Pertempuran 3 Desember di Gedung Sate dan Gugurnya Tujuh Pemuda
A
A
A
Gedung Sate, dengan ciri khasnya berupa ornamen tusuk sate pada menara sentralnya, telah lama menjadi penanda atau markah tanah Kota Bandung yang tidak saja dikenal masyarakat di Jawa Barat, namun juga seluruh Indonesia.
Gedung Sate pada masa Hindia Belanda disebut Gouvernements Bedrijven (GB), peletakan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, puteri sulung Wali Kota Bandung, B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P. Graaf van Limburg Stirum pada tanggal 27 Juli 1920.
Gedung Sate juga merupakan hasil perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber, arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks serta pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL. Slors dengan melibatkan 2000 pekerja.
Dimana 150 orang diantaranya pemahat, atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan Cina yang berasal dari Konghu atau Kanton, dibantu tukang batu, kuli aduk dan peladen yang berasal dari penduduk Kampung Sekeloa, Kampung Coblong Dago, Kampung Gandok dan Kampung Cibarengkok.
Pada 3 Desember 1945, terjadi peristiwa memilukan di gedung tersebut. Tujuh nyawa melayang karena berusaha mempertahankan Gedung Sate dari serbuan tentara Gurkha yang didukung oleh Belanda dan Inggris.
Sehingga tanggal 3 Desember merupakan hari yang punya 'Makna Khusus' bagi warga Departemen Pekerjaan Umum. Karena pada tanggal tersebut gugur tujuh orang karyawan yang berjuang mempertahankan markas Departemen PU di Kota Bandung yang dikenal sebagai "Gedung Sate". Peristiwa ini kemudian dikenang dan diperingati sebagai Hari Kebaktian Pekerjaan Uumum.
Peristiwa pertempuran di Gedung Sate bermula Setelah kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan, para pemuda pegawai Departemen Pekerjaan Umum tidak mau ketinggalan dengan pemuda-pemuda lainnya di kota Bandung. Gedung Sate, telah berhasil diambil alih oleh gerakan pemuda PU dari tangan Jepang.
Kewajiban mereka selanjutnya pada saat itu adalah mempertahankan dan memelihara apa yang telah diambil alih itu jangan sampai direbut kembali oleh musuh. Untuk dapat menyusun pertahanan yang kompak, maka gerakan pemuda ini lalu membentuk suatu seksi pertahanan yang dipersenjatai seperti granat, beberapa pucuk bedil dan senjata api lainnya hasil rampasan dari tentara Jepang.
Tanggal 4 Oktober 1945, kota Bandung dimasuki tentara Sekutu yang diikuti oleh serdadu Belanda dan NICA. Sejak saat itu suasana kota Bandung menjadi semakin tidak aman. Sejak itu pula gerakan pemuda pejuang harus berhadapan dengan tentara Jepang dan tentara Sekutu, Belanda serta NICA.
Dengan semakin gawatnya situasi pada waktu itu, para pegawai dari Kantor Pusat Departemen PU dibawah pimpinan Menteri Muda Perhubungan dan Pekerjaan Umum. Ir Pangeran Noor pada tanggal 20 Oktober telah mengangkat Sumpah Setia Kepada Pernerintah Republik Indonesia.
Tanggal 24 Nopernber 1945, dibagian utara kota, meletus suatu pertempuran yang hebat. Penduduk sekitarnya banyak yang mengungsi ke kota lain yang keadaannya masih aman. Waktu itu Gedung Sate dipertahankan oleh Gerakan Pemuda PU yang diperkuat oleh satu Pasukan Badan Perjoangan yang terdiri lebih kurang 40 orang dengan persenjataan yang agak lengkap.
Tanggal 29 Nopember 1945, Pasukan Badan Perjoangan tersebut ditarik dari Markas Pertahanan Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum.
Tanggal 3 Desember 1945, dini hari, waktu itu kantor Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum di jalan Diponegoro 22 Bandung yang dikenal dengan Gedung Sate itu hanya dipertahankan oleh 21 orang.
Tiba-tiba datang menyerbu sepasukan tentara Sekutu/Belanda dengan persenjataan yang berat dan modern. Walau pun demikian petugas yang mempertahankan Gedung Sate ini tak mau menyerah begitu saja. Mereka mengadakan perlawanan mati-matian dengan segala kekuatan yang dimiliki tetap mempertahankan kantor yang akan direbutnya itu.
Mereka dikepung rapat dan diserang dari segala penjuru. Pertempuran yang dahsyat itu memang tidak seimbang. Pertempuran ini baru berakhir pada pukul 14.00 WIB. Dalam pertempuran tersebut diketahui dari 21 orang pemuda 7 diantaranya hilang.
Satu orang luka-luka berat dan beberapa orang lainnya luka-luka ringan. Setelah dilakukan penelitian ternyata para pemuda yang hilang itu diketahui bernama, Didi Hardianto Kamarga, Muchtaruddin, Soehodo, Rio Soesilo, Soebengat, Ranu dan Soerjono.
Semula memang belum diketahui dengan pasti, dimana jenazah dari ketujuh orang pemuda ini berada. Baru pada bulan Agustus 1952 oleh beberapa bekas kawan seperjuangan mereka dicarinya di sekitar Gedung Sate, dan hasilnya hanya ditemukan empat jenazah yang sudah berupa kerangka. Keempat kerangka para suhada ini kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung.
Sebagai penghargaan atas jasa-jasa dari tiga orang lainnya yang kerangkanya belum ditemukan telah dibuatkan 2 tanda peringatan. Satu dipasang di dalam Gedung Sate dan lainnya berwujud sebuah Batu Alam yang besar ditandai dengan tulisan nama-nama ketujuh orang pahlawan tersebut yang ditempatkan di belakang halaman Gedung Sate.
