Kisah Wahyuni dan Praja, Anak Buruh Sawit yang Menderita Polio sejak Kecil
A
A
A
ACEH TAMIANG - Meski sudah berusia 20 tahunan, Wahyuni dan Praja yang merupakan kakak-adik warga Desa Tanjung Genteng, Kecamatan Kejuruan Muda, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, hidup dalam kondisi memprihatinkan atau jauh dari layak. Keduanya menderita polio.
Wahyuni (24) dan Praja (22) adalah anak dari pasangan suami istri Suparno dan Marni. Orang tua mereka sehari-hari bekerja sebagai buruh lepas perkebunan sawit dengan gaji Rp25 ribu sehari.
Setiap hari, Wahyuni dan Praja ditinggalkan berdua dengan segala keterbatasan mereka. Keduanya tak mampu berjalan dan berbicara seperti anak pada umumnya. Bahkan, berat badan mereka jauh dari normal.
Sehari-hari, Wahyuni berusaha merangkak di halaman rumah untuk menikmati udara di siang hari, saat ayah dan ibunya bekerja. Namun, Wahyuni tidak merangkak seperti bayi yang belajar merangkak pada umumnya.
Wahyuni terpaksa mengandalkan badan dan wajahnya untuk bergerak di atas tanah. Tak heran jika wajah dan badan Wahyuni selalu dipenuhi tanah dan debu.
Kondisi yang tak jauh berbeda juga dialami Praja, adik Wahyuni. Praja juga tak mampu berjalan seperti anak sehat pada umumnya. Secara perlahan dan berusaha sekuat tenaga, Praja mengandalkan lututnya untuk bergerak keluar rumah.
Di saat kedua orang tuanya bekerja, Wahyuni dan Praja kadang ditengok oleh kerabatnya, Ngadimin. Namun, Ngadimin pun tak mampu berbuat banyak karena juga hidup dalam kondisi susah.
Menurut Ngadimin, Wahyuni dan Praja menderita polio sejak kecil. Wahyuni dan Praja memiliki dua adik yang masih duduk di bangku SMP.
Dia mengatakan, gaji orang tua Wahyuni dan Praja sebagai buruh sawit tak mampu untuk memberikan asupan gizi layak karena untuk makan sehari-hari saja sangat sulit. Pihak keluarga sangat berharap adanya bantuan dari pemerintah, agar Wahyuni dan Praja mendapat perhatian khusus.
Wahyuni (24) dan Praja (22) adalah anak dari pasangan suami istri Suparno dan Marni. Orang tua mereka sehari-hari bekerja sebagai buruh lepas perkebunan sawit dengan gaji Rp25 ribu sehari.
Setiap hari, Wahyuni dan Praja ditinggalkan berdua dengan segala keterbatasan mereka. Keduanya tak mampu berjalan dan berbicara seperti anak pada umumnya. Bahkan, berat badan mereka jauh dari normal.
Sehari-hari, Wahyuni berusaha merangkak di halaman rumah untuk menikmati udara di siang hari, saat ayah dan ibunya bekerja. Namun, Wahyuni tidak merangkak seperti bayi yang belajar merangkak pada umumnya.
Wahyuni terpaksa mengandalkan badan dan wajahnya untuk bergerak di atas tanah. Tak heran jika wajah dan badan Wahyuni selalu dipenuhi tanah dan debu.
Kondisi yang tak jauh berbeda juga dialami Praja, adik Wahyuni. Praja juga tak mampu berjalan seperti anak sehat pada umumnya. Secara perlahan dan berusaha sekuat tenaga, Praja mengandalkan lututnya untuk bergerak keluar rumah.
Di saat kedua orang tuanya bekerja, Wahyuni dan Praja kadang ditengok oleh kerabatnya, Ngadimin. Namun, Ngadimin pun tak mampu berbuat banyak karena juga hidup dalam kondisi susah.
Menurut Ngadimin, Wahyuni dan Praja menderita polio sejak kecil. Wahyuni dan Praja memiliki dua adik yang masih duduk di bangku SMP.
Dia mengatakan, gaji orang tua Wahyuni dan Praja sebagai buruh sawit tak mampu untuk memberikan asupan gizi layak karena untuk makan sehari-hari saja sangat sulit. Pihak keluarga sangat berharap adanya bantuan dari pemerintah, agar Wahyuni dan Praja mendapat perhatian khusus.
(zik)