Menulislah agar Tak Hilang di Pusaran Sejarah
A
A
A
MALANG - Menumbuhkan budaya menulis masih sulit di masyarakat, khususnya di Indonesia. Masyarakat masih senang dengan budaya lisan. Demikian dikatakan Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Nurudin.
Nurudin mengatakan,"verba volant, scripta manent". Setiap ucapan yang dituturkan akan hilang. Hal ini berbeda dengan tulisan yang akan bertahan selamanya.
Karena itu, sambung dia, tulisan merupakan sebuah cara dokumentasi yang paling kuat. "Menulislah. Sehebat dan sepintar apa pun, selama engkau tidak menulis, engkau akan hilang di masyarakat dan di pusaran sejarah," kata Nurudin pada Workshop dan Lomba Penulisan Ilmiah bertema 'Menumbuhkan Budaya Menulis yang Kreatif dan Beretika' di Aula Universitas Widyagama Malang, Malang, Sabtu (18/3/2017).
Nurudin yang sudah banyak menghasilkan karya buku itu menegaskan, menulis tidak ada hubungannya dengan bakat, bukan pula soal sibuk maupun tidak sibuk, pintar atau tidak pintar, tetapi soal manajemen waktu dan kemauan untuk menulis.
Lebih lanjut Nurudin mengatakan, kalau kita ingin menjadi penulis, ada dua hal yang harus dilakukan, yakni banyak membaca dan banyak menulis.
"Setahuku, tidak ada jalan lain selain dua hal ini dan tidak ada jalan pintas," kata Nurudin sebagaimana mengutip pesan Stephen King.
Pada Workshop dan Lomba Penulisan Ilmiah bertema 'Menumbuhkan Budaya Menulis yang Kreatif dan Beretika' yang digelar oleh Forum Alumni HMI-Wati (Forhati) Kota Malang dan Korps HMI-Wati (Kohati) Cabang Malang di Aula Universitas Widyagama Malang, Malang, itu Pemimpin Redaksi Malang Post Dewi Yuhana berbagi pengalaman bagaimana menulis artikel dan opini di media massa.
Menurut Dewi, penulis artikel maupun opini perlu memiliki trik, di antaranya harus mengikuti berita terkini, dan mampu menganalisa isu tersebut dari berbagai perspektif.
Saat memaparkan materi, Dewi menanyakan kepada audiens terkait berita apa yang menjadi topik utama. Mayoritas audiens menjawab kompak meninggalnya mantan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi.
"Meninggalnya KH Hasyim Muzadi menjadi headline di semua media, meskipun sudut pandang (angle) berbeda-beda," kata Hana, panggilan akrab Dewi Yuhana.
Sementara, Ketua Jurusan Akuntansi Universitas Widyagama Malang Ana Sopanah memberikan panduan dan strategi bagaimana menulis di jurnal ilmiah. Menurut Ana, menulis buku, artikel populer, dan jurnal memiliki penekanan dan strategi yang berbeda.
Ana menjelaskan, ketika menulis karya ilmiah dalam bentuk jurnal, penulis lebih kaku karena ada pedoman yang harus dipenuhi sesuai dengan gaya jurnal.
"Biasanya menulis jurnal karena kebutuhan publikasi untuk kelulusan dan kenaikan kepangkatan, dan biasanya sesuai dengan bidang keilmuan yang ditekuni," kata Ana.
Menurut Ketua Forhati Kota Malang itu, menulis jurnal, berbeda dengan menulis artikel populer yang bisa mengambil tema apa saja sesuai dengan pengalaman maupun pengamatan.
"Apa pun yang akan kita tulis, mulailah dari sekarang, jangan ditunda, yang penting adalah menulis, menulis, dan menulis," pungkas Ana.
Nurudin mengatakan,"verba volant, scripta manent". Setiap ucapan yang dituturkan akan hilang. Hal ini berbeda dengan tulisan yang akan bertahan selamanya.
Karena itu, sambung dia, tulisan merupakan sebuah cara dokumentasi yang paling kuat. "Menulislah. Sehebat dan sepintar apa pun, selama engkau tidak menulis, engkau akan hilang di masyarakat dan di pusaran sejarah," kata Nurudin pada Workshop dan Lomba Penulisan Ilmiah bertema 'Menumbuhkan Budaya Menulis yang Kreatif dan Beretika' di Aula Universitas Widyagama Malang, Malang, Sabtu (18/3/2017).
Nurudin yang sudah banyak menghasilkan karya buku itu menegaskan, menulis tidak ada hubungannya dengan bakat, bukan pula soal sibuk maupun tidak sibuk, pintar atau tidak pintar, tetapi soal manajemen waktu dan kemauan untuk menulis.
Lebih lanjut Nurudin mengatakan, kalau kita ingin menjadi penulis, ada dua hal yang harus dilakukan, yakni banyak membaca dan banyak menulis.
"Setahuku, tidak ada jalan lain selain dua hal ini dan tidak ada jalan pintas," kata Nurudin sebagaimana mengutip pesan Stephen King.
Pada Workshop dan Lomba Penulisan Ilmiah bertema 'Menumbuhkan Budaya Menulis yang Kreatif dan Beretika' yang digelar oleh Forum Alumni HMI-Wati (Forhati) Kota Malang dan Korps HMI-Wati (Kohati) Cabang Malang di Aula Universitas Widyagama Malang, Malang, itu Pemimpin Redaksi Malang Post Dewi Yuhana berbagi pengalaman bagaimana menulis artikel dan opini di media massa.
Menurut Dewi, penulis artikel maupun opini perlu memiliki trik, di antaranya harus mengikuti berita terkini, dan mampu menganalisa isu tersebut dari berbagai perspektif.
Saat memaparkan materi, Dewi menanyakan kepada audiens terkait berita apa yang menjadi topik utama. Mayoritas audiens menjawab kompak meninggalnya mantan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi.
"Meninggalnya KH Hasyim Muzadi menjadi headline di semua media, meskipun sudut pandang (angle) berbeda-beda," kata Hana, panggilan akrab Dewi Yuhana.
Sementara, Ketua Jurusan Akuntansi Universitas Widyagama Malang Ana Sopanah memberikan panduan dan strategi bagaimana menulis di jurnal ilmiah. Menurut Ana, menulis buku, artikel populer, dan jurnal memiliki penekanan dan strategi yang berbeda.
Ana menjelaskan, ketika menulis karya ilmiah dalam bentuk jurnal, penulis lebih kaku karena ada pedoman yang harus dipenuhi sesuai dengan gaya jurnal.
"Biasanya menulis jurnal karena kebutuhan publikasi untuk kelulusan dan kenaikan kepangkatan, dan biasanya sesuai dengan bidang keilmuan yang ditekuni," kata Ana.
Menurut Ketua Forhati Kota Malang itu, menulis jurnal, berbeda dengan menulis artikel populer yang bisa mengambil tema apa saja sesuai dengan pengalaman maupun pengamatan.
"Apa pun yang akan kita tulis, mulailah dari sekarang, jangan ditunda, yang penting adalah menulis, menulis, dan menulis," pungkas Ana.
(zik)