Ganjar-Yasin Dengarkan Keluhan Nelayan dan Wejangan Gus Mus
A
A
A
SEMARANG - Petahana Gubernur Jateng Ganjar Pranowo memilih Kabupaten Rembang sebagai tempat blusukan pada hari kedua kampanye Pilgub Jateng 2018, Jumat (16/2/2018). Di wilayah Pantura ini, Ganjar srawung dengan ratusan nelayan untuk menyerap aspirasi. Bersama wakilnya Taj Yasin, dia juga bertandang ke kediaman KH Mustofa Bisri (Gus Mus) untuk mendengarkan wejangan.
Ketika ngobrol santai dengan para nelayan, Ganjar diminta untuk tetap menjadi pengayon dan pelindung nelayan Jateng. Sebab, ketika terjadi hiruk-pikuk larangan penggunaan alata tangkap cantrang, Ganjar dengan berani berkomunikasi dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti untuk membela nelayan.
Koordinator Nelayan TPI Tanjungsari Rembang, Sugeng Mulyadi banyak curhat mengenai persoalan teman seprofesi. Salah satunya mengenai penegakan hukum terhadap nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring trawl atau sotok. Mereka mengancam akan melakukan razia jika nelayan sotok terus beroperasi di lautan.
Menanggapi curhatan itu, Ganjar menegaskan, sudah ada Peraturan Daerah (Perda) yang melarang penggunaan sotok di laut. "Ini kan tinggal penegakan hukum, nanti kami teruskan ke aparat. Kan biar fair juga tata cara pengambilan ikan itu bagaimana, ada regulasi yang mengatur," ucapnya.
Selain regulasi, nelayan juga membutuhkan kemudahan akses permodalan serta perizinan. Menurut Ganjar, untuk permodalan perlu ada skema yang inovatif. "Kalau perlu jaminan, ya yang masuk akal, biar pergerakan uang bisa untuk operasional," paparnya.
Sebelum bertemu dengan para nelayan, Ganjar-Taj Yasin Maimoen berkunjung ke Gus Mus di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Kabupaten Rembang. Kebetulan setiap Jumat, Gus Mus menggelar pengajian di pondoknya. Ganjar dan Gus Yasin pun mengikuti sampai selesai, dilanjutkan dengan ngobrol ringan dengan Gus Mus.
Lepas pengajian, Ganjar-Yasin terlibat ngobrol santai dengan Gus Mus. Hanya saja, obrolan itu tidak ada hubungannya dengan kampanye atau Pilgub, mereka justru berdiskusi mengenai UU MD3 yang sedang ramai dibicarakan orang.
Menurut Gus Mus, anggota legislatif sama dengan kepala pemerintahan atau kepala daerah yang tidak boleh antikritik. ”DPR itu kan wakil rakyat, majikannya ya rakyat. Kalau tidak mau dikritik, ya jangan jadi wakil, lebih baik jadi rakyat," terangnya.
Ketika ngobrol santai dengan para nelayan, Ganjar diminta untuk tetap menjadi pengayon dan pelindung nelayan Jateng. Sebab, ketika terjadi hiruk-pikuk larangan penggunaan alata tangkap cantrang, Ganjar dengan berani berkomunikasi dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti untuk membela nelayan.
Koordinator Nelayan TPI Tanjungsari Rembang, Sugeng Mulyadi banyak curhat mengenai persoalan teman seprofesi. Salah satunya mengenai penegakan hukum terhadap nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring trawl atau sotok. Mereka mengancam akan melakukan razia jika nelayan sotok terus beroperasi di lautan.
Menanggapi curhatan itu, Ganjar menegaskan, sudah ada Peraturan Daerah (Perda) yang melarang penggunaan sotok di laut. "Ini kan tinggal penegakan hukum, nanti kami teruskan ke aparat. Kan biar fair juga tata cara pengambilan ikan itu bagaimana, ada regulasi yang mengatur," ucapnya.
Selain regulasi, nelayan juga membutuhkan kemudahan akses permodalan serta perizinan. Menurut Ganjar, untuk permodalan perlu ada skema yang inovatif. "Kalau perlu jaminan, ya yang masuk akal, biar pergerakan uang bisa untuk operasional," paparnya.
Sebelum bertemu dengan para nelayan, Ganjar-Taj Yasin Maimoen berkunjung ke Gus Mus di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Kabupaten Rembang. Kebetulan setiap Jumat, Gus Mus menggelar pengajian di pondoknya. Ganjar dan Gus Yasin pun mengikuti sampai selesai, dilanjutkan dengan ngobrol ringan dengan Gus Mus.
Lepas pengajian, Ganjar-Yasin terlibat ngobrol santai dengan Gus Mus. Hanya saja, obrolan itu tidak ada hubungannya dengan kampanye atau Pilgub, mereka justru berdiskusi mengenai UU MD3 yang sedang ramai dibicarakan orang.
Menurut Gus Mus, anggota legislatif sama dengan kepala pemerintahan atau kepala daerah yang tidak boleh antikritik. ”DPR itu kan wakil rakyat, majikannya ya rakyat. Kalau tidak mau dikritik, ya jangan jadi wakil, lebih baik jadi rakyat," terangnya.
(wib)