Kisah Karomah Syekh Maulana Ishaq
A
A
A
Syekh Maulana Ishaq adalah seorang ulama yang berasal dari Samarqand (dekat Bukhara-Rusia Selatan). Dia adalah salah satu anggota Wali Songo periode pertama yang dikirim oleh Sultan Turki Ustmani ke nusantara (Indonesia kala itu) dengan spesialisasi ahli pengobatan.
Dia datang ke tanah Jawa pada 1404 Masehi bersama dengan ayahnya Syekh Maulana Ahmad Jumadil Qubro (Husein Jamaluddin) dan kakaknya Syekh Maulana Malik Ibrahim.
Kisah karomah Syekh Maulana Ishaq berawal saat dia datang di Gresik tanah Jawa kemudian ke Blambangan. Pada yang bersamaan Kerajaan Blambangan yang dipimpin Prabu Menak Sembuyu diserang wabah penyakit. Sudah berbulan-bulan rakyat Blambangan dilanda suatu penyakit yang menyebabkan kematian. Hampir setiap hari selalu ada saja rakyat Blambangan yang meninggal dunia karena wabah ini.
Wabah ini juga menyerang Dewi Sekardadu putri dari Prabu Menak Sembuyu. Sudah berbulan bulan Dewi Sekardadu terserang wabah. Sudah banyak dukun, tabib yang datang untuk menyembuhkannya, namun Dewi Sekardadu belum sembuh juga.
Kerajaan dirudung kesedihan. Karena melihat putrinya belum sembuh-sembuh dalam waktu yang cukup lama, kemudian Prabu Menak Sembuyu menyuruh Patih Bajul Sengara untuk mengumumkan sebuah sayembara, yang isinya barang siapa yang bisa menyembuhkan penyakit sang putri serta dapat mengusir wabah penyakit dari Kerajaan Blambangan, maka apabila dia laki-laki akan dijodohkan dengan Dewi Sekardadu.
Bila dia perempuan maka akan dijadikan saudara Dewi Sekardadu. Setelah sayembara disebarkan sampai ke pelosok negeri, tidak satupun yang berani mengikuti sayembara itu. Sampailah berita sayembara itu pada seorang Brahmana Resi Kandabaya. Pada suatu hari Resi Kandabaya datang ke Kerajaan Blambangan untuk menghadap Prabu Menak Sembuyu.
Resi Kandabaya mengatakan kepada Prabu Menak Sembuyu bahwa yang dapat menyembuhkan sang Putri Dewi Sekardadu dan mengusir wabah penyakit dari Kerajaan Blambangan adalah seorang pertapa yang bernama Maulana Ishaq yang berada di Gunung Gresik.
Prabu Menak Sembuyu kemudian mengutus Patih Bajul Sengara untuk menemui Syekh Maulana Ishaq guna meminta pertolongan untuk menyembuhkan sang Putri dan rakyat Blambangan. Maka berangkatlah patih Bajul Sengara yang diikuti oleh beberapa prajurit.
Mereka melakukan perjalanan dengan berkuda untuk menuju Gunung Gresik. Setelah melakukan perjalanan berkuda selama enam hari, sampailah kesepuluh prajurit berkuda yang dipimpin oleh Patih Bajul Sengara di Gunung Gresik, dan menemui Syekh Maulana Ishaq.
Syeh Maulana Ishaq kemudian berkata kepada tamunya. “Agama Islam adalah agama yang selalu membantu orang yang memerlukan pertolongan, juga agama yang suka menghormati tamunya, apalagi yang datang dari jauh. Baiklah aku akan memenuhi permintaan Raja kamu sekalian, karena aku tidak sampai hati untuk mengecewakannya, tapi hal ini kulakukan bukan karena iming-iming yang akan dijodohkan dengan Dewi Sekardadu juga bukan karena aku takut untuk dihukum mati oleh raja kalian. Yang kulakukan adalah ikhlas semata tanpa mengharap imbalan jasa apapun. Nah Sekarang berangkatlah kisanak sekalian terlebih dahulu,”.
