Memetik Hujan, Cara Warga Sleman Atasi Kesulitan Air
A
A
A
MENAMAKAN diri Sedekah Air Hujan, komunitas ini berupaya memanfaatkan air hujan kembali agar tidak terbuang percuma. Caranya dengan pemasangan instalasi pemanen air hujan yang didapat lewat arisan.
Pada musim kemarau masyarakat mengeluh kesulitan air. Ketika musim hujan datang, air berlimpah ruah, namun hanya menjadi air limpasan yang mengalir ke permukaan tanah sebelum akhirnya terbuang ke sungai. Alhasil ketika kemarau datang kembali, keluhan yang sama muncul lagi.
Ya, air hujan sama sekali tidak termanfaatkan secara efektif dan efisien. Berangkat dari kenyataan ini, para warga di Perumahan Jambusari Indah, Yogyakarta memutuskan untuk memanfaatkan air hujan dengan optimal lewat pemasangan instalasi pemanen air hujan.
Memanen air hujan adalah istilah lain dari mengelola. Saat hujan, air bisa ditangkap dan ditampung untuk kebutuhan mandi, cuci, dan sebagainya. Kelebihannya, dimasukkan ke tanah untuk mengisi air tanah. Perumahan Jambusari Indah dihuni sekitar 600 kepala keluarga (KK).
Dengan penduduk kurang lebih 3.000 orang, kebutuhan air diambil dari sumur dan PDAM. Di banyak titik terjadi penurunan air tanah dan kualitas air. Masalahnya, biaya yang dikeluarkan untuk pemasangan tersebut tidaklah sedikit, berkisar antara Rp1.500.000-Rp2.000.000.
Alhasil, warga sepakat untuk mengadakan arisan agar semua KK dapat merasakan manfaat air hujan di pekarangannya. “Sosialisasi tentang manfaat air hujan ini dilakukan saat bulan Ramadan 2016 dan 2017. Hasilnya banyak anggota masyarakat yang tertarik menggunakan air hujan,” kata Dr-Ing Ir Agus Maryono, anggota Ground Water Working Group Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada kepada KORAN SINDO saat ditemui di Perumahan Jambusari.
Selanjutnya, dia menuturkan, warga sepakat membuat arisan pembuatan instalasi pemanen air hujan pada tahun 2016. Arisan tersebut berjalan dengan baik, sudah tersedia sembilan instalasi yang terpasang.
Instalasi tersebut dipasang menggunakan Gama Rain Filter, yang dirancang oleh Agus sendiri dan sudah dipatenkan. Dengan menyisihkan Rp200.000, para anggota tinggal menunggu giliran dapat arisan.
Menurut Agus, dalam waktu satu setengah jam, air hujan yang dipanen dapat menghasilkan tiga meter kubik volume air. Sejauh ini sudah terpasang sembilan instalasi pemanen air hujan dan grup arisan komunitas ini bertambah lagi dengan jumlah anggota 10 orang.
Targetnya dalam lima tahun, semua KK sudah memasang instalasi ini. Kesuksesan program arisan di perumahan tersebut mengundang ketertarikan warga di perumahan lain.
“Sekarang sudah ada delapan Gerakan Memanen Air Hujan Indonesia yang tersebar di beberapa daerah seperti di Sleman, Klaten, Magelang, dan Bima,” kata dosen Jurusan Teknik Sipil UGM ini.
Nah yang unik, di Sleman, komunitas yang menamakan diri Banyu Bening selain memasang instalasi, juga menambahkan pemasangan aliran listrik. Dengan begitu, air hujan yang sudah ditampung di penampungan, kemudian disetrum atau dialiri listrik agar PH air menjadi tinggi dan berubah menjadi air alkali.
Air yang sudah disetrum ini diyakini berkhasiat bagi kesehatan. “Banyak warga yang datang untuk minum airnya dan merasakan manfaat kesehatannya,” tutur Agus. Dibandingkan air tanah, bakteri air hujan jauh lebih rendah.
Memanen air hujan selain bertujuan menampung air, juga dapat meningkatkan kualitas air tanah. Air tanah yang disuntik dengan air hujan konsentrasi bakteri e-coli nya berkurang. Di samping itu pembangunan instalasi panen air hujan diharapkan dapat mengatasi banjir lokal, dan meningkatkan volume air tanah.
