Stasiun Cibatu Saksi Kemesraan Charlie Chaplin dan Dua Kekasihnya yang Cantik
A
A
A
Stasiun Cibatu (CB) yang terletak pada ketinggian +612 meter saat ini merupakan stasiun kereta api kelas II di Desa/Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut. Stasiun Cibatu didirikan pada 1889 setelah diresmikannya jalur kereta api yang menghubungkan Stasiun Cicalengka dengan Cilacap oleh Staatsspoorwegen (SS), maskapai kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda.
Pada era kolonial, Stasiun Cibatu adalah Stasiun Kelas 1 yang sangat penting peran dan keberadaannya. Di Stasiun Cibatu ini kereta api dengan lokomotif uap ditukar. Kereta api tujuan Bandung dipasangi lokomotif gunung dan kereta dari Bandung ke Yogyakarta mendapat lokomotif pelari cepat untuk tanah datar. Stasiun Cibatu merupakan salah satu depo lokomotif uap terbesar di Jawa-Sumatera, dengan jumlah pekerja 700 orang untuk memelihara 100-150 lokomotif uap setiap harinya.
Saat itu, Stasiun Cibatu merupakan stasiun primadona karena menjadi tempat pemberhentian wisatawan Eropa yang ingin berlibur ke Garut. Stasiun Cibatu terasa sejuk karena dikelilingi bukit dan di barat tampak Gunung Guntur.
Wisata alam Garut terbilang lengkap untuk ukuran tahun 1920-an. Sejauh mata memandang, tampak rangkaian gunung yang indah, seperti Gunung Papandayan, Gunung Cikuray, Gunung Kancil, dan Gunung Haruman.
Terkepung tak kurang dari lima gunung, Garut memiliki situ atau telaga, curug atau air terjun, dan pemandian air panas. Wisatawan bisa berkunjung ke Kawah Papandayan dan Kawah Kamojang. Ada juga wisata air, seperti Situ Bagendit hingga Santolo di pesisir selatan.
Dengan sarana transportasi yang baik dan wisata alam yang komplet saat itu, wajar rasanya banyak wisatawan Eropa berkunjung ke Garut melalui Stasiun Cibatu. Dalam buku Seabad Grand Hotel Preanger 1897-1997 yang ditulis oleh Haryoto Kunto, komedian legendaris Charlie Chaplin pada 1927 pernah menjejakkan kakinya di Stasiun Cibatu.
Saat itu lelaki bernama lengkap Sir Charles Spencer "Charlie" Chaplin datang bersama kekasihnya yang cantik, aktris Mary Pickford, dalam perjalanan untuk berlibur ke Garut. Pickford yang memiliki nama asli Gladys Louise Smith merupakan peraih Oscar perempuan pertama sebagai aktris terbaik dalam film Coquette pada 16 Mei 1929.
Charlie Chaplin bukan hanya sekali berkunjung ke Garut, tetapi dua kali! Saat kunjungan kedua pada 1935, Chaplin datang bersama kekasihnya aktris Paulette Goddard, pemeran utama perempuan dalam film Modern Times dan The Great Dictator 2. Chaplin akhirnya menikahi Goddard secara diam-diam pada 1936, meskipun akhirnya bercerai pada 1942.
Jejak lelaki yang menjadi ikon film bisu ini di Stasiun Cibatu sempat diabadikan oleh Tilly Weissenborn, seorang fotografer keturunan Jerman yang lahir di Kediri, Jawa Timur. Dari Tilly pula, Chaplin mengetahui pesona keindahan Garut melalui kartu pos yang dikirimkannya.
Setidaknya, ada tiga foto yang diambil Thilly saat Chaplin tiba di Stasiun Garut Kota. Semuanya memperlihatkan keceriaan masyarakat Garut menyambut kedatangan Chaplin. Wajah komedian film bisu yang memenangkan dua penghargaan kehormatan Academy Awards tidak berhiaskan kumis petak.
Dia tidak memakai jas sempit dan celana kedodoran serta topi warna hitam andalannya. Aktor yang banyak dikelilingi wanita cantik dan berpengaruh ini, menggunakan setelan berjas dan berdasi rapi lengkap dengan penutup kepala lazimnya mandor perkebunan.
Saat di Garut, Chaplin menginap di Hotel Grand Ngamplang, sekitar satu kilometer dari Garut kota ke arah Tasikmalaya. Tempat ini merupakan perbukitan yang sejuk di ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Dari Grand Ngamplang terlihat Gunung Cikuray di bagian timur, Gunung Papandayan dan Gunung Guntur.
