Proyek Lampuisasi Bikin Pusing Ratusan Kepala Desa di Mojokerto
A
A
A
MOJOKERTO - Ratusan kepala desa (kades) di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, dipusingkan proyek lampuisasi yang digulirkan Pemkab Mojokerto. Proyek beranggaran jumbo itu dinilai justru membebani anggaran desa.
Sejak tahun 2012, Bupati Mojokerto memang mencanangkan program lampuisasi di jalan protokol desa dengan anggaran per tahun mencapai kisaran Rp30 miliar. Program terus berlanjut hingga tahun ini dengan menyedot anggaran yang hampir sama setiap tahunnya. Sejak tahun 2016, proyek lampuisasi menyentuh hingga dusun. Setiap desa mendapatkan jatah 15 lampu. Tahun ini, jumlah itu ditambah lagi 15 lampu per dusun.
Bertahun-tahun program ini berjalan, Pemkab Mojokerto luput untuk menyertakan anggaran untuk pembelian tiang lampu penerangan jalan umum (LPJU) itu. Pemkab justru membebankan pengadaan tiang LPJU berikut instalasinya kepada masing-masing desa dengan anggaran yang tak sedikit. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) sendiri memberikan edaran bahwa biaya pemasangan LPJU yang dibebankan kepada desa mencapai angka Rp4.711.000 per titik lampu.
Besarnya anggaran yang dibutuhkan untuk pemasangan LPJU itu rupanya justru membebani desa. Bahkan beberapa desa memilih untuk tidak memasang lampu dengan status hibah itu hingga saat ini. Tak sedikit pula kades memilih untuk tidak mengambil lampu sesuai dengan jatah yang ditetapkan Pemkab Mojokerto dengan alasan tidak ada anggaran pemasangan. ”Kami dipaksa untuk menerima hibah lampu itu. Tahun pertama 15 unit per dusun, dan tahun ini ditambah lagi 15 unit,” kata Kepala Desa Mojodadi, Kecamatan Kemlagi Agus Suyitno, Senin (7/8/2017).
Ia juga mengaku, Pemkab Mojokerto tak memiliki petunjuk teknis dan anggaran untuk pemasangan LPJU tersebut. Desa tak mungkin mengalokasikan anggaran yang mencapai ratusan juta rupiah hanya untuk pengadaan tiang LPJU. Terlebih, anggaran APBDes sudah diplot untuk anggaran yang lebih penting. ”Kami hanya memasang beberapa saja. Ada yang diambilkan dari Dana Desa (DD), Alokasi Dana Desa (ADD) dan ada juga yang diambil dari bagi hasil pajak,” tandasnya.
Tak hanya dipusingkan dengan pemasangan dan instalasinya, pihak desa juga harus memikirkan biaya beban per bulan. Menurut informasi, satu lampu harus membayar biaya bulanan Rp300.000. ”Tapi saat ini, lampu itu kita pasang di aliran listrik PLN. Tidak tahu itu bagaimana statusnya. Tapi yang jelas jika harus membayar sendiri, desa jelas tidak mampu. Kalau 100 lampu, bisa dibayangkan untuk rekening PJU saja mencapai Rp300 juta,” paparnya.
Andik, Kades Pandanarum, Kecamatan Pacet, juga mengeluhkan hal yang sama. Menurutnya, pemasangan LPJU di kampung itu tak memiliki payung hukum sehingga rawan dibidik aparat penegak hukum (APH). Ia juga merasa terbebani dengan proyek hibah yang dipaksakan itu. ”Saya menerima 90 buah lampu. Tapi, belum kami pasang karena memang belum ada aturan bagaimana mekanisme pemasangannya. Terutama soal anggaran,” kata Andik.
Ia juga mengeluhkan jika nantinya rekening PJU dibebankan kepada pemerintah desa. Awal program ini berjalan, lanjut dia, Pemkab Mojokerto menjanjikan bakal memberikan anggaran khusus untuk pembayaran rekening PJU bulanan. Namun, sampai saat ini tidak ada realisasi. “Masa dana APBDes kita hanya untuk membayar rekening PJU saja. Ada beberapa desa yang menerima 100 lebih lampu. Bisa dibayangkan berapa anggaran bulanan untuk rekening listriknya,” tukasnya.
Sementara Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Mojokerto Supoyo mengatakan, masalah pemasangan LPJU dan beban berat pembayaran rekening bulanan ini bakal dibahas dengan semua kades. Rencananya, masalah ini akan disampaikan ke bupati karena masalah ini justru membuat kades takut melangkah. ”Bagaimana tidak takut, ada banyak yang tidak jelas dan ini justru memberatkan kami,” kata Supoyo.
