Puluhan Dokter Demo Tolak Kebijakan Menteri Kesehatan
A
A
A
BONDOWOSO - Puluhan dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Bondowoso menggelar demo menolak kebijakan menteri kesehatan yang mengharuskan semua dokter untuk melanjutkan ā€ˇpendidikan kembali selama dua tahun.
Kebijakan menteri tersebut yaitu Program Dokter Layanan Primer atau DLP. Aksi para dokter ini dipusatkan di alun-alun Kota Bondowoso. Dalam aksinya, para dokter membentangkan spanduk dan melakukan orasi.
Dalam orasinya, mereka meminta agar Menteri Kesehatan Nila Djuwita Moeloek menganulir kebijakan DLP, karena dinilai memberatkan calon dokter dan dianggap merendahkan, serta meragukan kompetensi dokter umum yang melayani layanan primer.
Para dokter juga menganggap DLP akan sulit berjalan, karena kurangnya sarana dan prasarana, termasuk langkanya dosen kedokteran di beberapa daerah terpencil. Belum lagi dengan kurangnya alat di faskes primer.
Menurut para dokter ini, yang jadi permasalahan bukan hanya kompetensi dokternya, karena kompetensi dokter akan meningkat dengan sarana dan prasarana yang memadai.
Setidaknya ada enam komponen penolakan IDI yang saling berkaitan, seperti sarana yang bagus, obat berkualitas, tersedianya alat kesehatan, dan pembinaan operasionalisasi, serta tenaga medis yang kompeten.
Jika pemerintah tetap dengan keputusannya, IDI akan mengambil langkah hukum tetap menjamin keberlangsungan kinerja dokter umum di layanan primer. Sekedar informasi, aksi serupa akan dilakukan serentak pada 24 Oktober 2016.
Kebijakan menteri tersebut yaitu Program Dokter Layanan Primer atau DLP. Aksi para dokter ini dipusatkan di alun-alun Kota Bondowoso. Dalam aksinya, para dokter membentangkan spanduk dan melakukan orasi.
Dalam orasinya, mereka meminta agar Menteri Kesehatan Nila Djuwita Moeloek menganulir kebijakan DLP, karena dinilai memberatkan calon dokter dan dianggap merendahkan, serta meragukan kompetensi dokter umum yang melayani layanan primer.
Para dokter juga menganggap DLP akan sulit berjalan, karena kurangnya sarana dan prasarana, termasuk langkanya dosen kedokteran di beberapa daerah terpencil. Belum lagi dengan kurangnya alat di faskes primer.
Menurut para dokter ini, yang jadi permasalahan bukan hanya kompetensi dokternya, karena kompetensi dokter akan meningkat dengan sarana dan prasarana yang memadai.
Setidaknya ada enam komponen penolakan IDI yang saling berkaitan, seperti sarana yang bagus, obat berkualitas, tersedianya alat kesehatan, dan pembinaan operasionalisasi, serta tenaga medis yang kompeten.
Jika pemerintah tetap dengan keputusannya, IDI akan mengambil langkah hukum tetap menjamin keberlangsungan kinerja dokter umum di layanan primer. Sekedar informasi, aksi serupa akan dilakukan serentak pada 24 Oktober 2016.
(san)