Wali Kota Madiun Non Aktif Dituntut 9 Tahun Penjara dan Denda Rp1 Miliar
A
A
A
SIDOARJO - Wali Kota Madiun non aktif, Bambang Irianto, dituntut hukuman penjara 9 tahun dan denda Rp1 miliar. Tuntutan ini terkait kasus korupsi proyek Pasar Besar Madiun, gratifikasi, dan pencucian uang selama periode 2009-2016.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya di Juanda-Sidoarjo, Selasa (1/8/2017), JPU dari KPK Feby Dwiyandospendy mengatakan, terdakwa Bambang Irianto dijerat pasal 12 huruf i dan pasal 12 b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto pasal 65 ayat (1) KUHP, serta pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dalam sidang yang berlangsung hingga sore ini, tim jaksa KPK menyatakan terdakwa terbukti melakukan korupsi sebagaimana dalam tiga dakwaan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Menurut jaksa KPK, Bambang Irianto terbukti ikut serta dalam proyek pembangunan pasar besar madiun selama menjabat aktif sebagai wali kota Madiun, dengan menyertakan modal dalam proyek dan melibatkan perusahaan milik anaknya untuk menjadi bagian dalam memasok meterial proyek tersebut.
Dari proyek itu, terdakwa mendapat untung Rp1,9 miliar. Selain itu, terdakwa dinilai jaksa juga meminta hak retensi atau jaminan ketika pekerjaan proyek selesai sebesar 5% dari total proyek senilai Rp76,5 miliar dari anggaran tahun 2009-2012.
Terdakwa mendapat uang dari hak retensi itu sebesar Rp2,2 miliar. Sehingga total keuntungan terdakwa dari proyek itu sebesar Rp4 miliyar.
Sementara terkait gratifikasi, tim jaksa KPK menilai selama menjabat wali kota Madiun selama 2009-2016, terdakwa menerima setoran dari pengusaha, perizinan, dan pemotongan honor pengawai Pemkot Madiun sebesar Rp48 miliar. Dana itu kemudian dialihkan menjadi kendaraan, rumah, tanah, uang tunai, emas batangan, dan saham atas nama sendiri, keluarga, atau korporasi.
Terkait tuntutan tim jaksa KPK, tim penasehat hukum terdakwa yang berjumlah 6 orang menyatakan, jaksa KPK masih menyembunyikan fakta-fakta persidangan. “Selain itu, jaksa juga tidak obyektif dalam menuntut terdakwa terkait masalah pencucian uang,” kata Indra Priangkasa.
Sidang dugaan kasus korupsi Bambang Irianto ini akan dilanjutkan Selasa pekan depan dengan agenda pledoi atau tanggapan atas tuntutan jaksa.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya di Juanda-Sidoarjo, Selasa (1/8/2017), JPU dari KPK Feby Dwiyandospendy mengatakan, terdakwa Bambang Irianto dijerat pasal 12 huruf i dan pasal 12 b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto pasal 65 ayat (1) KUHP, serta pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dalam sidang yang berlangsung hingga sore ini, tim jaksa KPK menyatakan terdakwa terbukti melakukan korupsi sebagaimana dalam tiga dakwaan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Menurut jaksa KPK, Bambang Irianto terbukti ikut serta dalam proyek pembangunan pasar besar madiun selama menjabat aktif sebagai wali kota Madiun, dengan menyertakan modal dalam proyek dan melibatkan perusahaan milik anaknya untuk menjadi bagian dalam memasok meterial proyek tersebut.
Dari proyek itu, terdakwa mendapat untung Rp1,9 miliar. Selain itu, terdakwa dinilai jaksa juga meminta hak retensi atau jaminan ketika pekerjaan proyek selesai sebesar 5% dari total proyek senilai Rp76,5 miliar dari anggaran tahun 2009-2012.
Terdakwa mendapat uang dari hak retensi itu sebesar Rp2,2 miliar. Sehingga total keuntungan terdakwa dari proyek itu sebesar Rp4 miliyar.
Sementara terkait gratifikasi, tim jaksa KPK menilai selama menjabat wali kota Madiun selama 2009-2016, terdakwa menerima setoran dari pengusaha, perizinan, dan pemotongan honor pengawai Pemkot Madiun sebesar Rp48 miliar. Dana itu kemudian dialihkan menjadi kendaraan, rumah, tanah, uang tunai, emas batangan, dan saham atas nama sendiri, keluarga, atau korporasi.
Terkait tuntutan tim jaksa KPK, tim penasehat hukum terdakwa yang berjumlah 6 orang menyatakan, jaksa KPK masih menyembunyikan fakta-fakta persidangan. “Selain itu, jaksa juga tidak obyektif dalam menuntut terdakwa terkait masalah pencucian uang,” kata Indra Priangkasa.
Sidang dugaan kasus korupsi Bambang Irianto ini akan dilanjutkan Selasa pekan depan dengan agenda pledoi atau tanggapan atas tuntutan jaksa.
(rhs)