Patih Bajul Sengara kemudian mengajak prajuritnya untuk bergegas kembali ke Blambangan. Untuk sampai di Blambangan kembali merekapun menempuh perjalanan enam hari berkuda.
Ketika rombongan Patih Bajul Sengara dan prajuritnya sampai di halaman kerajaan Blambangan, terkejutlah mereka, karena suasana kerajaan tampak meriah sekali.
Setelah diselidiki ternyata Prabu Menak Sembuyu sedang merayakan hari ketujuh pernikahan putri Dewi Sekardadu dengan Syekh Maulana Ishaq.
Patih Bajul Sengara semakin terheran, mengenai keterangan yang telah disampaikan oleh para punggawa kerajaan yang ada di sana. Di dalam hatinya mana mungkin Syekh Maulana Ishaq telah sampai lebih dahulu, padahal rombongannya berangkat terlebih dahulu.
Diapun segera masuk ke Istana untuk menghadap Prabu Menak Sembuyu. Setelah patih dihadapan Raja Blambangan. Sang Raja bertanya, “Kemana saja kalian ini Bajul Sengara” “Hamba baru datang dari Gunung Gresik Prabu” jelas Bajul Sengara. “Berapa lama waktu yang diperlukan untuk sampai ke Gunung Gresik,” tanya Prabu Menak Sembuyu. “Enam hari Gusti Prabu, jadi kami dua belas hari berada di perjalanan, Gusti Prabu,” jawab patih Bajul Sengara. “Pada hari keenam sejak kepergian kalian ke Gunung Gresik, Maulana Ishaq sudah datang ke istana ini. Dia telah berhasil menyembuhkan Dewi Sekardadu dan sekaligus telah mengusir wabah yang menyerang Blambangan ini. Dan sesuai janjiku, maka kujodohkan dia dengan putriku Dewi Sekardadu, sekarang ini adalah perayaan hari ketujuh atas pernikahan Maulana Ishaq dengan putriku,” kata sang raja.
Patih Baju Sengara terperanjat mendengar apa yang dikatakan oleh sang raja, karena sewaktu di Gunung Gresik rombongannya disuruh berangkat terlebih dahulu oleh Syekh Maulana Ishaq.
Tetapi Syeh Maulana Ishaq tidak mempunyai kuda atau hanya berjalan kaki namun mampu datang lebih dahulu dari rombongan mereka.
Ini menunjukkan bahwa Syekh Maulana Ishaq bukan orang sembarangan, orang yang sangat tinggi ilmunya.
Segera patih menemui Syeh Maulana Ishaq karena dia masih belum percaya, jangan-jangan ada orang lain yang mengaku-ngaku sebagai Syekh Maulana Ishaq.
Setelah melihat sendiri bahwa pria yang bersanding di pelaminan disamping Dewi Sekardadu adalah benar-benar Syekh Maulana Ishaq baru sang patih merasa yakin.
Sesungguhnya Syekh Maulana Ishaq mempunyai ilmu atau kharomah yang tinggi, bahwa dalam sekejap mata dia dapat berpindah dari Gunung Gresik ke Blambangan.
Hal ini adalah karena kuasa Allah SWT, bila berkehendak untuk menjalankan seseorang ke tempat yang sangat jauh dalam waktu sekejap mata, maka tidak ada satu kekuatanpun di jagad raya ini yang akan mencegahnya.
Maha Suci Allah atas segala kekuasaanNya. Setelah pesta perkawinan selesai, banyak penduduk sekitar istana berdatangan untuk meminta pengobatan kepada Syekh Maulana Ishaq, lalu sang ulama ini menolong mereka dengan sabar dan telaten, banyak dari mereka yang sakit telah disembuhkan.
