Pilgub Jatim, Gerindra Gabung Demokrat atau Bentuk Poros Baru?
A
A
A
SURABAYA - Partai Demokrat (13 kursi) hampir pasti berada satu barisan dengan Partai Golkar (11), Nasdem (4), PPP (5), dan Hanura (2) untuk mendukung Khofifah Indar Parawansa pada Pilgub Jatim 2018. Saat ini kelima partai tengah memantapkan komunikasi sebelum deklarasi menjelang pendaftaran Januari mendatang.
Lantas bagaimana dengan Partai Gerindra (13) yang dari awal membidik Khofifah? Belum ada sikap resmi dari Partai Gerindra mengenai arah koalisi itu. Beredar kabar bahwa partai besutan Prabowo Subianto ini akan membentuk poros baru untuk mengusung calon sendiri.
Sikap ini muncul lantaran Khofifah lebih dahulu masuk ke dalam penjaringan Partai Demokrat. Padahal, Gerindra berkeinginan menjadi partai pengusung pertama, sekaligus juga motor koalisi. "Gerindra ini kalah start dengan Demokrat. Sehingga ewuh pakewuh," kata Pengamat Politik Universitas Airlangga Hari Fitrianto, Kamis (5/10/2017).
Hari menilai, bergabungnya Khofifah ke Partai Demokrat tidak lepas dari peran Presiden Jokowi dan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Hal itu terkait kepentingan Pilpres 2019. Nah, posisi ini yang sedikit menyulitkan Gerindra dan ketua umumnya, Prabowo Subianto. Sebab, mantan Danjen Kopassus ini berencana untuk maju Pilpres 2019.
"Itu artinya, Gerindra akan menjadi seteru Demokrat beserta koalisinya. Bila ini benar, kecil kemungkinan Gerindra akan bergabung dengan Demokrat mendukung Khofifah. Dia pasti akan mengusung calon sendiri. Misalnya bergabung dengan PAN (7) dan PKS (6). Calonnya bisa Ketua Kadin La Nyalla Mattalitti dengan Bupati Bojonegoro Suyoto," tegas dosen muda ini.
Hari menilai, pasangan La Nyalla-Suyoto tidak kalah kompetitif dengan Khofifah maupun Gus Ipul. Apalagi, Suyoto juga punya basis massa cukup besar di Muhammadiyah. "Saya yakin, kalau Suyoto maju, suara Muhammadiyah akan utuh. Dan, ini akan sangat potensial. Sebab, suara NU akan pecah ke Gus Ipul dan Khofifah," tutur pria berkacamata ini.
Namun, bila Gerindra tetap menginginkan Khofifah, harus segera menjalin komunikasi dengan Partai Demokrat. Menurut Pengamat Politik Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Surochim Abdussalam, Gerindra harus merapat ke Demokrat untuk memenuhi keinginan itu.
Sebab, lanjut Surochim, dalam etika politik siapa pemilik kursi terbanyak dialah yang akan menjadi motor koalisi, serta dihitung siapa yang lebih dulu menggaet calon. "Mau enggak mau (Gerindra) harus legowo jika masuk koalisi dengan Demokrat. Legowo untuk tidak mendapat jatah cawagub," katanya.
Jika Gerindra akhirnya merapat ke "Poros Demokrat", kontestan Pilgub Jatim 2018 kemungkinan hanya dua pasangan calon (paslon), dengan asumsi PKB dan PDIP mengusung Saifullah Yusuf. Sementara PAN (7 kursi) dan PKS (6) harus melebur di antara poros tersebut, karena kalaupun keduanya berkoalisi, jumlah kursi tidak mencukupi untuk mengusung paslon sendiri.
Namun, sikap menunggu masih ditunjukkan DPD Partai Gerindra Jatim lantaran Khofifah dinilai belum gamblang menyatakan maju di Pilgub Jatim 2018. "Kita juga enggak mungkin mendorong. Semua harus dari kemauannya sendiri dan yang jelas pilihan Gerindra adalah kader NU," kata Ketua DPD Partai Gerindra Jatim Soepriyatno.
Dia juga tidak melihat Khofifah sebagai representasi Presiden Joko Widodo. "Saya tidak melihat itu, siapa pun yang dinilai mampu membangun Jatim dan mengedepankan rakyat, itu yang kami pilih," tandasnya.
Sekretaris DPD Partai Gerindra Jatim Anwar Shadad menilai, keputusan Khofifah untuk mendaftar ke Demokrat adalah langkah yang lebih maju. Sebab, selama ini Khofifah belum memberi ketegasan mengenai sikap politiknya itu.
"Alasannya cek sound lah, masih mengamati lah. Nah, kalau sudah daftar gini kan mulai jelas. Bagi Gerindra kita realistis saja, secara internal memang cenderung dukung Bu Khofifah. Cuma kan kita nggak bisa maksa-maksa untuk beliau segera deklarasi, kembali ke Bu Khofifah sendiri," katanya.
