Naudzubillah, Setubuhi Cucu Hingga Hamil, Kakek Ini Divonis 17 Tahun
A
A
A
BANGLI - Ni Made Nadiana Laisa Jro Dindin (59) divonis 17 tahun penjara karena menyetubuhi cucunya sendiri hingga hamil, Ni Luh Rian P (14).
Dalam sidang yang dipimpin AA Wiratjaya di Pengadilan Negeri Bangli, Provinsi Bali, Kamis (7/9/2017), terdakwa dinyatakan bersalah. Ditinjau dari aspek perbuatan terdakwa terhadap korban, kekerasan seksual terdap anak akan berdampak panjang. Korban akan mengalami ganguan psikologis.
Selain itu, korban akan mengalami tidak akan mempercayai orang, takut dalam berhubungan badan, depresi, harga diri yang rendah, merasa berdosa.
AA Wiratjaya menegaskan, akibat perbuatan terdakwa mengakibatkan korban hamil bahkan sampai melahirkan anaknya. Sehingga menyebabkan korban tidak bisa mengejar cita- citanya. Karena korban harus putus sekolah dan sibuk menyusui bayinya.
Dipandang dari aspek moral, agama dan masyarakat, perbuatan terdakwa yang memaksa korban melakukan hubungan seksual adalah suatu hal yang tidak bermoral, bejad. Ini merupakan dosa besar yang merusak keseimbangan alam sebagaimana konsep Tri Hita Karana.
"Dalam satu kitab suci atau lontar Slokantara 78 yang terjemahannya berbunyi Ia yang memperkosa putrinya sendiri atau ibunya sendiri atau memperkosa perempuan-perempuan lain yang sama kedudukanya yaitu wanita-wanita anak misan, atau bibi maka ia telah melakukan dosa terbesar," terangnya saat membacakan putusan.
Pihaknya menegaskan, sudah sangat jelas hubungan incest atau hubungan seks sedarah dalam kitab suci Hindu atau agama lainya termasuk dosa besar.
Sementara keadaan yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, berlaku sopan dan menyesali perbuatanya.
"Dengan ini kami menyatakan secara sah dan tegas bahwa terdakwa divonis hukuman 17 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan penjara," katanya.
Terdakwa melanggar pasal Pasal 81 ayat (3) UU No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dan UU No 8 Tahun 1981.
Putusan ini lebih berat dibandingikan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang hanya menuntut pelaku 15 tahun penjara.
Sementara itu, Direktur BLH APIK Bali, Ni Luh Putu Nilawati mengaku puas dengan vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa. “Kami sudah lumayan puas dengan vonis ini karena lebih tinggi dibandingkan dengan tuntutan JPU yang hanya 15 tahun. JPU hanya menuntut terdakwa 15 tahun penjara, itu tuntutan tidak maksimal,” paparnya.
Dalam sidang yang dipimpin AA Wiratjaya di Pengadilan Negeri Bangli, Provinsi Bali, Kamis (7/9/2017), terdakwa dinyatakan bersalah. Ditinjau dari aspek perbuatan terdakwa terhadap korban, kekerasan seksual terdap anak akan berdampak panjang. Korban akan mengalami ganguan psikologis.
Selain itu, korban akan mengalami tidak akan mempercayai orang, takut dalam berhubungan badan, depresi, harga diri yang rendah, merasa berdosa.
AA Wiratjaya menegaskan, akibat perbuatan terdakwa mengakibatkan korban hamil bahkan sampai melahirkan anaknya. Sehingga menyebabkan korban tidak bisa mengejar cita- citanya. Karena korban harus putus sekolah dan sibuk menyusui bayinya.
Dipandang dari aspek moral, agama dan masyarakat, perbuatan terdakwa yang memaksa korban melakukan hubungan seksual adalah suatu hal yang tidak bermoral, bejad. Ini merupakan dosa besar yang merusak keseimbangan alam sebagaimana konsep Tri Hita Karana.
"Dalam satu kitab suci atau lontar Slokantara 78 yang terjemahannya berbunyi Ia yang memperkosa putrinya sendiri atau ibunya sendiri atau memperkosa perempuan-perempuan lain yang sama kedudukanya yaitu wanita-wanita anak misan, atau bibi maka ia telah melakukan dosa terbesar," terangnya saat membacakan putusan.
Pihaknya menegaskan, sudah sangat jelas hubungan incest atau hubungan seks sedarah dalam kitab suci Hindu atau agama lainya termasuk dosa besar.
Sementara keadaan yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, berlaku sopan dan menyesali perbuatanya.
"Dengan ini kami menyatakan secara sah dan tegas bahwa terdakwa divonis hukuman 17 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan penjara," katanya.
Terdakwa melanggar pasal Pasal 81 ayat (3) UU No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dan UU No 8 Tahun 1981.
Putusan ini lebih berat dibandingikan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang hanya menuntut pelaku 15 tahun penjara.
Sementara itu, Direktur BLH APIK Bali, Ni Luh Putu Nilawati mengaku puas dengan vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa. “Kami sudah lumayan puas dengan vonis ini karena lebih tinggi dibandingkan dengan tuntutan JPU yang hanya 15 tahun. JPU hanya menuntut terdakwa 15 tahun penjara, itu tuntutan tidak maksimal,” paparnya.
(rhs)