30 Guru Besar Nilai Kemenristekdikti Putar Balik Fakta Dugaan Plagiat Rektor UHO
A
A
A
KENDARI - 30 Guru Besar Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), menilai Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti), menggunakan cara berbeda dalam membuktikan dugaan plagiat karya ilmiah Rektor UHO, Zamrun Farihi.
Menurut seorang guru besar UHO, Prof Dr La Ode M Aslan, tim independen Kemenristekdikti melakukan pembuktian dugaan plagiat Zamrun hanya melakukan pembuktian subtansi karya ilmiah. Tim tidak menggunakan definisi plagiat seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 17/2010.
“Ini yang menyebabkan perbedaan kesimpulan tentang dugaan plagiat Zamrun, antara Kemenristekdikti dan Ombudsman Republik Indonesia (RI). Hasil kerja tim independen Kemenristekdikti, karya ilmiah Zamrun, bukan plagiat, sedangkan Ombudsman menyimpulkan karya ilmiah Zamrun, plagiat,” katanya, rabu (7/2/2018).
Sebenarnya perbedaan ini, menurut Prof Aslan, sudah terjadi sebelum Ombudsman mengeluarkan kesimpulan. Pada 18 Juli 2017 lalu, 30 guru besar UHO, telah melakukan pertemuan dengan tim independen di ruang Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti, Kemenristekdikti Prof Dr Ali Gufron.
"Dalam pertemuan itu, kami mempresantesekan dari temuan 30 guru besar UHO, kami presentasekan dan kesimpulan kami pada saat itu adalah plagiat," jelas Prof Aslan.
Sementara dari sudut tim investigasi Kemenristekdikti, dipresentasekan oleh tiga guru besar dari Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Negeri Makassar (UNM), dinyatakan Zamrun tidak plagiat. "Jadi perbedaan itu timbul bukan setelah munculnya laporan Ombudsman itu, tapi pada 18 Juli 2017 posisi kami sudah tidak sepakat," tegas Prof Aslan.
Saat itu, para guru besar UHO mempertanyakan rujukan yang digunakan oleh tim bentukan Kemenristekdikti. Rupanya menurut Prof Aslan, tim Kemenristekdikti tidak menggunakan definisi yang sama.
Namun saat itu, seorang anggota tim independen Kemenristekdikti menjawab, bahwa mereka hanya diminta membuktikan subtansi karya ilmiah Rektor UHO, Zamrun Farihi. "Di sinilah kami melihat ada intervensi yang tidak wajar dari pihak kementerian (Kemenristekdikti)," ungkap Prof Aslan.
Atas perbedaan tersebut, 30 guru besar UHO melaporkan ketidak etisan dalam hal akademik ke pihak Ombudsman, untuk meminta kajian. "Alhamdulillah, pada 23 Januari 2018, keluar rekomendasi itu, dan alhamdulillah kami katakan Ombudsman menyatakan saudara Zamrun, plagiat," ungkap Prof Aslan.
Menurut seorang guru besar UHO, Prof Dr La Ode M Aslan, tim independen Kemenristekdikti melakukan pembuktian dugaan plagiat Zamrun hanya melakukan pembuktian subtansi karya ilmiah. Tim tidak menggunakan definisi plagiat seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 17/2010.
“Ini yang menyebabkan perbedaan kesimpulan tentang dugaan plagiat Zamrun, antara Kemenristekdikti dan Ombudsman Republik Indonesia (RI). Hasil kerja tim independen Kemenristekdikti, karya ilmiah Zamrun, bukan plagiat, sedangkan Ombudsman menyimpulkan karya ilmiah Zamrun, plagiat,” katanya, rabu (7/2/2018).
Sebenarnya perbedaan ini, menurut Prof Aslan, sudah terjadi sebelum Ombudsman mengeluarkan kesimpulan. Pada 18 Juli 2017 lalu, 30 guru besar UHO, telah melakukan pertemuan dengan tim independen di ruang Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti, Kemenristekdikti Prof Dr Ali Gufron.
"Dalam pertemuan itu, kami mempresantesekan dari temuan 30 guru besar UHO, kami presentasekan dan kesimpulan kami pada saat itu adalah plagiat," jelas Prof Aslan.
Sementara dari sudut tim investigasi Kemenristekdikti, dipresentasekan oleh tiga guru besar dari Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Negeri Makassar (UNM), dinyatakan Zamrun tidak plagiat. "Jadi perbedaan itu timbul bukan setelah munculnya laporan Ombudsman itu, tapi pada 18 Juli 2017 posisi kami sudah tidak sepakat," tegas Prof Aslan.
Saat itu, para guru besar UHO mempertanyakan rujukan yang digunakan oleh tim bentukan Kemenristekdikti. Rupanya menurut Prof Aslan, tim Kemenristekdikti tidak menggunakan definisi yang sama.
Namun saat itu, seorang anggota tim independen Kemenristekdikti menjawab, bahwa mereka hanya diminta membuktikan subtansi karya ilmiah Rektor UHO, Zamrun Farihi. "Di sinilah kami melihat ada intervensi yang tidak wajar dari pihak kementerian (Kemenristekdikti)," ungkap Prof Aslan.
Atas perbedaan tersebut, 30 guru besar UHO melaporkan ketidak etisan dalam hal akademik ke pihak Ombudsman, untuk meminta kajian. "Alhamdulillah, pada 23 Januari 2018, keluar rekomendasi itu, dan alhamdulillah kami katakan Ombudsman menyatakan saudara Zamrun, plagiat," ungkap Prof Aslan.
(wib)