Lama-lama penduduk simpati pada ajaran yang telah dibawa oleh Syekh. Seiring berjalannya waktu, semakin hari semakin banyak pengikut Syekh Maulana Ishaq, mereka dengan sukarela menjadi pengikut dan masuk Agama Islam.
Melihat kenyataan ini Prabu Menak Sembuyu menjadi khawatir, apalagi Syekh Maulana Ishaq melarang memakan binatang yang tidak disembelih atas nama Allah, melarang makan binatang buas, babi dan beliau melarang menyembah berhala.
Padahal hal tersebut adalah kesenangan dan sudah menjadi kebiasaan di Blambangan pada waktu itu.
Prabu Menak Sembuyu menyuruh patih Bajul Sengara untuk menyerang Syekh Maulana Ishaq dan pengikutnya. Berangkatlah Patih Bajul Sengara beserta prajurit menuju kediaman Syekh Maulana Ishaq.
Namun sang Syekh tak melawan bahkan berjanji akan meninggalkan Blambangan. Mendengar hal ini para pengikut bertanya kepada Syekh Maulana Ishaq.
“Jangan pergi Tuan, kalau Tuan pergi meninggalkan kami siapa yang akan membimbing kami mempelajari ajaran agama Islam, siapa yang akan membimbing kami menuju jalan yang benar, dan siapa yang akan memberi contoh kami budi pekerti yang halus. Jangan khawatir wahai saudaraku, kelak akan ada penggantiku setelah kepergianku, anakku yang ada di dalam kandungan istriku Dewi Sekardadu yang akan membimbing kalian,”.
Pembicaraan Syeh Maulana dengan pengikutnya ini memang terdengar oleh patih Bajul Sengara.
Sebelum meninggalkan Blambangan Syekh Maulana Ishaq pamit pada istrinya, “Istriku aku akan pergi meninggalkan Blambangan, bukan aku tidak sayang kepada engkau, akan tetapi demi kedamaian kita semua, dan demi mencegah pertumpahan darah diantara kita, maka relakan aku pergi meninggalkan Blambangan,”.
Dewi Sekardadu melepas kepergian suaminya dengan menangis, dan cucuran air mata yang membasahi pipinya.
Beberapa bulan setelah kepergian suaminya, Dewi Sekardadu melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat.
Sesungguhnya Prabu Menak Sembuyu suka kepada bayi tersebut dan telah melupakan Syekh Maulana Ishaq, akan tetapi karena hasutan patih yang telah mendengar apa yang dikatakan Syeh Maulana Ishaq pada pengikutnya di saat akan meninggalkan Blambangan, juga pada waktu itu, Blambangan mulai diserang wabah kembali, patih tersebut mengatakan bahwa kelak anak ini akan membawa petaka di Blambangan.
Patih Bajul Sengara mengatakan pada Prabu Menak Sembuyu bahwa wabah yang datang kembali ini ada hubungannya dengan lahirnya anak Dewi Sekardadu. Prabu Menak Sembuyu terhasut oleh perkataan Patih Najul Sengara, bayi yang baru lahir tersebut dimasukkan dalam peti mati dan dihanyutkan ke tengah samudra.
Dewi Sekardadu yang baru ditinggalkan suaminya, sekarang mendapatkan kenyataan harus berpisah dari anaknya yang baru dilahirkan, apalagi anak tersebut dihanyutkan ke tengah lautan. (anak tersebut kelak menjadi Sunan Giri).
Sementara Maulana Ishaq kemudian singgah ke Gresik menemui Maulana Malik Ibrahim, untuk melaporkan hasil dakwahnya di Blambangan dan meminta saran kepada kakaknya.
Oleh kakaknya, Maulana Ishaq disarankan ke Surabaya dulu untuk beristirahat selama 40 hari menemui Sunan Ampel, dan ditugasi untuk berdakwah ke Kerajaan Samudera Pasai.
Kebetulan Kerajaan Samudera Pasai membutuhkan seorang Penasehat (Mufti). Maulana Ishaq. Maulana Ishaq wafat di Tumasik (Singapura) yang saat itu merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Samudera Pasai. Dan dimakamkan di sana.