“Masyarakat juga selayaknya berpikir tentang keberlangsungan air bersih dan jangan hanya mengharapkan pemerintah,” tutur Agus.(Sri Noviarni)
Pada musim kemarau masyarakat mengeluh kesulitan air. Ketika musim hujan datang, air berlimpah ruah, namun hanya menjadi air limpasan yang mengalir ke permukaan tanah sebelum akhirnya terbuang ke sungai. Alhasil ketika kemarau datang kembali, keluhan yang sama muncul lagi.
Ya, air hujan sama sekali tidak termanfaatkan secara efektif dan efisien. Berangkat dari kenyataan ini, para warga di Perumahan Jambusari Indah, Yogyakarta memutuskan untuk memanfaatkan air hujan dengan optimal lewat pemasangan instalasi pemanen air hujan.
Memanen air hujan adalah istilah lain dari mengelola. Saat hujan, air bisa ditangkap dan ditampung untuk kebutuhan mandi, cuci, dan sebagainya. Kelebihannya, dimasukkan ke tanah untuk mengisi air tanah. Perumahan Jambusari Indah dihuni sekitar 600 kepala keluarga (KK).
Dengan penduduk kurang lebih 3.000 orang, kebutuhan air diambil dari sumur dan PDAM. Di banyak titik terjadi penurunan air tanah dan kualitas air. Masalahnya, biaya yang dikeluarkan untuk pemasangan tersebut tidaklah sedikit, berkisar antara Rp1.500.000-Rp2.000.000.
Alhasil, warga sepakat untuk mengadakan arisan agar semua KK dapat merasakan manfaat air hujan di pekarangannya. “Sosialisasi tentang manfaat air hujan ini dilakukan saat bulan Ramadan 2016 dan 2017. Hasilnya banyak anggota masyarakat yang tertarik menggunakan air hujan,” kata Dr-Ing Ir Agus Maryono, anggota Ground Water Working Group Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada kepada KORAN SINDO saat ditemui di Perumahan Jambusari.
Selanjutnya, dia menuturkan, warga sepakat membuat arisan pembuatan instalasi pemanen air hujan pada tahun 2016. Arisan tersebut berjalan dengan baik, sudah tersedia sembilan instalasi yang terpasang.
Instalasi tersebut dipasang menggunakan Gama Rain Filter, yang dirancang oleh Agus sendiri dan sudah dipatenkan. Dengan menyisihkan Rp200.000, para anggota tinggal menunggu giliran dapat arisan.
Menurut Agus, dalam waktu satu setengah jam, air hujan yang dipanen dapat menghasilkan tiga meter kubik volume air. Sejauh ini sudah terpasang sembilan instalasi pemanen air hujan dan grup arisan komunitas ini bertambah lagi dengan jumlah anggota 10 orang.
Targetnya dalam lima tahun, semua KK sudah memasang instalasi ini. Kesuksesan program arisan di perumahan tersebut mengundang ketertarikan warga di perumahan lain.
“Sekarang sudah ada delapan Gerakan Memanen Air Hujan Indonesia yang tersebar di beberapa daerah seperti di Sleman, Klaten, Magelang, dan Bima,” kata dosen Jurusan Teknik Sipil UGM ini.
Nah yang unik, di Sleman, komunitas yang menamakan diri Banyu Bening selain memasang instalasi, juga menambahkan pemasangan aliran listrik. Dengan begitu, air hujan yang sudah ditampung di penampungan, kemudian disetrum atau dialiri listrik agar PH air menjadi tinggi dan berubah menjadi air alkali.
Air yang sudah disetrum ini diyakini berkhasiat bagi kesehatan. “Banyak warga yang datang untuk minum airnya dan merasakan manfaat kesehatannya,” tutur Agus. Dibandingkan air tanah, bakteri air hujan jauh lebih rendah.
Memanen air hujan selain bertujuan menampung air, juga dapat meningkatkan kualitas air tanah. Air tanah yang disuntik dengan air hujan konsentrasi bakteri e-coli nya berkurang. Di samping itu pembangunan instalasi panen air hujan diharapkan dapat mengatasi banjir lokal, dan meningkatkan volume air tanah.
“Masyarakat juga selayaknya berpikir tentang keberlangsungan air bersih dan jangan hanya mengharapkan pemerintah,” tutur Agus.(Sri Noviarni)
(amm)