalah di Kecamatan Pekuncen ini. Hampir sebagian besar warga Desa Semedo, Kecamatan Pekuncen tersebut merupakan perajin gula kelapa. Bahkan, kerajinan pembuatan gula kelapa atau biasa juga disebut gula jawa ini sudah dilakoni hingga turun-temurun oleh warganya.
Namun, kurang lebih 7 tahun terakhir ini, ribuan petani setempat sudah beralih menjadi perajin gula kristal atau gula kristal organik. Dinamakan gula kristal karena bentuknya yang menyerupai dengan butiran kristal. Gula kristal juga memiliki beberapa kelebihan dibanding gula cetak pada umumnya.
Gula kristal dapat bertahan disimpan dalam jangka waktu hingga dua tahun tanpa mengalami perubahan warna dan rasa, jika dibungkus dalam tempat yang rapat. Hal ini karena kadar air yang terdapat pada gula kristal hanya berkisar 2-3 persen.
Dalam pembuatannya pun tidak berbeda dengan cara membuat gula cetak, yakni melalui proses pengambilan air nira yang dilakukan para penderes kelapa. Para penderes setempat setiap pagi mengambil air nira di atas pohon yang tingginya kira-kira mencapai 30 meter. Bukan hanya satu pohon yang dipanjat. Dalam satu hari mereka bisa memanjat 25 pohon.
Warsito (52) misalnya. Warga Desa Semedo ini sudah belasan tahun menjadi pemanjat pohon kelapa untuk menderes nira. Saat memanjat pohon, Warsito selalu membawa pongkor yang terbuat dari bambu yang sudah diberikan laru alami dari kapur dan cangkang manggis untuk mencegah terjadinya fermentasi. Hal ini untuk mencegah air nira berubah menjadi asam. Karena semakin menua dan kesehatan semakin menurun, Warsito yang semula mampu memanjat pohon kelapa hingga 25 pohon, kini hanya bisa memanjat 20 pohon saja dengan hasil nira 5 sampai 7 kilogram.
Setelah turun dan membawa hasil air nira yang didapat, Warsito bersama istri lalu merebus nira di dalam wajan dengan suhu mencapai 120 derajat celsius. Untuk menghasilkan gula kristal setidaknya butuh waktu sekitar 4 jam hingga air nira benar-benar siap untuk dibuat gula kristal.
Pengadukan mulai dilakukan dengan gerakan memutar di dalam wajan agar kekentalan gula merata di setiap sisi wajan dan mulai mengkristal. Selanjutnya, gula yang sudah mengeras ini dihaluskan dengan menggunakan batok kelapa atau lebih dikenal oleh warga Banyumas dengan 'diguyer'.
Tapi, untuk menjaga kualitas ekspor dan standar pembuatan gula kristal organik, perajin gula harus menggunakan penutup kepala dan masker untuk menjaga kebersihan gula kristal ini. Proses terakhir sebelum dibungkus adalah dengan sterilisasi oleh beberapa pekerja.
Menurut Hadi Sucipto, koordinator Internal Control System (ICS) Desa Semedo mengatakan, gula kristal ini sudah diekspor ke berbagai negara di Eropa. Sedangkan di Desa Semedo sendiri kini terdapat 835 petani.
"Meski produksi gula kristal lebih lama dan rumit, namun secara ekonomi petani di sini bertambah penghasilannya. Kalau mereka membuat gula jawa atau gula kelapa hanya bisa menjual antara Rp9 ribu hingga Rp10 ribu per kilogramnya, kini mereka bisa menjual gula kristal dengan harga hingga Rp16.500 per kilogramnya," ujar Hadi Sucipto, Kamis (8/3/2018).
Aziz, perajin gula kristal setempat mengatakan, dahulu dirinya merupakan perajin gula kelapa cetak. Setelah beralih menjadi perajin ke gula kristal organik, kehidupannya berangsur-angsur mapan. "Saya kini beralih menjadi perajin gula kristal dikarenakan adanya perbandingan harga yang jauh dibanding harga gula cetak yang saat ini hanya berkisar Rp9-10 ribu per kilogram. Sedangkan gula kristal saat ini dihargai sampai Rp16.500 per kilogramnya," ujar Azis.
Gula kristal atau gula semut yang sudah jadi, kemudian dikirim ke sejumlah kota dan bahkan sebagian lagi sudah dikirim untuk ekspor ke beberapa negara di Eropa. Gula ini sendiri sudah beberapa kali diteliti oleh para ahli di Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Hasilnya, gula ini tergolong sehat dikonsumsi karena tidak mengganggu pankreas. Selain itu, gula kristal ini juga meningkatkan insulin sehingga aman bagi penderita diabetes.
Salah satu pelaku eksportir gula kristal, Restyarto Efiawan yang juga dosen pascasarjana Universitas Muhammadiyah Purwokerto mengatakan, saat ini dirinya terus menyosialisasikan gula kristal sebagai gula aman konsumsi hingga ke beberapa negara Eropa.
"Kami terus terus menyosialisasikan ke Hong Kong, Turki, Perancis, hingga Amerika dan Inggris bahwa untuk menggantikan pemanis dari gula tebu yang aman untuk penderita diabetes salah satunya dengan mengonsumsi gula semut atau gula kristal ini. Dari hasil sosialisasi ini, kami yang biasanya mengekspor 50 ton gula kristal, saat ini untuk bulan depan permintaan meningkat menjadi 200 ton. Hal ini karena mereka sudah mulai sadar bahwa gula tebu menyebabkan diabetes, sementara gula kristal aman dikonsumsi," jelas Restyarto.
(zik)