Sumber:
wikipedia
bacaanyasejarah.blogspot
diolah dari berbagai sumber
Gedung Sate pada masa Hindia Belanda disebut Gouvernements Bedrijven (GB), peletakan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, puteri sulung Wali Kota Bandung, B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P. Graaf van Limburg Stirum pada tanggal 27 Juli 1920.
Gedung Sate juga merupakan hasil perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber, arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks serta pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL. Slors dengan melibatkan 2000 pekerja.
Dimana 150 orang diantaranya pemahat, atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan Cina yang berasal dari Konghu atau Kanton, dibantu tukang batu, kuli aduk dan peladen yang berasal dari penduduk Kampung Sekeloa, Kampung Coblong Dago, Kampung Gandok dan Kampung Cibarengkok.
Pada 3 Desember 1945, terjadi peristiwa memilukan di gedung tersebut. Tujuh nyawa melayang karena berusaha mempertahankan Gedung Sate dari serbuan tentara Gurkha yang didukung oleh Belanda dan Inggris.
Sehingga tanggal 3 Desember merupakan hari yang punya 'Makna Khusus' bagi warga Departemen Pekerjaan Umum. Karena pada tanggal tersebut gugur tujuh orang karyawan yang berjuang mempertahankan markas Departemen PU di Kota Bandung yang dikenal sebagai "Gedung Sate". Peristiwa ini kemudian dikenang dan diperingati sebagai Hari Kebaktian Pekerjaan Uumum.
Peristiwa pertempuran di Gedung Sate bermula Setelah kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan, para pemuda pegawai Departemen Pekerjaan Umum tidak mau ketinggalan dengan pemuda-pemuda lainnya di kota Bandung. Gedung Sate, telah berhasil diambil alih oleh gerakan pemuda PU dari tangan Jepang.
Kewajiban mereka selanjutnya pada saat itu adalah mempertahankan dan memelihara apa yang telah diambil alih itu jangan sampai direbut kembali oleh musuh. Untuk dapat menyusun pertahanan yang kompak, maka gerakan pemuda ini lalu membentuk suatu seksi pertahanan yang dipersenjatai seperti granat, beberapa pucuk bedil dan senjata api lainnya hasil rampasan dari tentara Jepang.
Tanggal 4 Oktober 1945, kota Bandung dimasuki tentara Sekutu yang diikuti oleh serdadu Belanda dan NICA. Sejak saat itu suasana kota Bandung menjadi semakin tidak aman. Sejak itu pula gerakan pemuda pejuang harus berhadapan dengan tentara Jepang dan tentara Sekutu, Belanda serta NICA.
Dengan semakin gawatnya situasi pada waktu itu, para pegawai dari Kantor Pusat Departemen PU dibawah pimpinan Menteri Muda Perhubungan dan Pekerjaan Umum. Ir Pangeran Noor pada tanggal 20 Oktober telah mengangkat Sumpah Setia Kepada Pernerintah Republik Indonesia.
Tanggal 24 Nopernber 1945, dibagian utara kota, meletus suatu pertempuran yang hebat. Penduduk sekitarnya banyak yang mengungsi ke kota lain yang keadaannya masih aman. Waktu itu Gedung Sate dipertahankan oleh Gerakan Pemuda PU yang diperkuat oleh satu Pasukan Badan Perjoangan yang terdiri lebih kurang 40 orang dengan persenjataan yang agak lengkap.
Tanggal 29 Nopember 1945, Pasukan Badan Perjoangan tersebut ditarik dari Markas Pertahanan Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum.
Tanggal 3 Desember 1945, dini hari, waktu itu kantor Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum di jalan Diponegoro 22 Bandung yang dikenal dengan Gedung Sate itu hanya dipertahankan oleh 21 orang.
Tiba-tiba datang menyerbu sepasukan tentara Sekutu/Belanda dengan persenjataan yang berat dan modern. Walau pun demikian petugas yang mempertahankan Gedung Sate ini tak mau menyerah begitu saja. Mereka mengadakan perlawanan mati-matian dengan segala kekuatan yang dimiliki tetap mempertahankan kantor yang akan direbutnya itu.
Mereka dikepung rapat dan diserang dari segala penjuru. Pertempuran yang dahsyat itu memang tidak seimbang. Pertempuran ini baru berakhir pada pukul 14.00 WIB. Dalam pertempuran tersebut diketahui dari 21 orang pemuda 7 diantaranya hilang.
Satu orang luka-luka berat dan beberapa orang lainnya luka-luka ringan. Setelah dilakukan penelitian ternyata para pemuda yang hilang itu diketahui bernama, Didi Hardianto Kamarga, Muchtaruddin, Soehodo, Rio Soesilo, Soebengat, Ranu dan Soerjono.
Semula memang belum diketahui dengan pasti, dimana jenazah dari ketujuh orang pemuda ini berada. Baru pada bulan Agustus 1952 oleh beberapa bekas kawan seperjuangan mereka dicarinya di sekitar Gedung Sate, dan hasilnya hanya ditemukan empat jenazah yang sudah berupa kerangka. Keempat kerangka para suhada ini kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung.
Sebagai penghargaan atas jasa-jasa dari tiga orang lainnya yang kerangkanya belum ditemukan telah dibuatkan 2 tanda peringatan. Satu dipasang di dalam Gedung Sate dan lainnya berwujud sebuah Batu Alam yang besar ditandai dengan tulisan nama-nama ketujuh orang pahlawan tersebut yang ditempatkan di belakang halaman Gedung Sate.
Sumber:
wikipedia
bacaanyasejarah.blogspot
diolah dari berbagai sumber
(nag)