Lecehkan Napi Wanita, Kalapas Klas IIA Bukittinggi Dinonaktifkan
A
A
A
BUKITTINGGI - Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Klas IIA Bukittinggi, akhirnya dinonaktifkan dari jabatannya. Dari hasil investigasi tim Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Sumatera Barat, Kalapas Lisabetha Hardiarto terbukti dengan sengaja melakukan tindak pelecehan seksual terhadap tahanan wanita.
Kepala Kanwil Kemenkumham Sumbar, Dwi Prasetyo Santoso di Padang, menyebutkan, terhitung sejak satu hari usai kejadian Jumat (24/2/2017), yang bersangkutan telah dinonaktifkan. Tugas Kalapas Bukittinggi digantikan oleh Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (Ka KPLP) Rivan menjadi pelaksana tugas.
Menurut Dwi, dari hasil investigasi tim Kanwil, Kalapas Klas II Bukittinggi Lisabetha Hardiarto terbukti dengan sengaja melakukan tindak pelecehan seksual terhadap tahanan wanita bernama Vani (18 tahun).
(Baca juga: Kalapas Diduga Raba Dada Tahanan Wanita, Ratusan Napi Bukit Tinggi Ngamuk )
Tim investigasi juga menemukan bahwa pelecehan dilakukan dengan terencana oleh pelaku terhadap korban. Indikasi ini berdasarkan tindakan Kalapas yang menjadikan Vani sebagai tahanan pendamping (tamping) dan ini melanggar aturan.
Berdasarkan standar operasional prosedur (SOP) Lapas, Kalapas laki-laki tidak boleh menggunakan tamping perempuan. Begitu juga sebalinya. SOP ini telah disalahgunakan oleh yang bersangkutan sebagai Kepala Lapas.
Vani diketahui telah menjadi tamping bagi Kalapas selama satu bulan. Menurut Dwi, faktor kedekatan Kalapas dengan korban selama satu bulan dapat menimbulkan hasrat dan terjadi tindakan pelecehan. Apalagi keluarga yang bersangkutan yang jauh di Aceh diduga membuat yang bersangkutan kesepian.
Sementara kronologis terungkapnya kejadian menurut data tim investigasi, menyebutkan, saat kejadian Kamis siang (23/2/2017) Vani tidak bersedia membantu Kalapas yang disuruh mencuci peralatan piring dan gelas yang kotor di ruang Kalapas.
Karena terus diminta, akhirnya Vani menyanggupi, hingga pelecehan pun terjadi saat dia berada di toilet dekat ruang Kalapas. Saat itu, Vani tengah jongkok mencuci gelas. Tiba-tiba pelaku mendekatinya dari belakang.
(Baca juga: Diduga Lecehkan Tahanan Wanita, Kalapas Bukittinggi Diperiksa Kanwil Kemenkumham Sumbar )
Vani yang berteriak dan menangis menerima perlakuan tak senonoh dari pelaku membuat teman-teman satu selnya meradang. Pernyataan Vani ini juga didengar napi lain hingga seluruh napi yang berjumlah 492 orang ini protes terhadap tindakan Kalapas.
Aksi protes pun memicu suasana kericuhan di dalam lapas. Para napi dan tahanan berteriak-teriak sambil menggedor-gedor teralis besi sel.
Menurut Dwi, perwakilan napi menuntut tidak ingin lagi Kalapas Lisabetha Hardiarto bertugas di Lapas Bukittinggi. Jika dipertahankan napi mengancam akan membuat aksi protes yang lebih besar dari sebelumnya.
Kepala Kanwil Kemenkumham Sumbar, Dwi Prasetyo Santoso di Padang, menyebutkan, terhitung sejak satu hari usai kejadian Jumat (24/2/2017), yang bersangkutan telah dinonaktifkan. Tugas Kalapas Bukittinggi digantikan oleh Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (Ka KPLP) Rivan menjadi pelaksana tugas.
Menurut Dwi, dari hasil investigasi tim Kanwil, Kalapas Klas II Bukittinggi Lisabetha Hardiarto terbukti dengan sengaja melakukan tindak pelecehan seksual terhadap tahanan wanita bernama Vani (18 tahun).
(Baca juga: Kalapas Diduga Raba Dada Tahanan Wanita, Ratusan Napi Bukit Tinggi Ngamuk )
Tim investigasi juga menemukan bahwa pelecehan dilakukan dengan terencana oleh pelaku terhadap korban. Indikasi ini berdasarkan tindakan Kalapas yang menjadikan Vani sebagai tahanan pendamping (tamping) dan ini melanggar aturan.
Berdasarkan standar operasional prosedur (SOP) Lapas, Kalapas laki-laki tidak boleh menggunakan tamping perempuan. Begitu juga sebalinya. SOP ini telah disalahgunakan oleh yang bersangkutan sebagai Kepala Lapas.
Vani diketahui telah menjadi tamping bagi Kalapas selama satu bulan. Menurut Dwi, faktor kedekatan Kalapas dengan korban selama satu bulan dapat menimbulkan hasrat dan terjadi tindakan pelecehan. Apalagi keluarga yang bersangkutan yang jauh di Aceh diduga membuat yang bersangkutan kesepian.
Sementara kronologis terungkapnya kejadian menurut data tim investigasi, menyebutkan, saat kejadian Kamis siang (23/2/2017) Vani tidak bersedia membantu Kalapas yang disuruh mencuci peralatan piring dan gelas yang kotor di ruang Kalapas.
Karena terus diminta, akhirnya Vani menyanggupi, hingga pelecehan pun terjadi saat dia berada di toilet dekat ruang Kalapas. Saat itu, Vani tengah jongkok mencuci gelas. Tiba-tiba pelaku mendekatinya dari belakang.
(Baca juga: Diduga Lecehkan Tahanan Wanita, Kalapas Bukittinggi Diperiksa Kanwil Kemenkumham Sumbar )
Vani yang berteriak dan menangis menerima perlakuan tak senonoh dari pelaku membuat teman-teman satu selnya meradang. Pernyataan Vani ini juga didengar napi lain hingga seluruh napi yang berjumlah 492 orang ini protes terhadap tindakan Kalapas.
Aksi protes pun memicu suasana kericuhan di dalam lapas. Para napi dan tahanan berteriak-teriak sambil menggedor-gedor teralis besi sel.
Menurut Dwi, perwakilan napi menuntut tidak ingin lagi Kalapas Lisabetha Hardiarto bertugas di Lapas Bukittinggi. Jika dipertahankan napi mengancam akan membuat aksi protes yang lebih besar dari sebelumnya.
(pur)