Nama Hotel Grand Ngamplang dulunya De Villa Fanny van het Hotel Sanatorium Garoet. Pernah berubah menjadi Grand Sanatorium Ngamplang. Luas hotel di daerah Ngamplang, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut ini, mencapai 25 hektare. Pada 1948 hotel peninggalan itu sempat dihancurkan karena khawatir digunakan oleh penjajah Belanda. Bangunan lama yang tersisa hanya kolam mainan di bawah bangunan hotel.
Selama sepekan di Garut, Chaplin berwisata ke kawah Papandanyan, Kamojang, dan Situ Cangkuang. Chaplin terkagum-kagum dengan keindahan sekitar kawah Papandayan sehingga menyebut Garut sebagai Switzerland van Java alias Swiss-nya Jawa. Bisa jadi pemandangan ini mengingatkan Chaplin pada tempat tinggalnya di Desa Corsier-sur-Vevey, Swiss.
Bukan hanya Chaplin yang terpesona dengan keindahan pemandangan alam Garut. Tokoh lain yang juga pernah menjejakkan kaki di Cibatu adalah Georges Clemenceau, Perdana Menteri Prancis dua periode, tahun 1906-1909 dan 1917-1920. Dia merupakan penulis politik terkemuka dan juga pendiri koran La Justice (1880), L’Aurore (1897), dan L’Homme Libre (1913).
Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta juga pernah transit di Stasiun Cibatu saat menuju Yogyakarta dengan kereta luar biasa ditemani Ibu Fatmawati dan Ibu Rachmi Hatta. Di sini Soekarno sempat turun menemui warga Garut dan menyampaikan pidato.
Haryoto Kunto dalam buku Seabad Grand Hotel Preanger 1897-1997 juga menyebutkan, antara 1935-1940 setiap hari di Stasiun Cibatu diparkir selusin taksi dan limousine untuk menjemput wisatawan. Kemudian mereka diantar ke hotel-hotel mewah di Garut saat itu, seperti Hotel Papandayan, Villa Dolce, Hotel Belvedere, Hotel Van Hengel, Hotel Bagendit, Villa Pautine, dan Hotel Grand Ngamplang.
Sekarang, setelah lebih dari 128 tahun kondisi Stasiun Cibatu sudah jauh berbeda. Halaman parkir Stasiun Cibatu masih luas dan asri, tetapi lengang. Tembok yang kusam dan risplank yang mulai keropos, menunjukkan kerentaan Stasiun Cibatu. Kereta yang berhenti di sini pun sudah tidak banyak, hanya empat rangkaian kereta jarak jauh (Serayu, Kahuripan, Pasundan, dan Kutojaya Selatan) ditambah satu kereta ekonomi lokal, Cibatu-Purwakarta.
Sumber:
- blog focus Jabar
- wikipedia
- pasundan.info
Pada era kolonial, Stasiun Cibatu adalah Stasiun Kelas 1 yang sangat penting peran dan keberadaannya. Di Stasiun Cibatu ini kereta api dengan lokomotif uap ditukar. Kereta api tujuan Bandung dipasangi lokomotif gunung dan kereta dari Bandung ke Yogyakarta mendapat lokomotif pelari cepat untuk tanah datar. Stasiun Cibatu merupakan salah satu depo lokomotif uap terbesar di Jawa-Sumatera, dengan jumlah pekerja 700 orang untuk memelihara 100-150 lokomotif uap setiap harinya.
Saat itu, Stasiun Cibatu merupakan stasiun primadona karena menjadi tempat pemberhentian wisatawan Eropa yang ingin berlibur ke Garut. Stasiun Cibatu terasa sejuk karena dikelilingi bukit dan di barat tampak Gunung Guntur.
Wisata alam Garut terbilang lengkap untuk ukuran tahun 1920-an. Sejauh mata memandang, tampak rangkaian gunung yang indah, seperti Gunung Papandayan, Gunung Cikuray, Gunung Kancil, dan Gunung Haruman.
Terkepung tak kurang dari lima gunung, Garut memiliki situ atau telaga, curug atau air terjun, dan pemandian air panas. Wisatawan bisa berkunjung ke Kawah Papandayan dan Kawah Kamojang. Ada juga wisata air, seperti Situ Bagendit hingga Santolo di pesisir selatan.
Dengan sarana transportasi yang baik dan wisata alam yang komplet saat itu, wajar rasanya banyak wisatawan Eropa berkunjung ke Garut melalui Stasiun Cibatu. Dalam buku Seabad Grand Hotel Preanger 1897-1997 yang ditulis oleh Haryoto Kunto, komedian legendaris Charlie Chaplin pada 1927 pernah menjejakkan kakinya di Stasiun Cibatu.
Saat itu lelaki bernama lengkap Sir Charles Spencer "Charlie" Chaplin datang bersama kekasihnya yang cantik, aktris Mary Pickford, dalam perjalanan untuk berlibur ke Garut. Pickford yang memiliki nama asli Gladys Louise Smith merupakan peraih Oscar perempuan pertama sebagai aktris terbaik dalam film Coquette pada 16 Mei 1929.