Meski begitu, politisi yang juga keluarga besar Ponpes Sidogiri Pasuruan ini menegaskan bahwa partainya sangat senang jika memang Khofifah serius mendaftar sebagai cagub. "Paling tidak, sekarang sudah ada dua calon. Bukan calon tunggal lagi," ujarnya.
Lantas bagaimana dengan Partai Gerindra (13) yang dari awal membidik Khofifah? Belum ada sikap resmi dari Partai Gerindra mengenai arah koalisi itu. Beredar kabar bahwa partai besutan Prabowo Subianto ini akan membentuk poros baru untuk mengusung calon sendiri.
Sikap ini muncul lantaran Khofifah lebih dahulu masuk ke dalam penjaringan Partai Demokrat. Padahal, Gerindra berkeinginan menjadi partai pengusung pertama, sekaligus juga motor koalisi. "Gerindra ini kalah start dengan Demokrat. Sehingga ewuh pakewuh," kata Pengamat Politik Universitas Airlangga Hari Fitrianto, Kamis (5/10/2017).
Hari menilai, bergabungnya Khofifah ke Partai Demokrat tidak lepas dari peran Presiden Jokowi dan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Hal itu terkait kepentingan Pilpres 2019. Nah, posisi ini yang sedikit menyulitkan Gerindra dan ketua umumnya, Prabowo Subianto. Sebab, mantan Danjen Kopassus ini berencana untuk maju Pilpres 2019.
"Itu artinya, Gerindra akan menjadi seteru Demokrat beserta koalisinya. Bila ini benar, kecil kemungkinan Gerindra akan bergabung dengan Demokrat mendukung Khofifah. Dia pasti akan mengusung calon sendiri. Misalnya bergabung dengan PAN (7) dan PKS (6). Calonnya bisa Ketua Kadin La Nyalla Mattalitti dengan Bupati Bojonegoro Suyoto," tegas dosen muda ini.
Hari menilai, pasangan La Nyalla-Suyoto tidak kalah kompetitif dengan Khofifah maupun Gus Ipul. Apalagi, Suyoto juga punya basis massa cukup besar di Muhammadiyah. "Saya yakin, kalau Suyoto maju, suara Muhammadiyah akan utuh. Dan, ini akan sangat potensial. Sebab, suara NU akan pecah ke Gus Ipul dan Khofifah," tutur pria berkacamata ini.
Namun, bila Gerindra tetap menginginkan Khofifah, harus segera menjalin komunikasi dengan Partai Demokrat. Menurut Pengamat Politik Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Surochim Abdussalam, Gerindra harus merapat ke Demokrat untuk memenuhi keinginan itu.
Sebab, lanjut Surochim, dalam etika politik siapa pemilik kursi terbanyak dialah yang akan menjadi motor koalisi, serta dihitung siapa yang lebih dulu menggaet calon. "Mau enggak mau (Gerindra) harus legowo jika masuk koalisi dengan Demokrat. Legowo untuk tidak mendapat jatah cawagub," katanya.
Jika Gerindra akhirnya merapat ke "Poros Demokrat", kontestan Pilgub Jatim 2018 kemungkinan hanya dua pasangan calon (paslon), dengan asumsi PKB dan PDIP mengusung Saifullah Yusuf. Sementara PAN (7 kursi) dan PKS (6) harus melebur di antara poros tersebut, karena kalaupun keduanya berkoalisi, jumlah kursi tidak mencukupi untuk mengusung paslon sendiri.
Namun, sikap menunggu masih ditunjukkan DPD Partai Gerindra Jatim lantaran Khofifah dinilai belum gamblang menyatakan maju di Pilgub Jatim 2018. "Kita juga enggak mungkin mendorong. Semua harus dari kemauannya sendiri dan yang jelas pilihan Gerindra adalah kader NU," kata Ketua DPD Partai Gerindra Jatim Soepriyatno.
Dia juga tidak melihat Khofifah sebagai representasi Presiden Joko Widodo. "Saya tidak melihat itu, siapa pun yang dinilai mampu membangun Jatim dan mengedepankan rakyat, itu yang kami pilih," tandasnya.
Sekretaris DPD Partai Gerindra Jatim Anwar Shadad menilai, keputusan Khofifah untuk mendaftar ke Demokrat adalah langkah yang lebih maju. Sebab, selama ini Khofifah belum memberi ketegasan mengenai sikap politiknya itu.
"Alasannya cek sound lah, masih mengamati lah. Nah, kalau sudah daftar gini kan mulai jelas. Bagi Gerindra kita realistis saja, secara internal memang cenderung dukung Bu Khofifah. Cuma kan kita nggak bisa maksa-maksa untuk beliau segera deklarasi, kembali ke Bu Khofifah sendiri," katanya.
Meski begitu, politisi yang juga keluarga besar Ponpes Sidogiri Pasuruan ini menegaskan bahwa partainya sangat senang jika memang Khofifah serius mendaftar sebagai cagub. "Paling tidak, sekarang sudah ada dua calon. Bukan calon tunggal lagi," ujarnya.
(zik)