Korupsi Dana Bansos, Dada Sebut Tanggung Jawab Sekda
A
A
A
BANDUNG - Kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) tahun anggaran (TA) 2002-2008 di Pemkot Bandung masih bergulir. Mantan Wali Kota Bandung, Dada Rosada, hadir sebagai saksi sidang kasus bansos dengan terdakwa Amar Kasmaran. Sidang tersebut dipimpin ketua majelis hakim Sri Mumpuni di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Bandung, Jalan RE Martadinata, Rabu (13/12/2017).
Saat ditanya tim jaksa penuntut umum (JPU) yang diketuai Melur Kimaharandika dan kuasa hukum Amar Kasmaran, terkait penanggung jawab utama pengelolaan dana bansos 2007-2008, Dada mengatakan, dana bansos baru ada sejak 2007 atau saat Edi Siswadi menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung.
Karena itu, kata Dada, semua pengelolaan dana dan penanggung jawab anggaran di Pemkot Bandung adalah Sekda Edi Siswadi. Berdasarkan perhitungan BPK Jabar, akibat penyelewengan, negara dirugikan sekitar Rp40 miliar. Diketahui, Dada Rosada dan Edi Siswadi merupakan terpidana kasus suap hakim kasus korupsi bansos TA 2009-2010, Setiabudi Tejocahyono yang memimpin persidangan terdakwa Yanos cs. Dalam kasus bansos tersebut, negara mengalami kerugian sekitar Rp7,4 miliar.
Saat menjadi saksi di persidangan sebelumnya, Edi Siswadi mengaku, sistem pencatutan nama (PNS) penerima bansos sudah ada sejak dirinya belum menjadi sekda. Edi mengaku baru bisa mengubah sistem tersebut pada tahun anggaran 2008.
Namun semua kesaksian Edi dibantah Dada Rosada saat. Menurut Dada, Dana bansos itu mulai bergulir sejak 2007 atau saat Edi Siswadi menjadi Sekda Kota Bandung. Sebab, pada 2006 saat Sekda dijabat Maman, belum ada peraturan pemerintah soal pengucuran dana bansos untuk masyarakat.
“Pada 2006 belum ada bansos. Bansos baru ada setelah Edi jadi Sekda pada 2007. Pak Edi tidak bisa mengikuti (Aturan) dana bansos sebelumnya. Karena memang sebelumnya tidak ada bansos,” kata Dada.
Dada mengemukakan, dana bansos itu baru ada setelah Permendagri 2006. Sebagai Wali Kota, dia tidak masuk dalam tim TAPD. Semua pengelola anggaran atau kuasa pengguna anggaran ada di tangan Sekda yang saat itu dijabat Edi Siswadi.
Wali Kota, ujar Dada, hanya menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana secara global saat sidang paripurna di DPRD Kota Bandung. “Semua yang tanda tangan (bansos dan penggunaan anggaran) Sekda. Di situ tidak ada tanda tangan Wali Kota,” tandas Dada.
Soal nama PNS dicatut dalam daftar penerima dana bantuan sosial (bansos), mantan Wali Kota Bandung Dada Rosada mengaku itu tidak dibenarkan dalam aturan. Dada pun mengaku heran adanya kerugian bansos 2007-2008. Padahal sebelumnya dari laporan BPK dan Inspektorat bahkan laporan DPRD tidak ada temuan.
Dada mengaku baru tahu ada penyelewengan dana bansos 2007-2008 dengan kerugian Rp40 miliar lebih dari media setelah ada persidangan. Padahal sebelumnya telah diperiksa oleh BPK dan hasilnya tidak ada temuan. ”Saya juga aneh, BPK, Inspektorat, dan dewan menerima (LPJ), dan tiba-tiba belakangan muncul kerugian (negara),” tuturnya.
Dada mengaku tidak bisa menolak jika ada masyarakat yang langsung memberikan proposal bantuan dana bansos kepada dirinya saat melakukan kunjungan kerja ke masyarakat. ”Namun secara kenyataan banyak yang menerima. Disitulah timbulnya kerugian negara,” ungkapnya.
Saat ditanya tim jaksa penuntut umum (JPU) yang diketuai Melur Kimaharandika dan kuasa hukum Amar Kasmaran, terkait penanggung jawab utama pengelolaan dana bansos 2007-2008, Dada mengatakan, dana bansos baru ada sejak 2007 atau saat Edi Siswadi menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung.
Karena itu, kata Dada, semua pengelolaan dana dan penanggung jawab anggaran di Pemkot Bandung adalah Sekda Edi Siswadi. Berdasarkan perhitungan BPK Jabar, akibat penyelewengan, negara dirugikan sekitar Rp40 miliar. Diketahui, Dada Rosada dan Edi Siswadi merupakan terpidana kasus suap hakim kasus korupsi bansos TA 2009-2010, Setiabudi Tejocahyono yang memimpin persidangan terdakwa Yanos cs. Dalam kasus bansos tersebut, negara mengalami kerugian sekitar Rp7,4 miliar.
Saat menjadi saksi di persidangan sebelumnya, Edi Siswadi mengaku, sistem pencatutan nama (PNS) penerima bansos sudah ada sejak dirinya belum menjadi sekda. Edi mengaku baru bisa mengubah sistem tersebut pada tahun anggaran 2008.
Namun semua kesaksian Edi dibantah Dada Rosada saat. Menurut Dada, Dana bansos itu mulai bergulir sejak 2007 atau saat Edi Siswadi menjadi Sekda Kota Bandung. Sebab, pada 2006 saat Sekda dijabat Maman, belum ada peraturan pemerintah soal pengucuran dana bansos untuk masyarakat.
“Pada 2006 belum ada bansos. Bansos baru ada setelah Edi jadi Sekda pada 2007. Pak Edi tidak bisa mengikuti (Aturan) dana bansos sebelumnya. Karena memang sebelumnya tidak ada bansos,” kata Dada.
Dada mengemukakan, dana bansos itu baru ada setelah Permendagri 2006. Sebagai Wali Kota, dia tidak masuk dalam tim TAPD. Semua pengelola anggaran atau kuasa pengguna anggaran ada di tangan Sekda yang saat itu dijabat Edi Siswadi.
Wali Kota, ujar Dada, hanya menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana secara global saat sidang paripurna di DPRD Kota Bandung. “Semua yang tanda tangan (bansos dan penggunaan anggaran) Sekda. Di situ tidak ada tanda tangan Wali Kota,” tandas Dada.
Soal nama PNS dicatut dalam daftar penerima dana bantuan sosial (bansos), mantan Wali Kota Bandung Dada Rosada mengaku itu tidak dibenarkan dalam aturan. Dada pun mengaku heran adanya kerugian bansos 2007-2008. Padahal sebelumnya dari laporan BPK dan Inspektorat bahkan laporan DPRD tidak ada temuan.
Dada mengaku baru tahu ada penyelewengan dana bansos 2007-2008 dengan kerugian Rp40 miliar lebih dari media setelah ada persidangan. Padahal sebelumnya telah diperiksa oleh BPK dan hasilnya tidak ada temuan. ”Saya juga aneh, BPK, Inspektorat, dan dewan menerima (LPJ), dan tiba-tiba belakangan muncul kerugian (negara),” tuturnya.
Dada mengaku tidak bisa menolak jika ada masyarakat yang langsung memberikan proposal bantuan dana bansos kepada dirinya saat melakukan kunjungan kerja ke masyarakat. ”Namun secara kenyataan banyak yang menerima. Disitulah timbulnya kerugian negara,” ungkapnya.
(wib)