Charlie Chaplin bukan hanya sekali berkunjung ke Garut, tetapi dua kali! Saat kunjungan kedua pada 1935, Chaplin datang bersama kekasihnya aktris Paulette Goddard, pemeran utama perempuan dalam film Modern Times dan The Great Dictator 2. Chaplin akhirnya menikahi Goddard secara diam-diam pada 1936, meskipun akhirnya bercerai pada 1942.
Jejak lelaki yang menjadi ikon film bisu ini di Stasiun Cibatu sempat diabadikan oleh Tilly Weissenborn, seorang fotografer keturunan Jerman yang lahir di Kediri, Jawa Timur. Dari Tilly pula, Chaplin mengetahui pesona keindahan Garut melalui kartu pos yang dikirimkannya.
Setidaknya, ada tiga foto yang diambil Thilly saat Chaplin tiba di Stasiun Garut Kota. Semuanya memperlihatkan keceriaan masyarakat Garut menyambut kedatangan Chaplin. Wajah komedian film bisu yang memenangkan dua penghargaan kehormatan Academy Awards tidak berhiaskan kumis petak.
Dia tidak memakai jas sempit dan celana kedodoran serta topi warna hitam andalannya. Aktor yang banyak dikelilingi wanita cantik dan berpengaruh ini, menggunakan setelan berjas dan berdasi rapi lengkap dengan penutup kepala lazimnya mandor perkebunan.
Saat di Garut, Chaplin menginap di Hotel Grand Ngamplang, sekitar satu kilometer dari Garut kota ke arah Tasikmalaya. Tempat ini merupakan perbukitan yang sejuk di ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Dari Grand Ngamplang terlihat Gunung Cikuray di bagian timur, Gunung Papandayan dan Gunung Guntur.
Nama Hotel Grand Ngamplang dulunya De Villa Fanny van het Hotel Sanatorium Garoet. Pernah berubah menjadi Grand Sanatorium Ngamplang. Luas hotel di daerah Ngamplang, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut ini, mencapai 25 hektare. Pada 1948 hotel peninggalan itu sempat dihancurkan karena khawatir digunakan oleh penjajah Belanda. Bangunan lama yang tersisa hanya kolam mainan di bawah bangunan hotel.
Selama sepekan di Garut, Chaplin berwisata ke kawah Papandanyan, Kamojang, dan Situ Cangkuang. Chaplin terkagum-kagum dengan keindahan sekitar kawah Papandayan sehingga menyebut Garut sebagai Switzerland van Java alias Swiss-nya Jawa. Bisa jadi pemandangan ini mengingatkan Chaplin pada tempat tinggalnya di Desa Corsier-sur-Vevey, Swiss.
Bukan hanya Chaplin yang terpesona dengan keindahan pemandangan alam Garut. Tokoh lain yang juga pernah menjejakkan kaki di Cibatu adalah Georges Clemenceau, Perdana Menteri Prancis dua periode, tahun 1906-1909 dan 1917-1920. Dia merupakan penulis politik terkemuka dan juga pendiri koran La Justice (1880), L’Aurore (1897), dan L’Homme Libre (1913).
Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta juga pernah transit di Stasiun Cibatu saat menuju Yogyakarta dengan kereta luar biasa ditemani Ibu Fatmawati dan Ibu Rachmi Hatta. Di sini Soekarno sempat turun menemui warga Garut dan menyampaikan pidato.
Haryoto Kunto dalam buku Seabad Grand Hotel Preanger 1897-1997 juga menyebutkan, antara 1935-1940 setiap hari di Stasiun Cibatu diparkir selusin taksi dan limousine untuk menjemput wisatawan. Kemudian mereka diantar ke hotel-hotel mewah di Garut saat itu, seperti Hotel Papandayan, Villa Dolce, Hotel Belvedere, Hotel Van Hengel, Hotel Bagendit, Villa Pautine, dan Hotel Grand Ngamplang.
Sekarang, setelah lebih dari 128 tahun kondisi Stasiun Cibatu sudah jauh berbeda. Halaman parkir Stasiun Cibatu masih luas dan asri, tetapi lengang. Tembok yang kusam dan risplank yang mulai keropos, menunjukkan kerentaan Stasiun Cibatu. Kereta yang berhenti di sini pun sudah tidak banyak, hanya empat rangkaian kereta jarak jauh (Serayu, Kahuripan, Pasundan, dan Kutojaya Selatan) ditambah satu kereta ekonomi lokal, Cibatu-Purwakarta.
Sumber:
- blog focus Jabar
- wikipedia
- pasundan.info
(wib)