Polres Magelang Bongkar Praktik Aborsi yang Menewaskan Janda
Sabtu, 29 Oktober 2016 - 02:26 WIB

Polres Magelang Bongkar Praktik Aborsi yang Menewaskan Janda
A
A
A
MAGELANG - Polres Magelang berhasil membongkar praktik aborsi yang menewaskan seorang janda. Diduga, praktik aborsi itu melibatkan bidan, perawat, dan pacar korban yang telah memiliki tiga anak.
Informasi diperoleh menyebutkan, kejadian aborsi berlangsung bulan Februari lalu, atas permintaan korban berinisial Ri yang diduga malu karena berstatus janda mengandung usia tiga bulan. Ketika itu, korban yang merupakan warga Desa Sukorejo, Tegalrejo, Kabupaten Magelang, menelepon pacarnya, BU (43) dan memberitahukan akan menggugurkan kandungannya. BU melarang dan menyanggupi untuk bertanggung jawab atas kehamilan janda itu meski dia telah memiliki istri dan tiga anak.
Kasat Reskrim Polres Magelang AKP Rendy Wicaksana didampingi Kanit PPA Aiptu Isti Wulandari mengatakan, korban ngotot agar aborsi berlangsung dan akhirnya dilangsungkan pada 27 Februari 2016. Proses aborsi tersebut bisa berlangsung setelah korban meminta tolong bantuan seorang pedagang, BT (53), agar mencarikan orang yang bisa melakukan aborsi.
"Pacar korban sempat menolak permintaan korban karena akan bertanggung jawab. Kemudian korban meminta tolong BT dan BT menemui perawat NU (27) saat pulang di rumah orangtuanya dan menanyakan soal bisa tidaknya membantu aborsi," katanya.
Menurut dia, selanjutnya NU meneruskan kepada bidan MU (44) dan akhirnya disepakati uang untuk membayar aborsi sebesar Rp2,5 juta, ditambah uang jasa Rp500.000. Setelah terjadi kesepakatan, korban diantarkan pacarnya serta BT menuju klinik yang telah ditunggu MU, pada Sabtu (27/2/2016).
Korban kemudian diberikan tiga butir obat yang dimasukkan ke dalam kemaluannya. Selanjutnya, pada malam harinya, korban mengirimkan SMS kepada MU dan NU yang memberitahukan janin dalam perutnya sudah keluar, namun ari-arinya masih tertinggal.
Pada dini hari, korban mengeluarkan sendiri ari-ari tersebut dengan menariknya. Tersangka NU menyarankan korban segera menuju rumah untuk penanganan medis.
"Sekitar pukul 03.00 WIB, korban diantar pacarnya ke praktik dokter H. Karena kondisi korban semakin melemah dan kehabisan darah, akhirnya dirujuk ke RSUD Tidar Magelang, namun disarankan ke RS Budi Rahayu. Saat diperiksa di rumah sakit bersalin tersebut, ternyata korban sudah meninggal dunia," ujarnya.
Begitu korban meninggal dunia, pihak keluarga sempat curiga kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polres Magelang. Menindaklanjuti laporan tersebut, polisi terus melakukan penyelidikan, bahkan sempat membongkar makam korban pada 19 Juli 2016.
Autopsi dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian korban. "Dari hasil autopsi jenazah korban, diketahui ada indikasi upaya aborsi menggunakan obat dengan dosis tertentu sehingga mengakibatkan korban meninggal dunia," ujarnya.
Kini, empat tersangka yakni bidan berinisial MU, warga Tempuran; perawat berinisial NU, warga Mertoyudan; pedagang berinisial BT, warga Tegalrejo; dan pacar korban, BU, warga Tegalrejo, diamankan Polres Magelang.
Kanit PPA Aiptu Isti Wulandari menambahkan, tersangka dijerat Pasal 194 UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Kemudian, subsider Pasal 348 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama tujuh tahun.
