Divonis 8 Tahun Penjara, Terdakwa Pembunuh Siswa SMK Dirgantara Menangis
A
A
A
BANDUNG - Fer (17), terdakwa pembunuh siswa SMK Dirgantara, Fahmi Amrizal, divonis delapan tahun penjara oleh majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Senin (8/1/2018). Terdakwa Fer pun menangis mendengar vonis tersebut.
"Saya mohon keringanan lagi yang mulia," tutur Fr kepada majelis seraya menangis. Fer yang mengenakan pakaian putih dan peci hitam tertunduk dan menangis tersedu-sedu.
Padahal vonis yang dijatuhkan Ketua Majelis Rudy Martinus lebih ringan dua tahun dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Bandung Gani Alamsyah yang menuntut terdakwa Fer dengan hukuman 10 tahun penjara.
Majelis hakim menyatakan Fer bersalah melakukan pembunuhan sebagaimana dakwaan primair pasal 338 ayat (1) KUHPidana. "Menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara," kata Rudy.
Sementara atas putusan tersebut tim kuasa hukum Fer mengambil sikap pikir-pikir. Fer pun langsung dibawa ke mobil tahanan untuk ditahan di Lapas Anak.
Seusai persidangan tim kuasa hukum korban, Dadang Sukmawijaya mengaku tidak mengira jika persidangan yang awalnya beragendakan pembelaan tersebut, bakal dilanjut dengan pembacaan putusan. "Namun kami tetap menghormati keputusan majelis. Namun sayang, pembelaan soal pemeriksaan kejiwaan Fer tidak dijadikan pertimbangan majelis," ujar Dadang.
Dadang mengemukakan, memang semua unsur yang mengarah kepada pasal 338 atau pembunuhan di persidangan terpenuhi. Namun, di sisi lain perbuatan Fer ini bisa dibilang tidak lazim bagi anak seusianya. Makanya, dalam pembelaan pihaknya meminta selain hukuman seringan-ringannya, juga meminta agar Fer ini direhabilitasi di rumah sakit jiwa untuk mengetahui kondisi psikis atau kejiwaannya.
Ke depan, Dadang mengaku akan berkoordinasi dengan Bapas agar kejiwaan Fer tetap bisa diperiksa. "Karena ini tidak lazim. Makanya anak harus diterpai dan disembuhkan. Karena yang tahu kejiwaan secara medis hanya psikiater," ujarnya.
"Saya mohon keringanan lagi yang mulia," tutur Fr kepada majelis seraya menangis. Fer yang mengenakan pakaian putih dan peci hitam tertunduk dan menangis tersedu-sedu.
Padahal vonis yang dijatuhkan Ketua Majelis Rudy Martinus lebih ringan dua tahun dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Bandung Gani Alamsyah yang menuntut terdakwa Fer dengan hukuman 10 tahun penjara.
Majelis hakim menyatakan Fer bersalah melakukan pembunuhan sebagaimana dakwaan primair pasal 338 ayat (1) KUHPidana. "Menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara," kata Rudy.
Sementara atas putusan tersebut tim kuasa hukum Fer mengambil sikap pikir-pikir. Fer pun langsung dibawa ke mobil tahanan untuk ditahan di Lapas Anak.
Seusai persidangan tim kuasa hukum korban, Dadang Sukmawijaya mengaku tidak mengira jika persidangan yang awalnya beragendakan pembelaan tersebut, bakal dilanjut dengan pembacaan putusan. "Namun kami tetap menghormati keputusan majelis. Namun sayang, pembelaan soal pemeriksaan kejiwaan Fer tidak dijadikan pertimbangan majelis," ujar Dadang.
Dadang mengemukakan, memang semua unsur yang mengarah kepada pasal 338 atau pembunuhan di persidangan terpenuhi. Namun, di sisi lain perbuatan Fer ini bisa dibilang tidak lazim bagi anak seusianya. Makanya, dalam pembelaan pihaknya meminta selain hukuman seringan-ringannya, juga meminta agar Fer ini direhabilitasi di rumah sakit jiwa untuk mengetahui kondisi psikis atau kejiwaannya.
Ke depan, Dadang mengaku akan berkoordinasi dengan Bapas agar kejiwaan Fer tetap bisa diperiksa. "Karena ini tidak lazim. Makanya anak harus diterpai dan disembuhkan. Karena yang tahu kejiwaan secara medis hanya psikiater," ujarnya.
(wib)