Dua Mahasiswi Unpar Taklukan Puncak Vinson Massif
A
A
A
BANDUNG - Setelah melalui perjalanan panjang akhirnya Tim The Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition Mahitala-Unpar (Wissemu) yang terdiri dari Fransiska Dimitri Inkiriwang (23) dan Mathilda Dwi Lestari (23) akhirnya mampu menaklukan Gunung Vinson Massif. Mereka pun mencatatkan dirinya sebagai dua perempuan Indonesia pertama yang menapakkan kakinya di Puncak Gunung Vinson Massif.
Tekad yang kuat dua Mahasiswi muda ini mampu menundukan gunung kelima yang memiliki ketinggian 4.892 mdpl. Mathilda dan Fransiska menunjukan ketangguhannya menerjang cuaca ekstrem dan suhu dingin yang bisa mencapai -40 derajat Celsius dan menapaki tumpukan salju yang menutupi puncak gunung tertinggi di Antartika tersebut.
“Dua orang pendaki perempuan ini berhasil mengibarkan Bendera Merah Putih pada Rabu, 4 Januari 2017 pukul 23.48 waktu setempat atau Kamis, 5 Januari 2017 pukul 09.48 WIB,” kata Humas Wissemu, Nadya A Pattiasina, yang dihubungi KORAN SINDO, Jumat (6/1/2017).
Dikatakan, pihaknya mendapatkan berita gembira tersebut dari Mathilda yang saat itu sedang berada di Highcamp. Berita tersebut disampaikan Mathilda melalui telepon satelit sekitar pukul 12.38 WIB, Kamis (5/1/2016) kemarin.
“Keberhasilan mengibarkan bendera Merah Putih di puncak tertinggi Antartika merupakan persembahan bagi persatuan Bangsa Indonesia” cerita Mathilda.
Pendakian dari highcamp hingga ke puncak ini membutuhkan waktu hingga 12 jam dengan jarak pendakian sejauh sekitar 14 km.
Upaya pendakian menuju puncak (summit attempt) sendiri dari High Camp pada Rabu, 4 Januari 2017 pukul 12.00 Waktu setempat. “Perjalanan menuju puncak dari titik terakhir ini pun ditemani juga cuaca cerah namun angin kencang dan hawa dingin dengan suhu udara mencapai -33°C yang membuat dingin terasa menusuk,” katanya.
Untuk mencapai puncak Vinso Massif ini , Tim telah melalui perjalan panjang selama kurang lebih empat hari terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017.
Kedua srikandi ini juga sempat singgah dan beristirahat di Low camp (2.800 mdpl) dan kemudian melanjutkan aklimatisasi sekaligus melakukan load carry ke High Camp (3.770 mdpl) keesokan harinya.
“Perjalanan menuju High camp ini sendiri tidaklah mudah, suhu udara selama perjalanan yang mencapai -30°C disertai hujan saju, ditambah dengan elevasi 1.020 m dan kemiringan terrain mencapai 45° memaksa tim harus menggunakan bantuan fixed ropes untuk dapat sampai ke titik ini,” timpalnya.
Sesampainya di puncak dua perempuan ini pun kemudian mengibarkan bendera merah putih dan membunyikan angklung yang menjadi salah satu symbol jati diri kebudayaan Jabar.
“Angklung, yang dibawa oleh tim sebagai warisan budaya kebanggan Jawa Barat juga turut bergema mengiringi Merah Putih yang berkibar dengan gagah di Puncak Gunung Vinson yang tenang,” katanya.
Menurut Nadya, hingga kini kondisi kedua pendaki perempuan tersebut dalam kondisi yang baik, hanya saja fisik dalam keadaan lelah setelah melakukan pendakian.
“Report tadi malam, kondisi kelelahan tapi dalam stabil dan sehat. Mereka saat ini bakal istirahat seharian penuh dalam basecamp di daerah Antartika,” katanya seraya menambahkan jika kemungkinan para pendaki ini akan kembali ke Indonesia pada 23 Januari 2017.
Dalam pendakian tersebut kedua pendaki ini harus menjaga tubuhnya tetap fit, dalam kondisi dingin mereka di wajibkan meminum air 8-10 liter perhari untuk mengatasi udara dingin, juga kebutuhan protein dan kalori pun dijaga dengan memenuhi 1.000-1.500 kalori.
Diberitakan sebelumnya tim berangkat dari Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta pada 21 Desember 2016 sekitar pukul 00.01 WIB.
Tim sampai di Santiago, Chile pada tanggal yang sama pada pukul 01.05 waktu setempat. Tim akan bermalam selama lima hari sebelum melanjutkan perjalanan ke Punta Arenas pada 26 Desember 2016, yang merupakan kota terakhir sebelum pendakian dimulai.
Pendakian sendiri akan dimulai dari Vinson basecamp pada 1 Januari 2017, meski pencapaian puncak tak sesuai dengan yang ditargetkan yakni pada tanggal 4 Januari 2017, namun tim berhasil menapaki puncak dengan selamat pada 5 Januari 2017.
