Ribuan Pemilih Fiktif Masih 'Menghantui' Pilgub Jabar
A
A
A
BANDUNG - Ribuan pemilih fiktif diprediksi masih akan menghantui Pilgub Jawa Barat (Jabar) 2018 mendatang. Data kependudukan yang dinamis dituding sebagai penyebab maraknya kemunculan pemilih fiktif di setiap ajang pesta demokrasi.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Jabar Abas Basari mengaku, pihaknya tak bisa menjamin mampu menghilangkan pemilih fiktif di Pilgub Jabar maupun Pilkada Serentak di 16 kabupaten/kota di Jabar 2018 mendatang.
"Pemilih fiktif itu adalah pemilih yang tercatat dalam DPT (daftar pemilih tetap), namun keberadaannya tidak jelas. Bisa karena sudah meninggal atau pindah domisili, jumlahnya bisa ribuan," ungkap Abas kepada SINDOnews, Senin (7/8/2017).
Menurut Abas, kondisi tersebut sulit dihindari. Data kependudukan yang dinamis membuat pihaknya kesulitan mengontrol validitas status kependudukan. Terlebih, kebanyakan warga Jabar tidak melaporkan diri jika dirinya mau pun anggota keluarganya ada yang meninggal, pindah domisili, atau beralih status menjadi pegawai negeri sipil (PNS) dan TNI/Polri mau pun sebaliknya.
"Data kependudukan yang dinamis inilah yang membuat kita sulit mencegahnya (pemilih fiktif), apalagi warga jarang melaporkan perubahan status kependudukannya," jelas Abas.
Oleh karena itu, sebelum DPT Pilgub Jabar mau pun Pilkada Serentak 2018 ditetapkan, pihaknya mengimbau masyarakat Jabar untuk melaporkan setiap perubahan status kependudukannya mau pun anggota keluarganya. Sehingga, jumlah pemilih fiktif dapat ditekan.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Jabar Harminus Koto meminta Disdukcapil bekerja lebih serius menuntaskan kartu tanda penduduk (KTP) elektronik/e-KTP.
Menurutnya, potensi manipulasi data kependudukan akan sangat besar jika e-KTP tak tuntas saat hari pencoblosan yang dijadwalkan 27 Juni 2018 mendatang.
"Pada pilkada serentak sebelumnya, banyak pemilih di Jabar menggunakan suket. Meski jadi alternatif solusi (e-KTP), namun suket rawan manipulasi data, khususnya data kependudukan ganda," ungkap Harminus.
Harminus menjelaskan, penerima suket adalah pemilik KTP konvensional yang belum mengantongi atau melakukan perekaman e-KTP. Kenyataan di lapangan selama ini, tak sedikit penduduk yang memiliki lebih dari satu KTP konvensional. "Penunggalan NIK (nomor induk kependudukan) dalam e-KTP tentu dapat menekan potensi data kependudukan ganda itu," jelasnya.
Pihaknya berharap, sebelum Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan DPT Pilgub Jabar dan Pilkada Serentak 2018, seluruh calon pemilih di Jabar sudah mengantongi e-KTP. "Kita berharap, suket tak lagi digunakan di pilgub dan pilkada serentak nanti. Karenanya, Disdukcapil harus bekerja serius untuk menuntaskan persoalan e-KTP ini," tandasnya.
Berdasarkan data Disdukcapil Jabar jumlah penduduk Jabar sebanyak 43,74 juta jiwa, sedangkan agregat daftar penduduk potensial pemilih pemilihan (DP4) untuk Pilgub Jabar dan Pilkada Serentak 2018 sebanyak 31,76 juta orang.
Berdasarkan data terakhir, warga yang sudah melakukan perekaman e-KTP mencapai 94% lebih. Sementara yang belum mengantongi e-KTP sekitar 3 juta orang.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Jabar Abas Basari mengaku, pihaknya tak bisa menjamin mampu menghilangkan pemilih fiktif di Pilgub Jabar maupun Pilkada Serentak di 16 kabupaten/kota di Jabar 2018 mendatang.
"Pemilih fiktif itu adalah pemilih yang tercatat dalam DPT (daftar pemilih tetap), namun keberadaannya tidak jelas. Bisa karena sudah meninggal atau pindah domisili, jumlahnya bisa ribuan," ungkap Abas kepada SINDOnews, Senin (7/8/2017).
Menurut Abas, kondisi tersebut sulit dihindari. Data kependudukan yang dinamis membuat pihaknya kesulitan mengontrol validitas status kependudukan. Terlebih, kebanyakan warga Jabar tidak melaporkan diri jika dirinya mau pun anggota keluarganya ada yang meninggal, pindah domisili, atau beralih status menjadi pegawai negeri sipil (PNS) dan TNI/Polri mau pun sebaliknya.
"Data kependudukan yang dinamis inilah yang membuat kita sulit mencegahnya (pemilih fiktif), apalagi warga jarang melaporkan perubahan status kependudukannya," jelas Abas.
Oleh karena itu, sebelum DPT Pilgub Jabar mau pun Pilkada Serentak 2018 ditetapkan, pihaknya mengimbau masyarakat Jabar untuk melaporkan setiap perubahan status kependudukannya mau pun anggota keluarganya. Sehingga, jumlah pemilih fiktif dapat ditekan.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Jabar Harminus Koto meminta Disdukcapil bekerja lebih serius menuntaskan kartu tanda penduduk (KTP) elektronik/e-KTP.
Menurutnya, potensi manipulasi data kependudukan akan sangat besar jika e-KTP tak tuntas saat hari pencoblosan yang dijadwalkan 27 Juni 2018 mendatang.
"Pada pilkada serentak sebelumnya, banyak pemilih di Jabar menggunakan suket. Meski jadi alternatif solusi (e-KTP), namun suket rawan manipulasi data, khususnya data kependudukan ganda," ungkap Harminus.
Harminus menjelaskan, penerima suket adalah pemilik KTP konvensional yang belum mengantongi atau melakukan perekaman e-KTP. Kenyataan di lapangan selama ini, tak sedikit penduduk yang memiliki lebih dari satu KTP konvensional. "Penunggalan NIK (nomor induk kependudukan) dalam e-KTP tentu dapat menekan potensi data kependudukan ganda itu," jelasnya.
Pihaknya berharap, sebelum Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan DPT Pilgub Jabar dan Pilkada Serentak 2018, seluruh calon pemilih di Jabar sudah mengantongi e-KTP. "Kita berharap, suket tak lagi digunakan di pilgub dan pilkada serentak nanti. Karenanya, Disdukcapil harus bekerja serius untuk menuntaskan persoalan e-KTP ini," tandasnya.
Berdasarkan data Disdukcapil Jabar jumlah penduduk Jabar sebanyak 43,74 juta jiwa, sedangkan agregat daftar penduduk potensial pemilih pemilihan (DP4) untuk Pilgub Jabar dan Pilkada Serentak 2018 sebanyak 31,76 juta orang.
Berdasarkan data terakhir, warga yang sudah melakukan perekaman e-KTP mencapai 94% lebih. Sementara yang belum mengantongi e-KTP sekitar 3 juta orang.
(nag)