Pengadilan Tinggi Bisa Koreksi Putusan Hakim yang Diduga Janggal
A
A
A
JAWA BARAT - Pengadilan Tinggi dapat mengoreksi penerapan hukum yang dilakukan oleh hakim di tingkat pengadilan negeri (PN).
Pengadilan Tinggi (PT) akan melakukan koreksi jika ada dugaan kesalahan dalam penerapan hukum.
Pendapat itu disampaikan mantan Ketua Komisi Nasional (Komnas) HAM Ifdhal Kasim, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (20/9/2017) saat dimintai tanggapan wartawan mengenai dugaan kejanggalan persidangan di PN Bandung, Jawa Barat belum lama ini mengenai perkara gugatan aset nasionalisasi yang kini dikelola menjadi SMAK Dago.
"Pengadilan tinggi akan memeriksa di mana pelanggaran hukum acaranya. Apakah hakim membaca atau tidak perkara gugatan, apakah cermat atau tidak memeriksa bukti," ujar Ifdhal.
Dengan begitu, sambung dia, dugaan kejanggalan persidangan oleh majelis jakim di tingkat PN masih dapat dikoreksi di tingkat peradilan atasnya.
Ifdhal berpendapat perilaku hakim dalam persidangan diawasi serta terikat oleh standarisasi etika. Kode etik itu, kata dia, dirumuskan oleh asosiasi Hakim dan patut dipatuhi. "Artinya hakim harus tunduk kepada hukum acara perkara dalam persidangan," tuturnya.
Ifdhal menyarankan, kepada pihak bersengketa yang merasa dirugikan dalam dugaan kejanggalan persidangan sebab perilaku Hakim dapat mengadukannya ke Komisi Yudisial (KY). "Itu menjadi wilayah yang diteliti oleh KY," ucap Ifdhal.
Sebagai informasi belum lama ini berlangsung perkara gugatan aset nasionalisasi SMAK Dago di PN Bandung. Namun, Yayasan Badan Pendidikan Sekolah Menengah Kristen Jawa Barat (YBPSMKJB) sebagai pengelola SMAK Dago menduga ada kejanggalan dalam persidangan.
Kuasa Hukum YBPSMKJB Benny Wullur mengungkapkan rasa herannya sebab Majelis Hakim PN Bandung tidak pernah mengabulkan permintaan pihaknya untuk melihat surat kuasa dari Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK).
"Kemudian, setelah dilakukan inzage (permohonan melihat) ke PN Bandung, ternyata yang menandatangani surat kuasa bukan orang yang berhak karena namanya tidak tercantum dalam Akta Notaris Nomor 3 tanggal 18 November 2005," ujar Benny.
Pengadilan Tinggi (PT) akan melakukan koreksi jika ada dugaan kesalahan dalam penerapan hukum.
Pendapat itu disampaikan mantan Ketua Komisi Nasional (Komnas) HAM Ifdhal Kasim, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (20/9/2017) saat dimintai tanggapan wartawan mengenai dugaan kejanggalan persidangan di PN Bandung, Jawa Barat belum lama ini mengenai perkara gugatan aset nasionalisasi yang kini dikelola menjadi SMAK Dago.
"Pengadilan tinggi akan memeriksa di mana pelanggaran hukum acaranya. Apakah hakim membaca atau tidak perkara gugatan, apakah cermat atau tidak memeriksa bukti," ujar Ifdhal.
Dengan begitu, sambung dia, dugaan kejanggalan persidangan oleh majelis jakim di tingkat PN masih dapat dikoreksi di tingkat peradilan atasnya.
Ifdhal berpendapat perilaku hakim dalam persidangan diawasi serta terikat oleh standarisasi etika. Kode etik itu, kata dia, dirumuskan oleh asosiasi Hakim dan patut dipatuhi. "Artinya hakim harus tunduk kepada hukum acara perkara dalam persidangan," tuturnya.
Ifdhal menyarankan, kepada pihak bersengketa yang merasa dirugikan dalam dugaan kejanggalan persidangan sebab perilaku Hakim dapat mengadukannya ke Komisi Yudisial (KY). "Itu menjadi wilayah yang diteliti oleh KY," ucap Ifdhal.
Sebagai informasi belum lama ini berlangsung perkara gugatan aset nasionalisasi SMAK Dago di PN Bandung. Namun, Yayasan Badan Pendidikan Sekolah Menengah Kristen Jawa Barat (YBPSMKJB) sebagai pengelola SMAK Dago menduga ada kejanggalan dalam persidangan.
Kuasa Hukum YBPSMKJB Benny Wullur mengungkapkan rasa herannya sebab Majelis Hakim PN Bandung tidak pernah mengabulkan permintaan pihaknya untuk melihat surat kuasa dari Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK).
"Kemudian, setelah dilakukan inzage (permohonan melihat) ke PN Bandung, ternyata yang menandatangani surat kuasa bukan orang yang berhak karena namanya tidak tercantum dalam Akta Notaris Nomor 3 tanggal 18 November 2005," ujar Benny.
(dam)