Sumber:
- fakirilmi.blogspot
- antojp.blogspot
Dia datang ke tanah Jawa pada 1404 Masehi bersama dengan ayahnya Syekh Maulana Ahmad Jumadil Qubro (Husein Jamaluddin) dan kakaknya Syekh Maulana Malik Ibrahim.
Kisah karomah Syekh Maulana Ishaq berawal saat dia datang di Gresik tanah Jawa kemudian ke Blambangan. Pada yang bersamaan Kerajaan Blambangan yang dipimpin Prabu Menak Sembuyu diserang wabah penyakit. Sudah berbulan-bulan rakyat Blambangan dilanda suatu penyakit yang menyebabkan kematian. Hampir setiap hari selalu ada saja rakyat Blambangan yang meninggal dunia karena wabah ini.
Wabah ini juga menyerang Dewi Sekardadu putri dari Prabu Menak Sembuyu. Sudah berbulan bulan Dewi Sekardadu terserang wabah. Sudah banyak dukun, tabib yang datang untuk menyembuhkannya, namun Dewi Sekardadu belum sembuh juga.
Kerajaan dirudung kesedihan. Karena melihat putrinya belum sembuh-sembuh dalam waktu yang cukup lama, kemudian Prabu Menak Sembuyu menyuruh Patih Bajul Sengara untuk mengumumkan sebuah sayembara, yang isinya barang siapa yang bisa menyembuhkan penyakit sang putri serta dapat mengusir wabah penyakit dari Kerajaan Blambangan, maka apabila dia laki-laki akan dijodohkan dengan Dewi Sekardadu.
Bila dia perempuan maka akan dijadikan saudara Dewi Sekardadu. Setelah sayembara disebarkan sampai ke pelosok negeri, tidak satupun yang berani mengikuti sayembara itu. Sampailah berita sayembara itu pada seorang Brahmana Resi Kandabaya. Pada suatu hari Resi Kandabaya datang ke Kerajaan Blambangan untuk menghadap Prabu Menak Sembuyu.
Resi Kandabaya mengatakan kepada Prabu Menak Sembuyu bahwa yang dapat menyembuhkan sang Putri Dewi Sekardadu dan mengusir wabah penyakit dari Kerajaan Blambangan adalah seorang pertapa yang bernama Maulana Ishaq yang berada di Gunung Gresik.
Prabu Menak Sembuyu kemudian mengutus Patih Bajul Sengara untuk menemui Syekh Maulana Ishaq guna meminta pertolongan untuk menyembuhkan sang Putri dan rakyat Blambangan. Maka berangkatlah patih Bajul Sengara yang diikuti oleh beberapa prajurit.
Mereka melakukan perjalanan dengan berkuda untuk menuju Gunung Gresik. Setelah melakukan perjalanan berkuda selama enam hari, sampailah kesepuluh prajurit berkuda yang dipimpin oleh Patih Bajul Sengara di Gunung Gresik, dan menemui Syekh Maulana Ishaq.
Syeh Maulana Ishaq kemudian berkata kepada tamunya. “Agama Islam adalah agama yang selalu membantu orang yang memerlukan pertolongan, juga agama yang suka menghormati tamunya, apalagi yang datang dari jauh. Baiklah aku akan memenuhi permintaan Raja kamu sekalian, karena aku tidak sampai hati untuk mengecewakannya, tapi hal ini kulakukan bukan karena iming-iming yang akan dijodohkan dengan Dewi Sekardadu juga bukan karena aku takut untuk dihukum mati oleh raja kalian. Yang kulakukan adalah ikhlas semata tanpa mengharap imbalan jasa apapun. Nah Sekarang berangkatlah kisanak sekalian terlebih dahulu,”.