Sementara itu, tersangka BU mengaku tidak memiliki rencana aborsi terhadap anak yang tengah dikandung korban. "Saya mau bertanggung jawab, tapi dia (korban) memaksa melakukan aborsi," ujar bapak tiga putra itu.
Informasi diperoleh menyebutkan, kejadian aborsi berlangsung bulan Februari lalu, atas permintaan korban berinisial Ri yang diduga malu karena berstatus janda mengandung usia tiga bulan. Ketika itu, korban yang merupakan warga Desa Sukorejo, Tegalrejo, Kabupaten Magelang, menelepon pacarnya, BU (43) dan memberitahukan akan menggugurkan kandungannya. BU melarang dan menyanggupi untuk bertanggung jawab atas kehamilan janda itu meski dia telah memiliki istri dan tiga anak.
Kasat Reskrim Polres Magelang AKP Rendy Wicaksana didampingi Kanit PPA Aiptu Isti Wulandari mengatakan, korban ngotot agar aborsi berlangsung dan akhirnya dilangsungkan pada 27 Februari 2016. Proses aborsi tersebut bisa berlangsung setelah korban meminta tolong bantuan seorang pedagang, BT (53), agar mencarikan orang yang bisa melakukan aborsi.
"Pacar korban sempat menolak permintaan korban karena akan bertanggung jawab. Kemudian korban meminta tolong BT dan BT menemui perawat NU (27) saat pulang di rumah orangtuanya dan menanyakan soal bisa tidaknya membantu aborsi," katanya.
Menurut dia, selanjutnya NU meneruskan kepada bidan MU (44) dan akhirnya disepakati uang untuk membayar aborsi sebesar Rp2,5 juta, ditambah uang jasa Rp500.000. Setelah terjadi kesepakatan, korban diantarkan pacarnya serta BT menuju klinik yang telah ditunggu MU, pada Sabtu (27/2/2016).
Korban kemudian diberikan tiga butir obat yang dimasukkan ke dalam kemaluannya. Selanjutnya, pada malam harinya, korban mengirimkan SMS kepada MU dan NU yang memberitahukan janin dalam perutnya sudah keluar, namun ari-arinya masih tertinggal.
Pada dini hari, korban mengeluarkan sendiri ari-ari tersebut dengan menariknya. Tersangka NU menyarankan korban segera menuju rumah untuk penanganan medis.
"Sekitar pukul 03.00 WIB, korban diantar pacarnya ke praktik dokter H. Karena kondisi korban semakin melemah dan kehabisan darah, akhirnya dirujuk ke RSUD Tidar Magelang, namun disarankan ke RS Budi Rahayu. Saat diperiksa di rumah sakit bersalin tersebut, ternyata korban sudah meninggal dunia," ujarnya.
Begitu korban meninggal dunia, pihak keluarga sempat curiga kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polres Magelang. Menindaklanjuti laporan tersebut, polisi terus melakukan penyelidikan, bahkan sempat membongkar makam korban pada 19 Juli 2016.
Autopsi dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian korban. "Dari hasil autopsi jenazah korban, diketahui ada indikasi upaya aborsi menggunakan obat dengan dosis tertentu sehingga mengakibatkan korban meninggal dunia," ujarnya.
Kini, empat tersangka yakni bidan berinisial MU, warga Tempuran; perawat berinisial NU, warga Mertoyudan; pedagang berinisial BT, warga Tegalrejo; dan pacar korban, BU, warga Tegalrejo, diamankan Polres Magelang.
Kanit PPA Aiptu Isti Wulandari menambahkan, tersangka dijerat Pasal 194 UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Kemudian, subsider Pasal 348 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama tujuh tahun.
Sementara itu, tersangka BU mengaku tidak memiliki rencana aborsi terhadap anak yang tengah dikandung korban. "Saya mau bertanggung jawab, tapi dia (korban) memaksa melakukan aborsi," ujar bapak tiga putra itu.
(zik)