LPA Sumut Nilai Kampanye Libatkan Anak Melanggar UU Perlindungan Anak
A
A
A
MEDAN - Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) meminta penyelenggara pemilu dan peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk menghadirkan kampanye ramah anak dan memastikan pelarangan serta perlindungan penyalahgunaan dalam kegiatan politik.
Sekretaris LPA Sumut, Junaidi Malik mengatakan dalam Pasal 15 dan Pasal 76 H Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak secara eksplisit melarang pelibatan anak dalam aktivitas politik.
Pasal 15 UU Perlindungan Anak menyebutkan, setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik. Sedangkan, Pasal 76 H menyebutkan, setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer dan atau lainnya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa.
"Penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik itu dilarang. Maka tadi sudah sepemahaman bahwa kita tidak boleh melibatkan anak dalam aktivitas politik, terkhusus di Pilkada Gubernur Sumut," jelas Junaidi, Rabu (7/3/2018).
LPA mencatat, penyelenggaraan kampanye terbuka Pilkada Gubernur Sumut 2018 sarat potensi pelanggaran, khususnya pelanggaran pelibatan dan penyalahgunaan anak dalam kampanye terbuka dan tertutup.
"Kami memiliki metodologi pengawasan yang digunakan yakni melalui pemantauan media baik cetak, daring maupun elektronik, pengaduan masyarakat via posko pengaduan LPA, monitoring, serta investigasi lapangan," timpalnya.
Junaidi yang juga Ketua LPA Kabupaten Deliserdang dalam waktu dekat ini juga berkoordinasi dengan Panwaslih Deliserdang terkait bentuk kerja sama pengawasan pelanggaran kampanye yang melibatkan anak dalam proses Pilkada tersebut.
Junaidi mengatakan selain meminta penyelenggara dan peserta Pilkada menghadirkan kampanye ramah anak, LPA juga memberikan masukan khususnya kepada KPU Deliserdang dan KPU Sumatera Utara agar memasukkan isu perlindungan anak dalam debat visi-misi calon kepala daerah.
"Dan yang tak kalah penting kepada para orang tua jangan mengajak atau mengeksploitasi anak-anak dalam kampanye baik terbuka maupun kampanye tertutup hanya karena mendapatkan imbalan uang yang tak seberapa. Dengan begitu, masyarakat publik bisa melihat seberapa jauh komitmennya pada perlindungan anak, komitmennya terhadap isu-isu anak, komitmennya terhadap pembangunan yang ramah anak," pungkas Junaidi.
Sekretaris LPA Sumut, Junaidi Malik mengatakan dalam Pasal 15 dan Pasal 76 H Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak secara eksplisit melarang pelibatan anak dalam aktivitas politik.
Pasal 15 UU Perlindungan Anak menyebutkan, setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik. Sedangkan, Pasal 76 H menyebutkan, setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer dan atau lainnya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa.
"Penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik itu dilarang. Maka tadi sudah sepemahaman bahwa kita tidak boleh melibatkan anak dalam aktivitas politik, terkhusus di Pilkada Gubernur Sumut," jelas Junaidi, Rabu (7/3/2018).
LPA mencatat, penyelenggaraan kampanye terbuka Pilkada Gubernur Sumut 2018 sarat potensi pelanggaran, khususnya pelanggaran pelibatan dan penyalahgunaan anak dalam kampanye terbuka dan tertutup.
"Kami memiliki metodologi pengawasan yang digunakan yakni melalui pemantauan media baik cetak, daring maupun elektronik, pengaduan masyarakat via posko pengaduan LPA, monitoring, serta investigasi lapangan," timpalnya.
Junaidi yang juga Ketua LPA Kabupaten Deliserdang dalam waktu dekat ini juga berkoordinasi dengan Panwaslih Deliserdang terkait bentuk kerja sama pengawasan pelanggaran kampanye yang melibatkan anak dalam proses Pilkada tersebut.
Junaidi mengatakan selain meminta penyelenggara dan peserta Pilkada menghadirkan kampanye ramah anak, LPA juga memberikan masukan khususnya kepada KPU Deliserdang dan KPU Sumatera Utara agar memasukkan isu perlindungan anak dalam debat visi-misi calon kepala daerah.
"Dan yang tak kalah penting kepada para orang tua jangan mengajak atau mengeksploitasi anak-anak dalam kampanye baik terbuka maupun kampanye tertutup hanya karena mendapatkan imbalan uang yang tak seberapa. Dengan begitu, masyarakat publik bisa melihat seberapa jauh komitmennya pada perlindungan anak, komitmennya terhadap isu-isu anak, komitmennya terhadap pembangunan yang ramah anak," pungkas Junaidi.
(sms)