Komisi VII DPR Gandeng KLH Telusuri Limbah Sungai di Jepara
A
A
A
KUDUS - Komisi VII DPR akan turun langsung ke Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Jateng) untuk menidaklanjuti persoalan dugaan pencemaran sungai akibat limbah industri maupun usaha rumahan di Sungai Kaligede, Kecamatan Pecangaan. Terkait hal itu, Komisi VII menggandeng Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang merupakan mitra kerjanya.
Seperti diberitakan SINDOnews pada Sabtu, 19 Agustus 2017, Sungai Kaligede Pecangaan, Jepara diduga kuat tercemar. Indikasinya air sungai berubah hitam pekat dan mengeluarkan bau tak sedap. Diduga, hal itu imbas dari aktivitas industri garmen maupun usaha pembuatan tahu dan tempe yang limbahnya dibuang ke Kaligede.
Anggota Komisi VII DPR Daryatmo Mardiyanto mengatakan, saat ini banyak bermunculan industri baru seiring meningkatnya daya pikat investasi di Kabupaten Jepara. Selain memiliki dampak positif mulai dari serapan tenaga kerja hingga geliat ekonomi masyarakat, kehadiran pabrik yang memproduksi garmen, sepatu, kabel dan lain sebagainya itu juga berpotensi memicu dampak negatif. Salah satunya, persoalan limbah industri yang tidak ramah lingkungan.
“Sejak 2015 sebenarnya sudah kami pantau. Belakangan ini kasus dugaan pencemaran di Kaligede Pecangaan muncul di berbagai media. Ini bisa jadi yang baru muncul karena mungkin saja yang lain juga seperti itu. Karena itu, kami akan turun bersama KLH di Jepara,” kata Daryatmo di Kudus, Kamis (24/8/2017).
Menurut dia, industri harus ramah lingkungan. Jika memang ada pelanggaran yang dilakukan, maka harus dilakukan upaya-upaya sesuai aturan yang berlaku. Hukum harus ditegakkan. "Limbah industri di Jepara jadi fokus kami. Sebelumnya kami sudah pernah turun melihat limbah rumah sakit, dan limbah udara usaha rumahan (pembuatan batu bata) di Jepara,” ujar politisi PDIP dari Dapil II Jateng (Jepara, Kudus dan Demak) ini.
Dia mendesak Pemkab Jepara harus serius terkait persoalan dugaan pencemaran Kaligede Pecangaan. Pemkab harus melakukan pengecekan ulang analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) industri. Hal ini penting agar tak ada kesan pemerintah memberikan toleransi yang tak semestinya kepada investor. “Jangan ada yang ditutup-tutupi, jika memang industri besar atau sektor usaha rumahan milik warga menjadi penyebab tercemarnya sungai. Sungai ini jadi sarana penghidupan dan aktivitas warga sekitar,” tandasnya.
Seperti diberitakan SINDOnews pada Sabtu, 19 Agustus 2017, Sungai Kaligede Pecangaan, Jepara diduga kuat tercemar. Indikasinya air sungai berubah hitam pekat dan mengeluarkan bau tak sedap. Diduga, hal itu imbas dari aktivitas industri garmen maupun usaha pembuatan tahu dan tempe yang limbahnya dibuang ke Kaligede.
Anggota Komisi VII DPR Daryatmo Mardiyanto mengatakan, saat ini banyak bermunculan industri baru seiring meningkatnya daya pikat investasi di Kabupaten Jepara. Selain memiliki dampak positif mulai dari serapan tenaga kerja hingga geliat ekonomi masyarakat, kehadiran pabrik yang memproduksi garmen, sepatu, kabel dan lain sebagainya itu juga berpotensi memicu dampak negatif. Salah satunya, persoalan limbah industri yang tidak ramah lingkungan.
“Sejak 2015 sebenarnya sudah kami pantau. Belakangan ini kasus dugaan pencemaran di Kaligede Pecangaan muncul di berbagai media. Ini bisa jadi yang baru muncul karena mungkin saja yang lain juga seperti itu. Karena itu, kami akan turun bersama KLH di Jepara,” kata Daryatmo di Kudus, Kamis (24/8/2017).
Menurut dia, industri harus ramah lingkungan. Jika memang ada pelanggaran yang dilakukan, maka harus dilakukan upaya-upaya sesuai aturan yang berlaku. Hukum harus ditegakkan. "Limbah industri di Jepara jadi fokus kami. Sebelumnya kami sudah pernah turun melihat limbah rumah sakit, dan limbah udara usaha rumahan (pembuatan batu bata) di Jepara,” ujar politisi PDIP dari Dapil II Jateng (Jepara, Kudus dan Demak) ini.
Dia mendesak Pemkab Jepara harus serius terkait persoalan dugaan pencemaran Kaligede Pecangaan. Pemkab harus melakukan pengecekan ulang analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) industri. Hal ini penting agar tak ada kesan pemerintah memberikan toleransi yang tak semestinya kepada investor. “Jangan ada yang ditutup-tutupi, jika memang industri besar atau sektor usaha rumahan milik warga menjadi penyebab tercemarnya sungai. Sungai ini jadi sarana penghidupan dan aktivitas warga sekitar,” tandasnya.
(mcm)