Suami Ditahan Polisi, Ngati dan Anak Hidup di Kandang
A
A
A
PROBOLINGGO - Sudah jatuh tertimpa tangga, demikian nasib yang dialami keluarga Bambang warga Desa Pandan Sari Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo.
Sudah hidup seatap bercampur seekor sapi, kini ia harus mendekam di penjara atas tuduhan mencuri pohon pinus milik Perhutani.
Sejak empat tahun lalu, keluarga miskin ini terpaksa berbagi ruang kandang sapi sebagai tempat tinggalnya.
Kandang berukuran 3x6 meter ini menjadi kekayaan satu-satunya. Sedangkan seekor sapi yang dipeliharanya adalah milik tetangganya yang dipeliharanya dengan sistim nggado (bagi hasil).
Dalam kesehariannya, Bambang (35), hidup bersama Ngati, (30) dan anaknya Anggara, 10. Anak semata wayang ini mengenyam dunia pendidikan hanya pada kelas 1 SD. Ia terpaksa putus diawal pendidikan karena ayah-ibunya tidak mampu membiayai sekolahnya.
Pada pekan lalu, Bambang yang tidak memiliki pekerjaan tetap mengambil batang pohon pinus yang tumbang. Batang pohon ini sedianya akan dipergunakan sebagai tiang penyangga perluasan kandang sapi yang menjadi tempat tinggalnya.
Namun tindakan Bambang ini dituduh sebagai pencurian di lahan milik Perhutani. Dia pun ditangkap polisi untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
"Suami saya tidak memotong pohon milik Perhutani. Ia hanya mengambil pohon yang sudah tumbang kena angin," kata Ngati.
Sebelum menetap di kandang sapi, Ngati hidup berpindah-pindah di rumah tetangganya yang merasa iba. Namun sejak empat tahun lalu, ia memutuskan hidup dikandang bersama seekor sapi yang dipeliharanya.
"Saya malu hidup terus-terusan menumpang di rumah orang. Setelah dititipi seekor sapi, kami akhirnya membuat kandang sekaligus untuk tempat tinggal," jelas Ngati.
Kandang yang ditempati keluarga miskin ini, pada bagian atap yang menggunakan terpal plastik sudah mulai compang camping. Jika hujan turun pada malam hari, mereka harus begadang sepanjang malam karena air mengucur ke dalam kandang.
"Saya kerja buruh tani dan mendapat upah Rp25.000/hari. Uang ini hanya cukup untuk makan sehari-hari," katanya.
Ia berharap, ada bantuan pemerintah untuk menopang kehidupannya. Sehingga ia dan keluarganya bisa hidup normal dan tidak bercampur dengan hewan ternak peliharaannya.
Kepala Desa Pandan Sari, Tiyarso, mengatakan, mengakui jika ada warganya yang tinggal didalam kandang sapi.
Selama itupula, pihak keluarga tidak pernah menyampaikan keluhannya. Namun sejak beberapa waktu lalu pihaknya mengajak masyarakat untuk bergotong royong membangunkan rumah darurat yang layak huni.
"Warga sudah sepakat untuk bergotong royong membangunkan rumah darurat. Kami berharap, pemerintah membantunya dalam program pembangunan rumah tidak layak huni (RTLH) pada tahun 2017 mendatang," pungkasnya.
Sudah hidup seatap bercampur seekor sapi, kini ia harus mendekam di penjara atas tuduhan mencuri pohon pinus milik Perhutani.
Sejak empat tahun lalu, keluarga miskin ini terpaksa berbagi ruang kandang sapi sebagai tempat tinggalnya.
Kandang berukuran 3x6 meter ini menjadi kekayaan satu-satunya. Sedangkan seekor sapi yang dipeliharanya adalah milik tetangganya yang dipeliharanya dengan sistim nggado (bagi hasil).
Dalam kesehariannya, Bambang (35), hidup bersama Ngati, (30) dan anaknya Anggara, 10. Anak semata wayang ini mengenyam dunia pendidikan hanya pada kelas 1 SD. Ia terpaksa putus diawal pendidikan karena ayah-ibunya tidak mampu membiayai sekolahnya.
Pada pekan lalu, Bambang yang tidak memiliki pekerjaan tetap mengambil batang pohon pinus yang tumbang. Batang pohon ini sedianya akan dipergunakan sebagai tiang penyangga perluasan kandang sapi yang menjadi tempat tinggalnya.
Namun tindakan Bambang ini dituduh sebagai pencurian di lahan milik Perhutani. Dia pun ditangkap polisi untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
"Suami saya tidak memotong pohon milik Perhutani. Ia hanya mengambil pohon yang sudah tumbang kena angin," kata Ngati.
Sebelum menetap di kandang sapi, Ngati hidup berpindah-pindah di rumah tetangganya yang merasa iba. Namun sejak empat tahun lalu, ia memutuskan hidup dikandang bersama seekor sapi yang dipeliharanya.
"Saya malu hidup terus-terusan menumpang di rumah orang. Setelah dititipi seekor sapi, kami akhirnya membuat kandang sekaligus untuk tempat tinggal," jelas Ngati.
Kandang yang ditempati keluarga miskin ini, pada bagian atap yang menggunakan terpal plastik sudah mulai compang camping. Jika hujan turun pada malam hari, mereka harus begadang sepanjang malam karena air mengucur ke dalam kandang.
"Saya kerja buruh tani dan mendapat upah Rp25.000/hari. Uang ini hanya cukup untuk makan sehari-hari," katanya.
Ia berharap, ada bantuan pemerintah untuk menopang kehidupannya. Sehingga ia dan keluarganya bisa hidup normal dan tidak bercampur dengan hewan ternak peliharaannya.
Kepala Desa Pandan Sari, Tiyarso, mengatakan, mengakui jika ada warganya yang tinggal didalam kandang sapi.
Selama itupula, pihak keluarga tidak pernah menyampaikan keluhannya. Namun sejak beberapa waktu lalu pihaknya mengajak masyarakat untuk bergotong royong membangunkan rumah darurat yang layak huni.
"Warga sudah sepakat untuk bergotong royong membangunkan rumah darurat. Kami berharap, pemerintah membantunya dalam program pembangunan rumah tidak layak huni (RTLH) pada tahun 2017 mendatang," pungkasnya.
(nag)