12 Juta Bidang Tanah Belum Disertifikasi di Jawa Barat
A
A
A
BANDUNG - Pemprov Jawa Barat terus mendorong sertifikasi tanah di Provinsi Jabar. Karena, dari 19 juta bidang tanah di Jabar, baru tujuh juta bidang tanah yang telah tersertifikasi. "Tahun ini ada 800.000 (bidang tanah tersertifikasi). Kalau tahun ini 800.000, tahun depannya lagi harus bertambah jadi 1 juta. Artinya, kalau 1 juta (setiap tahun) itu masih 11 tahun lagi. Jadi tahun 2019 itu harus lebih besar lagi target sertifikasinya," ungkap Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar seusai memimpin Upacara Hari Agraria Nasional Tahun 2017 di Kantor Wilayah Agraria Tata Ruang/Kantor Pertanahan Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Senin (25/9/2017).
"Apapun akan kita dukung (untuk program sertifikasi tanah), tergantung apa yang dibutuhkan oleh ATR/BPN. Saya kira ini (sertifikasi tanah) adalah kepastian hukum disamping ada keuntungan ekonomi yang bisa dimanfaatkan oleh para pemilik tanah," kata Deddy.
Deddy pun berpesan agar pemerintah kabupaten/kota di Jabar yang notabene memiliki data-data pertanahan di daerahnya membantu tugas Kantor ATR/BPN, sehingga sertifikasi bidang tanah di daerahnya masing-masing bisa terus ditingkatkan.
"Sehingga, (masyarakat) betul-betul nanti terhindar dari perselisihan yang tidak perlu. Dan juga masyarakat bisa memanfaatkan tanahnya untuk kepentingan pemberdayaan ekonomi yang memang harus kita dorong. Sehingga, akses (masyarakat) kepada lembaga keuangan pun akan semakin terbuka," tuturnya.
Hari Agraria Nasional tahun ini mengusung tema "Sertifikasi Tanah dan Penataan Tata Ruang Untuk Kesejahteraan Rakyat". Lewat tema tersebut, Kementerian ATR/BPN, pemerintah provinsi, kabupaten/kota, para stakeholder, serta seluruh lapisan masyarakat dituntut berperan aktif menyukseskan program strategis nasional di bidang pertanahan dan penataan ruang yang lebih berkualitas.
Sementara itu, dalam sambutannya yang dibacakan Deddy Mizwar, Menteri ATR/BPN Sofyan A Djalil menyebutkan, konflik pertanahan dan partisipasi masyarakat dalam sistem keuangan modern terkendala oleh terbatasnya jumlah tanah yang sudah terdaftar dan bersertifikat.
Selain itu, pembangunan infrastruktur nasional terkadang juga terhambat oleh permasalahan pengadaan tanah serta rencana tata ruang wilayah yang belum mampu menjadi pedoman dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
"Reforma agraria merupakan suatu proses yang berkesinambungan demi kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dalam bidang pertanahan dalam rangka mencapai kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia," jelasnya.
Oleh karenanya, pemerintah pusat melalui Kementerian ATR/BPN tengah fokus pada Program Reforma Agraria untuk mengurangi ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah, pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan aset tanah, serta penguatan hak masyarakat atas tanah/hutan adat.
"Apapun akan kita dukung (untuk program sertifikasi tanah), tergantung apa yang dibutuhkan oleh ATR/BPN. Saya kira ini (sertifikasi tanah) adalah kepastian hukum disamping ada keuntungan ekonomi yang bisa dimanfaatkan oleh para pemilik tanah," kata Deddy.
Deddy pun berpesan agar pemerintah kabupaten/kota di Jabar yang notabene memiliki data-data pertanahan di daerahnya membantu tugas Kantor ATR/BPN, sehingga sertifikasi bidang tanah di daerahnya masing-masing bisa terus ditingkatkan.
"Sehingga, (masyarakat) betul-betul nanti terhindar dari perselisihan yang tidak perlu. Dan juga masyarakat bisa memanfaatkan tanahnya untuk kepentingan pemberdayaan ekonomi yang memang harus kita dorong. Sehingga, akses (masyarakat) kepada lembaga keuangan pun akan semakin terbuka," tuturnya.
Hari Agraria Nasional tahun ini mengusung tema "Sertifikasi Tanah dan Penataan Tata Ruang Untuk Kesejahteraan Rakyat". Lewat tema tersebut, Kementerian ATR/BPN, pemerintah provinsi, kabupaten/kota, para stakeholder, serta seluruh lapisan masyarakat dituntut berperan aktif menyukseskan program strategis nasional di bidang pertanahan dan penataan ruang yang lebih berkualitas.
Sementara itu, dalam sambutannya yang dibacakan Deddy Mizwar, Menteri ATR/BPN Sofyan A Djalil menyebutkan, konflik pertanahan dan partisipasi masyarakat dalam sistem keuangan modern terkendala oleh terbatasnya jumlah tanah yang sudah terdaftar dan bersertifikat.
Selain itu, pembangunan infrastruktur nasional terkadang juga terhambat oleh permasalahan pengadaan tanah serta rencana tata ruang wilayah yang belum mampu menjadi pedoman dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
"Reforma agraria merupakan suatu proses yang berkesinambungan demi kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dalam bidang pertanahan dalam rangka mencapai kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia," jelasnya.
Oleh karenanya, pemerintah pusat melalui Kementerian ATR/BPN tengah fokus pada Program Reforma Agraria untuk mengurangi ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah, pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan aset tanah, serta penguatan hak masyarakat atas tanah/hutan adat.
(sms)