Patih Bajul Sengara kemudian mengajak prajuritnya untuk bergegas kembali ke Blambangan. Untuk sampai di Blambangan kembali merekapun menempuh perjalanan enam hari berkuda.
Ketika rombongan Patih Bajul Sengara dan prajuritnya sampai di halaman kerajaan Blambangan, terkejutlah mereka, karena suasana kerajaan tampak meriah sekali.
Setelah diselidiki ternyata Prabu Menak Sembuyu sedang merayakan hari ketujuh pernikahan putri Dewi Sekardadu dengan Syekh Maulana Ishaq.
Patih Bajul Sengara semakin terheran, mengenai keterangan yang telah disampaikan oleh para punggawa kerajaan yang ada di sana. Di dalam hatinya mana mungkin Syekh Maulana Ishaq telah sampai lebih dahulu, padahal rombongannya berangkat terlebih dahulu.
Diapun segera masuk ke Istana untuk menghadap Prabu Menak Sembuyu. Setelah patih dihadapan Raja Blambangan. Sang Raja bertanya, “Kemana saja kalian ini Bajul Sengara” “Hamba baru datang dari Gunung Gresik Prabu” jelas Bajul Sengara. “Berapa lama waktu yang diperlukan untuk sampai ke Gunung Gresik,” tanya Prabu Menak Sembuyu. “Enam hari Gusti Prabu, jadi kami dua belas hari berada di perjalanan, Gusti Prabu,” jawab patih Bajul Sengara. “Pada hari keenam sejak kepergian kalian ke Gunung Gresik, Maulana Ishaq sudah datang ke istana ini. Dia telah berhasil menyembuhkan Dewi Sekardadu dan sekaligus telah mengusir wabah yang menyerang Blambangan ini. Dan sesuai janjiku, maka kujodohkan dia dengan putriku Dewi Sekardadu, sekarang ini adalah perayaan hari ketujuh atas pernikahan Maulana Ishaq dengan putriku,” kata sang raja.
Patih Baju Sengara terperanjat mendengar apa yang dikatakan oleh sang raja, karena sewaktu di Gunung Gresik rombongannya disuruh berangkat terlebih dahulu oleh Syekh Maulana Ishaq.
Tetapi Syeh Maulana Ishaq tidak mempunyai kuda atau hanya berjalan kaki namun mampu datang lebih dahulu dari rombongan mereka.
Ini menunjukkan bahwa Syekh Maulana Ishaq bukan orang sembarangan, orang yang sangat tinggi ilmunya.
Segera patih menemui Syeh Maulana Ishaq karena dia masih belum percaya, jangan-jangan ada orang lain yang mengaku-ngaku sebagai Syekh Maulana Ishaq.
Setelah melihat sendiri bahwa pria yang bersanding di pelaminan disamping Dewi Sekardadu adalah benar-benar Syekh Maulana Ishaq baru sang patih merasa yakin.
Sesungguhnya Syekh Maulana Ishaq mempunyai ilmu atau kharomah yang tinggi, bahwa dalam sekejap mata dia dapat berpindah dari Gunung Gresik ke Blambangan.
Hal ini adalah karena kuasa Allah SWT, bila berkehendak untuk menjalankan seseorang ke tempat yang sangat jauh dalam waktu sekejap mata, maka tidak ada satu kekuatanpun di jagad raya ini yang akan mencegahnya.
Maha Suci Allah atas segala kekuasaanNya. Setelah pesta perkawinan selesai, banyak penduduk sekitar istana berdatangan untuk meminta pengobatan kepada Syekh Maulana Ishaq, lalu sang ulama ini menolong mereka dengan sabar dan telaten, banyak dari mereka yang sakit telah disembuhkan.
Lama-lama penduduk simpati pada ajaran yang telah dibawa oleh Syekh. Seiring berjalannya waktu, semakin hari semakin banyak pengikut Syekh Maulana Ishaq, mereka dengan sukarela menjadi pengikut dan masuk Agama Islam.
