Syamsudin Noor, Perwira TNI Korban Kecelakaan Pesawat di Gunung Galunggung

Jum'at, 27 Januari 2017 - 05:00 WIB
Syamsudin Noor, Perwira TNI Korban Kecelakaan Pesawat di Gunung Galunggung
Syamsudin Noor, Perwira TNI Korban Kecelakaan Pesawat di Gunung Galunggung
A A A
SUASANA duka terlihat di Taman Makam Pahlawan Cikutra Bandung, 29 November 1950. Tembakan salvo dan penaburan bunga oleh penerbang dari pesawat Capung yang melintas di atas TMP Cikutra mewarnai pemakaman Kapten Udara (Anumerta) Muhammad Syamsudin Noor.

Tiga hari sebelumnya, Letnan Udara I Syamsudin Noor yang baru pulang dari Burma (sekarang Myanmar, red) menerbangkan pesawat Dakota T-446 milik AURI di Lapangan Udara Andir Bandung. Musibah menimpanya pada saat melaksanakan tugas penerbangan dari Lapangan Udara Andir Bandung menuju Tasikmalaya.

Minggu, 26 November 1950 sekitar pukul 17.00 waktu setempat, karena kerusakan mesin pesawat ditambah cuaca buruk menyelimuti langit di sekitar Gunung Galunggung, Jawa Barat, pesawat yang sedang berbelok tiba-tiba menabrak cadas dinding gunung di lereng Gunung Galunggung yang terletak lebih kurang 15 km di sebelah tenggara Malangbong-Ciawi, Tasikmalaya. Syamsudin Noor menjadi korban.

Sejak berusia 21 tahun, Muhammad Syamsudin Noor memang tertarik dengan dunia penerbangan. Pria yang lahir di Alabio, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, 5 November 1924 ini adalah adalah putra ketiga dari enam bersaudara, anak pasangan Abdul Gaffar Noor dan Putri Ratna Willis. Ayahnya aktif di pergerakan nasional, sementara ibunya aktif di pergerakan keagamaan.

Aktivitas kedua orang tuanya itu pula yang membawa mereka ke ke Batavia (Jakarta). Pada tahun 1932, Syamsudin Noor masuk sekolah HIS di Batavia. Lulus HIS pada tahun 1939, dia melanjutkan pendidikan MULO di Bogor Jawa Barat.

Pendidikan MULO ditempuh selama tiga tahun. Pada tahun 1942 , dia lulus dari MULO, kemudian melanjutkan kembali ke sekolah di AMS yang ada di Yogyakarta dan berhasil lulus pada tahun 1945.

Setelah menamatkan pendidikan umumnya, di AMS Yoygakarta, Syamsudin Noor muda merasa terpanggil untuk memasuki dunia kemiliteran. Pada tahun itu juga, dia melanjutkan pendidikan kembali di Akademi Militer Yogyakarta selama satu tahun. Pada tahun 1946 lulus dari sekolah Akademi Militer, dia kemudian kembali meneruskan sekolah kejuruan penerbangan Yogyakarta hingga tahun 1947.

Untuk lebih meningkatkan kemampuannya di dunia penerbangan, Syamsudin Noor mengikuti Pendidikan dan Latihan Penerbangan Pesawat Udara di India dan Burma selama kurun waktu 1947 sampai dengan 1950. Di Burma, Syamsudin Noor menjadi pilot pesawat pada penerbangan Indonesian Airways.

Atas pengorbanan dan jasa-jasa Syamsudin Noor semasa hidup, pimpinan Lapangan Terbang Ulin mengusulkan nama Syamsudin Noor sebagai pengganti nama Lapangan Terbang Ulin.

Setelah melalui berbagai pertimbangan dan pembicaraan antara Pimpinan Lapangan Terbang Ulin dengan Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan, tercapai kesepakatan dan terbitlah Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Selatan Nomor 4/DPRD/KPT/1970 Tanggal 13 Januari 1970 tentang Perubahan Nama Lapangan Terbang Ulin menjadi Bandara Syamsudin Noor.

Lalu, diusulkanlah penggantian nama Lapangan Terbang Ulin menjadi Bandara Syamsudin Noor. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Udara Nomor 29 Tanggal 21 Maret 1970, nama Lapangan Terbang Ulin secara resmi diganti menjadi Bandara Syamsudin Noor, berlaku mulai tanggal 9 April 1970.

Sumber: https://tni-au.mil.id dan id.wikipedia.org
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8847 seconds (0.1#10.140)