Mahasiswa Minta Korupsi Proyek Pemecah Ombak Likupang Diusut
A
A
A
MANADO - Lambannya penuntasan kasus dugaan korupsi pemecah ombak Pantai Likupang, di Minahasa Utara (Minut) memantik reaksi mahasiswa dan aktivis korupsi di daerah tersebut. Sehingga ratusan massa yang terdiri dari mahasiswa dan LSM Bangkit Indonesia, menggelar demo di kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara (Sulut), Rabu (30/08/2017).
Kedatangan mereka untuk menuntut Kejaksaan segera menuntaskan dugaan kasus yang sudah cukup lama itu.
Perwakilan LSM Bangkit Indonesia, Marvil Rondonuwu menyampaikan aspirasi yang mereka sampaikan untuk menuntut Kejaksaan agar segera menuntaskan kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pemecah ombak di Pantai Likupang Minut agar segera ditetapkan tersangkanya karena semuanya sudah sangat jelas.
“Kami hanya meminta pihak Kejati transparan dan secepatnya menetapkan tersangka sesuai penegasan Kajati Sulut beberapa waktu lalu,” kata Rondonuwu.
Menurut dia, apabila tidak ada tindak lanjut dari Kejati terkait kasus yang melibatkan oknum Bupati ini. Pihaknya akan kembali menggelar aksi dengan massa yang lebih banyak.
“Kita semua memberikan ultimatum ke Kejati dua minggu dari sekarang. Apabila belum ada penetapan tersangka, demo lanjuta akan kami lagi sebagai dukungan untuk Kejati agar proses hukum berjalan,” tegasnya.
Sementara itu, Plh Asintel M Ilham, menjelaskan bahwa penyidikan kasus tersebut sampai saat ini masih terus berjalan.
“Tidak ada seorang pun memiliki kekebalan hukum. Akan tetapi dalam proses penetapan tersangka ada mekanisme dan aturan yang berlaku. Yang jelas kasus tersebut masih jalan,” kata Ilham saat menerima pendemo di halaman Kejati.
Pihaknya sampai saat ini masih menunggu hasil audit. Hasil audit ini akan menjadi satu alat bukti, untuk menentukan tersangka. Harus ada kerugian negara juga,” jelasnya.
Kasus ini sudah lama bergulir semenjak dilaporkan Ketua LSM MJKS, Stenly Towoliu ke pihak Kejati beberapa waktu lalu.
Dia mengadukan dugaan tindak pidana korupsi di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Minut ke Kejati. Dimana sekitar bulan Juni tahun 2016, ada pekerjaan pemecah ombak berbandrol Rp15 miliar.
Setelah melakukan klarifikasi kepada PPK di BPBD, ada oknum mengakui bahwa pekerjaan ini tidak melalui proses tender melainkan hanya dilakukan penunjukan langsung (PL) dengan dalih bahwa ini merupakan dana siaga bencana.
Kedatangan mereka untuk menuntut Kejaksaan segera menuntaskan dugaan kasus yang sudah cukup lama itu.
Perwakilan LSM Bangkit Indonesia, Marvil Rondonuwu menyampaikan aspirasi yang mereka sampaikan untuk menuntut Kejaksaan agar segera menuntaskan kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pemecah ombak di Pantai Likupang Minut agar segera ditetapkan tersangkanya karena semuanya sudah sangat jelas.
“Kami hanya meminta pihak Kejati transparan dan secepatnya menetapkan tersangka sesuai penegasan Kajati Sulut beberapa waktu lalu,” kata Rondonuwu.
Menurut dia, apabila tidak ada tindak lanjut dari Kejati terkait kasus yang melibatkan oknum Bupati ini. Pihaknya akan kembali menggelar aksi dengan massa yang lebih banyak.
“Kita semua memberikan ultimatum ke Kejati dua minggu dari sekarang. Apabila belum ada penetapan tersangka, demo lanjuta akan kami lagi sebagai dukungan untuk Kejati agar proses hukum berjalan,” tegasnya.
Sementara itu, Plh Asintel M Ilham, menjelaskan bahwa penyidikan kasus tersebut sampai saat ini masih terus berjalan.
“Tidak ada seorang pun memiliki kekebalan hukum. Akan tetapi dalam proses penetapan tersangka ada mekanisme dan aturan yang berlaku. Yang jelas kasus tersebut masih jalan,” kata Ilham saat menerima pendemo di halaman Kejati.
Pihaknya sampai saat ini masih menunggu hasil audit. Hasil audit ini akan menjadi satu alat bukti, untuk menentukan tersangka. Harus ada kerugian negara juga,” jelasnya.
Kasus ini sudah lama bergulir semenjak dilaporkan Ketua LSM MJKS, Stenly Towoliu ke pihak Kejati beberapa waktu lalu.
Dia mengadukan dugaan tindak pidana korupsi di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Minut ke Kejati. Dimana sekitar bulan Juni tahun 2016, ada pekerjaan pemecah ombak berbandrol Rp15 miliar.
Setelah melakukan klarifikasi kepada PPK di BPBD, ada oknum mengakui bahwa pekerjaan ini tidak melalui proses tender melainkan hanya dilakukan penunjukan langsung (PL) dengan dalih bahwa ini merupakan dana siaga bencana.
(sms)