Melihat kenyataan ini Prabu Menak Sembuyu menjadi khawatir, apalagi Syekh Maulana Ishaq melarang memakan binatang yang tidak disembelih atas nama Allah, melarang makan binatang buas, babi dan beliau melarang menyembah berhala.
Padahal hal tersebut adalah kesenangan dan sudah menjadi kebiasaan di Blambangan pada waktu itu.
Prabu Menak Sembuyu menyuruh patih Bajul Sengara untuk menyerang Syekh Maulana Ishaq dan pengikutnya. Berangkatlah Patih Bajul Sengara beserta prajurit menuju kediaman Syekh Maulana Ishaq.
Namun sang Syekh tak melawan bahkan berjanji akan meninggalkan Blambangan. Mendengar hal ini para pengikut bertanya kepada Syekh Maulana Ishaq.
“Jangan pergi Tuan, kalau Tuan pergi meninggalkan kami siapa yang akan membimbing kami mempelajari ajaran agama Islam, siapa yang akan membimbing kami menuju jalan yang benar, dan siapa yang akan memberi contoh kami budi pekerti yang halus. Jangan khawatir wahai saudaraku, kelak akan ada penggantiku setelah kepergianku, anakku yang ada di dalam kandungan istriku Dewi Sekardadu yang akan membimbing kalian,”.
Pembicaraan Syeh Maulana dengan pengikutnya ini memang terdengar oleh patih Bajul Sengara.
Sebelum meninggalkan Blambangan Syekh Maulana Ishaq pamit pada istrinya, “Istriku aku akan pergi meninggalkan Blambangan, bukan aku tidak sayang kepada engkau, akan tetapi demi kedamaian kita semua, dan demi mencegah pertumpahan darah diantara kita, maka relakan aku pergi meninggalkan Blambangan,”.
Dewi Sekardadu melepas kepergian suaminya dengan menangis, dan cucuran air mata yang membasahi pipinya.
Beberapa bulan setelah kepergian suaminya, Dewi Sekardadu melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat.
Sesungguhnya Prabu Menak Sembuyu suka kepada bayi tersebut dan telah melupakan Syekh Maulana Ishaq, akan tetapi karena hasutan patih yang telah mendengar apa yang dikatakan Syeh Maulana Ishaq pada pengikutnya di saat akan meninggalkan Blambangan, juga pada waktu itu, Blambangan mulai diserang wabah kembali, patih tersebut mengatakan bahwa kelak anak ini akan membawa petaka di Blambangan.
Patih Bajul Sengara mengatakan pada Prabu Menak Sembuyu bahwa wabah yang datang kembali ini ada hubungannya dengan lahirnya anak Dewi Sekardadu. Prabu Menak Sembuyu terhasut oleh perkataan Patih Najul Sengara, bayi yang baru lahir tersebut dimasukkan dalam peti mati dan dihanyutkan ke tengah samudra.
Dewi Sekardadu yang baru ditinggalkan suaminya, sekarang mendapatkan kenyataan harus berpisah dari anaknya yang baru dilahirkan, apalagi anak tersebut dihanyutkan ke tengah lautan. (anak tersebut kelak menjadi Sunan Giri).
Sementara Maulana Ishaq kemudian singgah ke Gresik menemui Maulana Malik Ibrahim, untuk melaporkan hasil dakwahnya di Blambangan dan meminta saran kepada kakaknya.
Oleh kakaknya, Maulana Ishaq disarankan ke Surabaya dulu untuk beristirahat selama 40 hari menemui Sunan Ampel, dan ditugasi untuk berdakwah ke Kerajaan Samudera Pasai.
Kebetulan Kerajaan Samudera Pasai membutuhkan seorang Penasehat (Mufti). Maulana Ishaq. Maulana Ishaq wafat di Tumasik (Singapura) yang saat itu merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Samudera Pasai. Dan dimakamkan di sana.
Sumber:
- fakirilmi.blogspot
- antojp.blogspot
(sms)