Warga Conggeang Sumedang Tolak Tol Cisumdawu
A
A
A
SUMEDANG - Warga Kecamatan Conggeang Kabupaten Sumedang menolak pembangunan Tol Cileunyi - Sumedang - Dawuan (Cisumdawu).
Kepala Desa Cacaban Usup mengatakan warga desanya bulat menolak wilayahnya dilalui jalur jalan bebas hambatan penghubung Bandung - Majalengka tersebut.
"Alasannya, jalur tol yang saat ini sudah mulai dipatok memakan lahan permukiman warga. Sehingga bila jalur yang sekarang tentunya harus bedol desa. Ini yang menjadi dasar penolakan warga," ujarnya (7/11/2016).
Selain itu, kata dia, jalur yang dilalui akses tol di wilayah Desa Cacaban juga mengancam permukiman relokasi warga terdampak Waduk Jatigede.
"Warga Jatigede yang terusir air waduk dan baru saja pindah ke sini harus kembali terusik dengan adanya proyek tol ini. Kasihan mereka kalau harus terusir lagi imbas adanya tol ini," tuturnya.
Namun, kata dia, bila jalur tol tersebut tidak bisa dipindahkan ke wilayah lain yang bukan merupakan permukiman warga, pemerintah harus memberikan ganti untung plus mengganti pula apa yang menjadi mata pencaharian warga paskapembangunan tol rampung.
"Bila harus bedol desa, kami minta pemerintah memberikan ganti untung, bukan ganti rugi. Pemerintah juga harus mau menjamin lapangan pekerjaan bagi warga terdampak tol di desa kami. Jangan sampai mereka diabaikan. Sebelum itu direalisasikan, tol jangan dulu dibangun," sebutnya.
Penolakan ini, kata dia, bukan berarti pihaknya mencoba untuk menghalang-halangi program pembangunan yang digagas pemerintah. Namun pembangunan yang ada harus memenuhi rasa keadilan bagi warga terdampak.
"Jangan sampai kasus ganti rugi seperti di Ciherang terjadi lagi di sini. Jangan sampai dampaknya seperti yang ditimbulkan proyek Waduk Jatigede. Warga Jatigede banyak yang ditelantarkan bahkan hingga waduk terisi penuh, permasalahan dampak sosialnya tak kunjung tuntas. Ini sangat tidak kami harapkan," pungkasnya.
Kepala Desa Cacaban Usup mengatakan warga desanya bulat menolak wilayahnya dilalui jalur jalan bebas hambatan penghubung Bandung - Majalengka tersebut.
"Alasannya, jalur tol yang saat ini sudah mulai dipatok memakan lahan permukiman warga. Sehingga bila jalur yang sekarang tentunya harus bedol desa. Ini yang menjadi dasar penolakan warga," ujarnya (7/11/2016).
Selain itu, kata dia, jalur yang dilalui akses tol di wilayah Desa Cacaban juga mengancam permukiman relokasi warga terdampak Waduk Jatigede.
"Warga Jatigede yang terusir air waduk dan baru saja pindah ke sini harus kembali terusik dengan adanya proyek tol ini. Kasihan mereka kalau harus terusir lagi imbas adanya tol ini," tuturnya.
Namun, kata dia, bila jalur tol tersebut tidak bisa dipindahkan ke wilayah lain yang bukan merupakan permukiman warga, pemerintah harus memberikan ganti untung plus mengganti pula apa yang menjadi mata pencaharian warga paskapembangunan tol rampung.
"Bila harus bedol desa, kami minta pemerintah memberikan ganti untung, bukan ganti rugi. Pemerintah juga harus mau menjamin lapangan pekerjaan bagi warga terdampak tol di desa kami. Jangan sampai mereka diabaikan. Sebelum itu direalisasikan, tol jangan dulu dibangun," sebutnya.
Penolakan ini, kata dia, bukan berarti pihaknya mencoba untuk menghalang-halangi program pembangunan yang digagas pemerintah. Namun pembangunan yang ada harus memenuhi rasa keadilan bagi warga terdampak.
"Jangan sampai kasus ganti rugi seperti di Ciherang terjadi lagi di sini. Jangan sampai dampaknya seperti yang ditimbulkan proyek Waduk Jatigede. Warga Jatigede banyak yang ditelantarkan bahkan hingga waduk terisi penuh, permasalahan dampak sosialnya tak kunjung tuntas. Ini sangat tidak kami harapkan," pungkasnya.
(nag)