Dugaan Jual Beli Jabatan di Banten Jadi Kontroversi
A
A
A
SERANG - Pelantikan pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan pemerintah Provinsi Banten masih menjadi kontroversi. Diduga proses penempatan pejabat terindikasi adanya praktik jual beli jabatan.
Warga yang tergabung dalam Koalisi Antikolusi dan Nepotisme Jabatan kemudian mendesak Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk mencopot Nata Irawan dari jabatan Plt Gubernur Banten.
Warga Banten aktivis Koalisi Antikolusi dan Nepotisme Jabatan Poppi menduga adanya praktik jual beli dan transaksional dalam proses pelantikan eselon II, III, dan IV di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten sangat kental.
Hal itu diketahui dari adanya pihak yang mengaku saudara Nata Irawan bernama Hepi Rustam, yang disebut-sebut mengoordinir sejumlah Aparat Sipil Negara (ASN) di lingkup Pemprov Banten, untuk menduduki jabatan tertentu dengan sejumlah kompensasi.
"Hepi Rustam yang diduga menjadi calo jabatan. Ini membuktikan bahwa praktik jual beli jabatan sangat kental terjadi di Banten," ujar Poppi kepada wartawan.
Sama halnya dengan yang disampaikan Ketua Solidaritas Merah Putih (Solmet) Banten Kamaludin. Menurutnya, kejadian di Klaten yang saat ini kasusnya ditangani KPK, diduga kuat terjadi di Banten.
Sementara itu, Plt Gubernur Banten Nata Irawan mengklaim bahwa informasi terkait adanya jual beli jabatan dalam proses penempatan pejabat di organisasi perangkat daerah (OPD) adalah fitnah.
Menurutnya, tidak ada ruang tawar menawar dalam proses penempatan pejabat. Sebab, dalam penempatannya sudah sesuai dengan kompetensi dan kinerjanya, dan sudah melalui proses penyeleksian seusai kapasitas, loyalitas, integritas, dalam memimpin SKPD.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat berkunjung ke Banten akhir Januari 2017 lalu sudah mengingatkan Banten juga masuk dalam pengawasan KPK, terutama terkait praktik jual beli jabatan ASN.
Pergantian pejabat ASN oleh Plt Gubernur Banten pada 2017 ini mencapai 1.372 orang, terdiri dari 44 ASN eselon II, dan 662 ASN eselon III, 664 ASN eselon IV, serta 2 pejabat fungsional.
Warga yang tergabung dalam Koalisi Antikolusi dan Nepotisme Jabatan kemudian mendesak Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk mencopot Nata Irawan dari jabatan Plt Gubernur Banten.
Warga Banten aktivis Koalisi Antikolusi dan Nepotisme Jabatan Poppi menduga adanya praktik jual beli dan transaksional dalam proses pelantikan eselon II, III, dan IV di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten sangat kental.
Hal itu diketahui dari adanya pihak yang mengaku saudara Nata Irawan bernama Hepi Rustam, yang disebut-sebut mengoordinir sejumlah Aparat Sipil Negara (ASN) di lingkup Pemprov Banten, untuk menduduki jabatan tertentu dengan sejumlah kompensasi.
"Hepi Rustam yang diduga menjadi calo jabatan. Ini membuktikan bahwa praktik jual beli jabatan sangat kental terjadi di Banten," ujar Poppi kepada wartawan.
Sama halnya dengan yang disampaikan Ketua Solidaritas Merah Putih (Solmet) Banten Kamaludin. Menurutnya, kejadian di Klaten yang saat ini kasusnya ditangani KPK, diduga kuat terjadi di Banten.
Sementara itu, Plt Gubernur Banten Nata Irawan mengklaim bahwa informasi terkait adanya jual beli jabatan dalam proses penempatan pejabat di organisasi perangkat daerah (OPD) adalah fitnah.
Menurutnya, tidak ada ruang tawar menawar dalam proses penempatan pejabat. Sebab, dalam penempatannya sudah sesuai dengan kompetensi dan kinerjanya, dan sudah melalui proses penyeleksian seusai kapasitas, loyalitas, integritas, dalam memimpin SKPD.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat berkunjung ke Banten akhir Januari 2017 lalu sudah mengingatkan Banten juga masuk dalam pengawasan KPK, terutama terkait praktik jual beli jabatan ASN.
Pergantian pejabat ASN oleh Plt Gubernur Banten pada 2017 ini mencapai 1.372 orang, terdiri dari 44 ASN eselon II, dan 662 ASN eselon III, 664 ASN eselon IV, serta 2 pejabat fungsional.
(zik)