Sebelum kemudian kembali ke Punta Arenas pada 9 Januari 2017, dan diperkirakan sampai di Indonesia pada 23 Januari 2017.
Tekad yang kuat dua Mahasiswi muda ini mampu menundukan gunung kelima yang memiliki ketinggian 4.892 mdpl. Mathilda dan Fransiska menunjukan ketangguhannya menerjang cuaca ekstrem dan suhu dingin yang bisa mencapai -40 derajat Celsius dan menapaki tumpukan salju yang menutupi puncak gunung tertinggi di Antartika tersebut.
“Dua orang pendaki perempuan ini berhasil mengibarkan Bendera Merah Putih pada Rabu, 4 Januari 2017 pukul 23.48 waktu setempat atau Kamis, 5 Januari 2017 pukul 09.48 WIB,” kata Humas Wissemu, Nadya A Pattiasina, yang dihubungi KORAN SINDO, Jumat (6/1/2017).
Dikatakan, pihaknya mendapatkan berita gembira tersebut dari Mathilda yang saat itu sedang berada di Highcamp. Berita tersebut disampaikan Mathilda melalui telepon satelit sekitar pukul 12.38 WIB, Kamis (5/1/2016) kemarin.
“Keberhasilan mengibarkan bendera Merah Putih di puncak tertinggi Antartika merupakan persembahan bagi persatuan Bangsa Indonesia” cerita Mathilda.
Pendakian dari highcamp hingga ke puncak ini membutuhkan waktu hingga 12 jam dengan jarak pendakian sejauh sekitar 14 km.
Upaya pendakian menuju puncak (summit attempt) sendiri dari High Camp pada Rabu, 4 Januari 2017 pukul 12.00 Waktu setempat. “Perjalanan menuju puncak dari titik terakhir ini pun ditemani juga cuaca cerah namun angin kencang dan hawa dingin dengan suhu udara mencapai -33°C yang membuat dingin terasa menusuk,” katanya.
Untuk mencapai puncak Vinso Massif ini , Tim telah melalui perjalan panjang selama kurang lebih empat hari terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017.
Kedua srikandi ini juga sempat singgah dan beristirahat di Low camp (2.800 mdpl) dan kemudian melanjutkan aklimatisasi sekaligus melakukan load carry ke High Camp (3.770 mdpl) keesokan harinya.
“Perjalanan menuju High camp ini sendiri tidaklah mudah, suhu udara selama perjalanan yang mencapai -30°C disertai hujan saju, ditambah dengan elevasi 1.020 m dan kemiringan terrain mencapai 45° memaksa tim harus menggunakan bantuan fixed ropes untuk dapat sampai ke titik ini,” timpalnya.
Sesampainya di puncak dua perempuan ini pun kemudian mengibarkan bendera merah putih dan membunyikan angklung yang menjadi salah satu symbol jati diri kebudayaan Jabar.
“Angklung, yang dibawa oleh tim sebagai warisan budaya kebanggan Jawa Barat juga turut bergema mengiringi Merah Putih yang berkibar dengan gagah di Puncak Gunung Vinson yang tenang,” katanya.
Menurut Nadya, hingga kini kondisi kedua pendaki perempuan tersebut dalam kondisi yang baik, hanya saja fisik dalam keadaan lelah setelah melakukan pendakian.
“Report tadi malam, kondisi kelelahan tapi dalam stabil dan sehat. Mereka saat ini bakal istirahat seharian penuh dalam basecamp di daerah Antartika,” katanya seraya menambahkan jika kemungkinan para pendaki ini akan kembali ke Indonesia pada 23 Januari 2017.
Dalam pendakian tersebut kedua pendaki ini harus menjaga tubuhnya tetap fit, dalam kondisi dingin mereka di wajibkan meminum air 8-10 liter perhari untuk mengatasi udara dingin, juga kebutuhan protein dan kalori pun dijaga dengan memenuhi 1.000-1.500 kalori.
Diberitakan sebelumnya tim berangkat dari Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta pada 21 Desember 2016 sekitar pukul 00.01 WIB.
Tim sampai di Santiago, Chile pada tanggal yang sama pada pukul 01.05 waktu setempat. Tim akan bermalam selama lima hari sebelum melanjutkan perjalanan ke Punta Arenas pada 26 Desember 2016, yang merupakan kota terakhir sebelum pendakian dimulai.
Pendakian sendiri akan dimulai dari Vinson basecamp pada 1 Januari 2017, meski pencapaian puncak tak sesuai dengan yang ditargetkan yakni pada tanggal 4 Januari 2017, namun tim berhasil menapaki puncak dengan selamat pada 5 Januari 2017.
Sebelum kemudian kembali ke Punta Arenas pada 9 Januari 2017, dan diperkirakan sampai di Indonesia pada 23 Januari 2017.
(sms)