Melihat Pengolahan Emas Tanpa Merkuri di Lebak
A
A
A
SERANG - Dikelilingi bukit dan keindahan alam yang indah, berdiri fasilitas pengolahan pertambangan emas tanpa merkuri yang modern.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membangun fasilitas tersebut untuk mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya yang dapat berdampak pada kesehatan dan kerusakan lingkungan.
Fasilitas tersebut ditarget akan beroperasi pada akhir tahun ini. Persiapan pun dilakukan seperti memberikan pelatihan dan sosialosasi kepada masyarakat dan penambang emas.
Kepala Subdirektorat Penanganan Bahan Berbahaya dan Beracun Kementrian LHK Edward Nixon Pakpahan mengatakan, bahwa pembangunan fasilitas pengolahan penambangan emas bebas merkuri salah satu cara untuk menghentikan penggunaan bahan kimia berbahaya oleh para penambang skala kecil.
"Teknologi kita adalah teknologi sianidasi, sianida dapat menangkap emas 80% dibandingkan dengan menggunakan merkuri yang hanya 40%," kata Nixon kepada wartawan.
Nantinya, fasilitas tersebut diharapkan dapat menghimpun para penambang emas skala kecil di sekitar lokasi di Kampung Sampay, Desa Lebak Situ, Kecamatan Lebak Gedong, Kabupaten Lebak.
Dalam sekali bekerja, kapasitas mesin 1,5 ton per jam, proses sianidasi akan dilakukan pada proses pengendapan. "Nanti ada pengikatan emas, nantinya ada karbon aktif dengan pemanasan bantuan borak, sehingga mendapatkan kualitas emas dengan baik,"
Selain itu, Fasilitas ini juga nantinya mampu memberikan dampak ekonomi yang lebih baik kepada penambang melalui kinerja perolehan emas yang lebib baik.
Meski pun sianida berbahaya, lanjut Nixon, dengan penanganan yang benar maka sianida tersebut tidak akan menjadi berbahaya melainkan menguntungkan.
"Sianida yang berbahaya dan beracun itu asam sianida (hcn), dalam prosesnya kita bagaimana agara tidak terbentuk hcn. Bagaimana agar tak terbntuk maka menjaga Ph nya," jelasnya.
Fasilitas pengolahan emas bebas merkuri juga akan dibangun di empat belas pertambangan emas di seluruh Indonesia yang sudah memiliki izin pertambangan rakyat. Seperti, di Aceh Jaya, Sijunjung, Kulonprogo, Minahasa Tenggara, Minahasa Selatan, Bolang Mongondow, Bolebolango, Konawe, Gorontalo, Kapuas Hulu , Banyumas, Pacitan, Tatelu, Sekotong.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membangun fasilitas tersebut untuk mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya yang dapat berdampak pada kesehatan dan kerusakan lingkungan.
Fasilitas tersebut ditarget akan beroperasi pada akhir tahun ini. Persiapan pun dilakukan seperti memberikan pelatihan dan sosialosasi kepada masyarakat dan penambang emas.
Kepala Subdirektorat Penanganan Bahan Berbahaya dan Beracun Kementrian LHK Edward Nixon Pakpahan mengatakan, bahwa pembangunan fasilitas pengolahan penambangan emas bebas merkuri salah satu cara untuk menghentikan penggunaan bahan kimia berbahaya oleh para penambang skala kecil.
"Teknologi kita adalah teknologi sianidasi, sianida dapat menangkap emas 80% dibandingkan dengan menggunakan merkuri yang hanya 40%," kata Nixon kepada wartawan.
Nantinya, fasilitas tersebut diharapkan dapat menghimpun para penambang emas skala kecil di sekitar lokasi di Kampung Sampay, Desa Lebak Situ, Kecamatan Lebak Gedong, Kabupaten Lebak.
Dalam sekali bekerja, kapasitas mesin 1,5 ton per jam, proses sianidasi akan dilakukan pada proses pengendapan. "Nanti ada pengikatan emas, nantinya ada karbon aktif dengan pemanasan bantuan borak, sehingga mendapatkan kualitas emas dengan baik,"
Selain itu, Fasilitas ini juga nantinya mampu memberikan dampak ekonomi yang lebih baik kepada penambang melalui kinerja perolehan emas yang lebib baik.
Meski pun sianida berbahaya, lanjut Nixon, dengan penanganan yang benar maka sianida tersebut tidak akan menjadi berbahaya melainkan menguntungkan.
"Sianida yang berbahaya dan beracun itu asam sianida (hcn), dalam prosesnya kita bagaimana agara tidak terbentuk hcn. Bagaimana agar tak terbntuk maka menjaga Ph nya," jelasnya.
Fasilitas pengolahan emas bebas merkuri juga akan dibangun di empat belas pertambangan emas di seluruh Indonesia yang sudah memiliki izin pertambangan rakyat. Seperti, di Aceh Jaya, Sijunjung, Kulonprogo, Minahasa Tenggara, Minahasa Selatan, Bolang Mongondow, Bolebolango, Konawe, Gorontalo, Kapuas Hulu , Banyumas, Pacitan, Tatelu, Sekotong.
(nag)