Angkot se-Kota Bandung Mogok, Sopir Bakar Baju
A
A
A
BANDUNG - Lebih dari 1.000 sopir angkutan kota (angkot) se-Kota Bandung menggelar aksi mogok massal di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (9/3/2017). Massa berasal dari Aliansi Moda Transportasi Umum Jawa Barat yang merupakan gabungan organisasi GPTB, Kobanter, Kobutri, dan Kopamas.
Mereka mengeluhkan keberadaan taksi dan ojek online yang berdampak pada menurunnya pendapatan para sopir angkot. Bahkan penurunan pendapatan ada yang mencapai 80%. Keberadaan taksi dan ojek online dinilai melahirkan kesenjangan ekonomi dan ketidakadilan. Pemerintah pusat dan daerah pun dianggap tigak tegas dalam menyikapi persoalan tersebut.
Seorang sopir yang berorasi di atas mobil mengungkap keresahannya. Dengan menggunakan pengeras suara, sang sopir meminta keberadaan taksi dan ojek online dilarang beredar di Kota Bandung.
"Gara-gara (taksi dan ojek) online, pamajikan aing jadi kabur yeuh, kontrakan teu kabayar, iuran budak sakola teu kabayar. Hapus nu online-online, ngarugikeun (gara-gara taksi dan ojek online, istri saya jadi kabur, kontrakan tidak terbayar, iuran anak sekolah tidak terbayar. Hapus taksi dan ojek online, merugikan)," ungkapnya.
Abah Emod (58), sopir angkot Ciwastra-Cijerah, yang sudah 25 tahun jadi sopir angkot juga mengungkap keresahannya. "Dulu pendapatan minimal Rp50.000, sekarang Rp20-30.000. Saya bapak lima anak, mana mencukupi pendapatan segitu," cetusnya.
Dalam aksinya, massa bergiliran menyampaikan orasi. Beberapa sopir juga membakar baju dan jaket sebagai bentuk protes. Sejumlah poster berisi kecaman pun dibawa, di antaranya bertuliskan 'Yang Kami Tolak Kendaraan Ilegal' dan 'Daripada Aing Pasea Jeung Pamajikan, Mending Pasea jeung Pamarentah nu Teu Baleg (Daripada Ribut Dengan Istri, Mending Ribut dengan Pemerintah yang Tidak Benar)'.
Massa pun mendesak Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) untuk keluar dari Gedung Sate. Mereka ingin menyampaikan aspirasinya secara langsung dan mendapat ketegasan sikap dari Aher.
Mereka mengeluhkan keberadaan taksi dan ojek online yang berdampak pada menurunnya pendapatan para sopir angkot. Bahkan penurunan pendapatan ada yang mencapai 80%. Keberadaan taksi dan ojek online dinilai melahirkan kesenjangan ekonomi dan ketidakadilan. Pemerintah pusat dan daerah pun dianggap tigak tegas dalam menyikapi persoalan tersebut.
Seorang sopir yang berorasi di atas mobil mengungkap keresahannya. Dengan menggunakan pengeras suara, sang sopir meminta keberadaan taksi dan ojek online dilarang beredar di Kota Bandung.
"Gara-gara (taksi dan ojek) online, pamajikan aing jadi kabur yeuh, kontrakan teu kabayar, iuran budak sakola teu kabayar. Hapus nu online-online, ngarugikeun (gara-gara taksi dan ojek online, istri saya jadi kabur, kontrakan tidak terbayar, iuran anak sekolah tidak terbayar. Hapus taksi dan ojek online, merugikan)," ungkapnya.
Abah Emod (58), sopir angkot Ciwastra-Cijerah, yang sudah 25 tahun jadi sopir angkot juga mengungkap keresahannya. "Dulu pendapatan minimal Rp50.000, sekarang Rp20-30.000. Saya bapak lima anak, mana mencukupi pendapatan segitu," cetusnya.
Dalam aksinya, massa bergiliran menyampaikan orasi. Beberapa sopir juga membakar baju dan jaket sebagai bentuk protes. Sejumlah poster berisi kecaman pun dibawa, di antaranya bertuliskan 'Yang Kami Tolak Kendaraan Ilegal' dan 'Daripada Aing Pasea Jeung Pamajikan, Mending Pasea jeung Pamarentah nu Teu Baleg (Daripada Ribut Dengan Istri, Mending Ribut dengan Pemerintah yang Tidak Benar)'.
Massa pun mendesak Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) untuk keluar dari Gedung Sate. Mereka ingin menyampaikan aspirasinya secara langsung dan mendapat ketegasan sikap dari Aher.
(wib)