Sejak tahun 2012, Bupati Mojokerto memang mencanangkan program lampuisasi di jalan protokol desa dengan anggaran per tahun mencapai kisaran Rp30 miliar. Program terus berlanjut hingga tahun ini dengan menyedot anggaran yang hampir sama setiap tahunnya. Sejak tahun 2016, proyek lampuisasi menyentuh hingga dusun. Setiap desa mendapatkan jatah 15 lampu. Tahun ini, jumlah itu ditambah lagi 15 lampu per dusun.
Bertahun-tahun program ini berjalan, Pemkab Mojokerto luput untuk menyertakan anggaran untuk pembelian tiang lampu penerangan jalan umum (LPJU) itu. Pemkab justru membebankan pengadaan tiang LPJU berikut instalasinya kepada masing-masing desa dengan anggaran yang tak sedikit. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) sendiri memberikan edaran bahwa biaya pemasangan LPJU yang dibebankan kepada desa mencapai angka Rp4.711.000 per titik lampu.
Besarnya anggaran yang dibutuhkan untuk pemasangan LPJU itu rupanya justru membebani desa. Bahkan beberapa desa memilih untuk tidak memasang lampu dengan status hibah itu hingga saat ini. Tak sedikit pula kades memilih untuk tidak mengambil lampu sesuai dengan jatah yang ditetapkan Pemkab Mojokerto dengan alasan tidak ada anggaran pemasangan. ”Kami dipaksa untuk menerima hibah lampu itu. Tahun pertama 15 unit per dusun, dan tahun ini ditambah lagi 15 unit,” kata Kepala Desa Mojodadi, Kecamatan Kemlagi Agus Suyitno, Senin (7/8/2017).
Ia juga mengaku, Pemkab Mojokerto tak memiliki petunjuk teknis dan anggaran untuk pemasangan LPJU tersebut. Desa tak mungkin mengalokasikan anggaran yang mencapai ratusan juta rupiah hanya untuk pengadaan tiang LPJU. Terlebih, anggaran APBDes sudah diplot untuk anggaran yang lebih penting. ”Kami hanya memasang beberapa saja. Ada yang diambilkan dari Dana Desa (DD), Alokasi Dana Desa (ADD) dan ada juga yang diambil dari bagi hasil pajak,” tandasnya.
Tak hanya dipusingkan dengan pemasangan dan instalasinya, pihak desa juga harus memikirkan biaya beban per bulan. Menurut informasi, satu lampu harus membayar biaya bulanan Rp300.000. ”Tapi saat ini, lampu itu kita pasang di aliran listrik PLN. Tidak tahu itu bagaimana statusnya. Tapi yang jelas jika harus membayar sendiri, desa jelas tidak mampu. Kalau 100 lampu, bisa dibayangkan untuk rekening PJU saja mencapai Rp300 juta,” paparnya.
Andik, Kades Pandanarum, Kecamatan Pacet, juga mengeluhkan hal yang sama. Menurutnya, pemasangan LPJU di kampung itu tak memiliki payung hukum sehingga rawan dibidik aparat penegak hukum (APH). Ia juga merasa terbebani dengan proyek hibah yang dipaksakan itu. ”Saya menerima 90 buah lampu. Tapi, belum kami pasang karena memang belum ada aturan bagaimana mekanisme pemasangannya. Terutama soal anggaran,” kata Andik.
Ia juga mengeluhkan jika nantinya rekening PJU dibebankan kepada pemerintah desa. Awal program ini berjalan, lanjut dia, Pemkab Mojokerto menjanjikan bakal memberikan anggaran khusus untuk pembayaran rekening PJU bulanan. Namun, sampai saat ini tidak ada realisasi. “Masa dana APBDes kita hanya untuk membayar rekening PJU saja. Ada beberapa desa yang menerima 100 lebih lampu. Bisa dibayangkan berapa anggaran bulanan untuk rekening listriknya,” tukasnya.
Sementara Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Mojokerto Supoyo mengatakan, masalah pemasangan LPJU dan beban berat pembayaran rekening bulanan ini bakal dibahas dengan semua kades. Rencananya, masalah ini akan disampaikan ke bupati karena masalah ini justru membuat kades takut melangkah. ”Bagaimana tidak takut, ada banyak yang tidak jelas dan ini justru memberatkan kami,” kata Supoyo.
(mcm)