Ditolak Puskemas, Bayi 7 Bulan Penderita Muntaber Meninggal Dunia
A
A
A
BREBES - Bayi berusia 7 bulan, Icha Selvia meninggal, gara-gara tidak mendapatkan pertolongan medis ketika menderita sakit muntaber. Ibunda Icha, Emiti, warga Desa Sidamulya, Kecamatan Wanasari, Brebes, Jateng, sebenarnya sudah berusaha agar anaknya mendapakan pertolongan medis.
Namun, sayang saat dibawa ke Puskesmas Sidamulaya pada Sabtu 9 Desember 2017, justru ditolak oleh Petugas Puskemas. Alasanya hanya karena, Emiti tidak dapat menunjukan kartu Keluarga dan Icah belum memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS). Icha sendiri mulai terkena muntaber pada Jumat 8 Desember 2017.
Emiti sudah berusaha meminta kepada petugas agar anaknya mendapatkan pemeriksaan dari dokter yang ada di puskemas, namun usahanya sia-sia. Tangisan anaknya yang sudah dalam kondisi lemas, tidak mampu menggoyahkan hati para penjaga puskemas, dan tetap membiarkan Icha tanpa mendapatkan perawatan.
Gagal mendapatkan pengobatan di Puskemas, Emiti mencoba membawa Icha yang kondisinya semakin lemas ke tempat praktek bidan desa. Sayangnya, sang bidan ternyata sedang tidak ada di tepat. Demikian juga ketika dia mendatangi Polindes di balai desa setempat, ternyata juga tutup.
Emiti sebenarnya bisa saja membawa sang anak ke rumah sakit, namun karena tidak memiliki biaya, hal itu urung dilaksanakan. Terlebih dia di rumah hanya sendirian karena sang suami sedang merantau bekerja di kapal.
Dia hanya bisa pasrah melihat anaknya semakin lemas akibat muntaber yang dideritanya. Akhirnya Bayi mungil itu meninggal pada Minggu siang dan langsung dikuburkan pada sore harinya di TPU terdekat sore harinya.
Emiti mengakui mendapatkan penolakan dari Puskemas, dengan alasan tidak membawa KK dan hanya membawa KTP. "Kalaupun saya membawa KK belum tentu juga diterima karena Icha juga belum punya KIS karena masih dalam proses," katanya, Senin (11/12/2017).
Dia mengatakan, saat dirinya membawa Icah ke puskemas ada dua orang penjaga. Dua-duanya menolak memberikan akses pengobatan kepada Icha. Pengamat kebijakan publik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang M.Yulianto, mengaku cukup prihatin dengan peristiwa tersebut. Terlebih peristiwa yang menimpa Icha bukalah yang pertama kalinya.
Dia mengatakan, untuk kebijakan JKN KIS harusnya bisa lebih fleksibel terlebih ketika menyangkut nyawa orang. Tidak bisa, kata dia ketika ada orang yang hendak berobat dalam kondisi kritis kemudian ditolak hanya gara-gara kurang kelengkapan adminstrasi, seperti KK atau Kartu Indonesia Sehat.
"Harusnya bisa lebih fleksibel, yang terpenting adalah pasien mendapatkan penangan terlebih dahulu. Untuk urusan administrasi tentu pihak keluarga yang bertangungjawab untuk memenuhinya. Kalau tidak membawa KK atau kartu KIS bisa menyusul nanti setelah mendapatkan perawatan," katanya.
Namun, sayang saat dibawa ke Puskesmas Sidamulaya pada Sabtu 9 Desember 2017, justru ditolak oleh Petugas Puskemas. Alasanya hanya karena, Emiti tidak dapat menunjukan kartu Keluarga dan Icah belum memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS). Icha sendiri mulai terkena muntaber pada Jumat 8 Desember 2017.
Emiti sudah berusaha meminta kepada petugas agar anaknya mendapatkan pemeriksaan dari dokter yang ada di puskemas, namun usahanya sia-sia. Tangisan anaknya yang sudah dalam kondisi lemas, tidak mampu menggoyahkan hati para penjaga puskemas, dan tetap membiarkan Icha tanpa mendapatkan perawatan.
Gagal mendapatkan pengobatan di Puskemas, Emiti mencoba membawa Icha yang kondisinya semakin lemas ke tempat praktek bidan desa. Sayangnya, sang bidan ternyata sedang tidak ada di tepat. Demikian juga ketika dia mendatangi Polindes di balai desa setempat, ternyata juga tutup.
Emiti sebenarnya bisa saja membawa sang anak ke rumah sakit, namun karena tidak memiliki biaya, hal itu urung dilaksanakan. Terlebih dia di rumah hanya sendirian karena sang suami sedang merantau bekerja di kapal.
Dia hanya bisa pasrah melihat anaknya semakin lemas akibat muntaber yang dideritanya. Akhirnya Bayi mungil itu meninggal pada Minggu siang dan langsung dikuburkan pada sore harinya di TPU terdekat sore harinya.
Emiti mengakui mendapatkan penolakan dari Puskemas, dengan alasan tidak membawa KK dan hanya membawa KTP. "Kalaupun saya membawa KK belum tentu juga diterima karena Icha juga belum punya KIS karena masih dalam proses," katanya, Senin (11/12/2017).
Dia mengatakan, saat dirinya membawa Icah ke puskemas ada dua orang penjaga. Dua-duanya menolak memberikan akses pengobatan kepada Icha. Pengamat kebijakan publik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang M.Yulianto, mengaku cukup prihatin dengan peristiwa tersebut. Terlebih peristiwa yang menimpa Icha bukalah yang pertama kalinya.
Dia mengatakan, untuk kebijakan JKN KIS harusnya bisa lebih fleksibel terlebih ketika menyangkut nyawa orang. Tidak bisa, kata dia ketika ada orang yang hendak berobat dalam kondisi kritis kemudian ditolak hanya gara-gara kurang kelengkapan adminstrasi, seperti KK atau Kartu Indonesia Sehat.
"Harusnya bisa lebih fleksibel, yang terpenting adalah pasien mendapatkan penangan terlebih dahulu. Untuk urusan administrasi tentu pihak keluarga yang bertangungjawab untuk memenuhinya. Kalau tidak membawa KK atau kartu KIS bisa menyusul nanti setelah mendapatkan perawatan," katanya.
(wib)