Bupati Kudus Dorong Masyarakat Kreatif
A
A
A
YOGYAKARTA - Bupati Kudus Musthofa terus mendorong masyarakatnya untuk berpikir dan bertindak kreatif agar bisa mencapai kehidupan yang sejahtera. Lewat terobosan inilah masyarakat Kabupaten Kudus kini berhasil terhindar dari ancaman kemiskinan dan mendapatkan akses pendidikan maupun kesehatan yang sangat memadai.
“Filosofi pemerintahan adalah harus bisa menyejahterakan rakyatnya. Tentu ada tahapan yang harus dilalui,” ujar Musthofa saat menjadi pembicara pada seminar nasional bertajuk “Indonesia Kaya Tapi Tak Menyejahterakan?” di Auditorium BRI Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sabtu 15 Oktober lalu.
Di hadapan ratusan mahasiswa, Musthofa mengatakan, untuk mencapai derajat masyarakat yang sejahtera, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Untuk itu dia terus mengajak warganya melakukan terobosan- terobosan guna mengembangkan usaha.
Dengan membiasakan berpikir kreatif inilah masyarakat menjadi lebih tahan terhadap persaingan usaha atau kondisi ekonomi saat ini. Menurutnya, ada beberapa indikator yang bisa mengukur berhasil atau tidaknya suatu daerah.
Di antara indikator utama itu adalah kemampuan daerah menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran. Pada tahap ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus terus mengajak masyarakatnya meningkatkan produktivitas dan membantu perluasan kesempatan kerja. Indikator lainnya adalah keberhasilan daerah dalam memberikan akses pendidikan, kesehatan, dan sarana-prasarana publik. “Kami arahkan pembangunan yang merata dengan mengoptimalkan potensi desa yang ada,” papar Musthofa.
Dengan pola ini, pembangunan bukan hanya terpusat di perkotaan. Sebab masyarakat di desa-desa juga merasakan adanya pemberdayaan atas potensi mereka secara menyeluruh. Di sektor apa pun masyarakat terus diberdayakan kemampuannya.
“Dengan filosofi gusjigang (berakhlak bagus, berilmu dengan mengaji, dan piawai berdagang) masyarakat Kudus mampu mengimplementasikannya untuk berwirausaha,” imbuhnya. Untuk mengentaskan masyarakat dari pengangguran, Pemkab Kudus terus memberikan keterampilan secara gratis melalui balai latihan kerja (BLK).
Strategi ini masih ditambah dengan adanya bantuan modal tanpa jaminan melalui kredit usaha produktif (KUP) untuk peningkatan produktivitas.
“Bukan ini saja, pada sektor pendidikan formal, kami gratiskan sekolah negeri dari SD hingga SMA/SMK. Bahkan kini kami kembangkan sekolah kejuruan tanpa APBD,” ujarnya. Meski demikian, kreativitas dan perubahan mindset masyarakat dituntut untuk terus muncul dalam rangka inovasi pengembangan potensi diri. Lewat cara inilah akan mampu diciptakan produk-produk yang inovatif untuk memenangi kompetisi di dunia usaha.
“Hasilnya bisa kita lihat dari angka kemiskinan di Kudus yang terus menurun seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” paparnya.
Angka kemiskinan di Kabupaten Kudus terus berkurang signifikan. Pada awal 2016, angka kemiskinan di Kabupaten Kudus tercatat mencapai 7% atau jauh di bawah rata-rata tingkat Provinsi Jawa Tengah atau nasional.
Dosen dari Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM Revrisond Baswir menyampaikan bahwa untuk menuju masyarakat yang sejahtera, semua pihak harus diajak menerjemahkan makna UUD 1945 Pasal 33.
“Yaitu dengan demokrasi ekonomi. Masyarakat harus menjadi subjek perekonomian dan kekuatan ekonomi, salah satunya dengan koperasi,” sebutnya.
“Filosofi pemerintahan adalah harus bisa menyejahterakan rakyatnya. Tentu ada tahapan yang harus dilalui,” ujar Musthofa saat menjadi pembicara pada seminar nasional bertajuk “Indonesia Kaya Tapi Tak Menyejahterakan?” di Auditorium BRI Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sabtu 15 Oktober lalu.
Di hadapan ratusan mahasiswa, Musthofa mengatakan, untuk mencapai derajat masyarakat yang sejahtera, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Untuk itu dia terus mengajak warganya melakukan terobosan- terobosan guna mengembangkan usaha.
Dengan membiasakan berpikir kreatif inilah masyarakat menjadi lebih tahan terhadap persaingan usaha atau kondisi ekonomi saat ini. Menurutnya, ada beberapa indikator yang bisa mengukur berhasil atau tidaknya suatu daerah.
Di antara indikator utama itu adalah kemampuan daerah menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran. Pada tahap ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus terus mengajak masyarakatnya meningkatkan produktivitas dan membantu perluasan kesempatan kerja. Indikator lainnya adalah keberhasilan daerah dalam memberikan akses pendidikan, kesehatan, dan sarana-prasarana publik. “Kami arahkan pembangunan yang merata dengan mengoptimalkan potensi desa yang ada,” papar Musthofa.
Dengan pola ini, pembangunan bukan hanya terpusat di perkotaan. Sebab masyarakat di desa-desa juga merasakan adanya pemberdayaan atas potensi mereka secara menyeluruh. Di sektor apa pun masyarakat terus diberdayakan kemampuannya.
“Dengan filosofi gusjigang (berakhlak bagus, berilmu dengan mengaji, dan piawai berdagang) masyarakat Kudus mampu mengimplementasikannya untuk berwirausaha,” imbuhnya. Untuk mengentaskan masyarakat dari pengangguran, Pemkab Kudus terus memberikan keterampilan secara gratis melalui balai latihan kerja (BLK).
Strategi ini masih ditambah dengan adanya bantuan modal tanpa jaminan melalui kredit usaha produktif (KUP) untuk peningkatan produktivitas.
“Bukan ini saja, pada sektor pendidikan formal, kami gratiskan sekolah negeri dari SD hingga SMA/SMK. Bahkan kini kami kembangkan sekolah kejuruan tanpa APBD,” ujarnya. Meski demikian, kreativitas dan perubahan mindset masyarakat dituntut untuk terus muncul dalam rangka inovasi pengembangan potensi diri. Lewat cara inilah akan mampu diciptakan produk-produk yang inovatif untuk memenangi kompetisi di dunia usaha.
“Hasilnya bisa kita lihat dari angka kemiskinan di Kudus yang terus menurun seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” paparnya.
Angka kemiskinan di Kabupaten Kudus terus berkurang signifikan. Pada awal 2016, angka kemiskinan di Kabupaten Kudus tercatat mencapai 7% atau jauh di bawah rata-rata tingkat Provinsi Jawa Tengah atau nasional.
Dosen dari Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM Revrisond Baswir menyampaikan bahwa untuk menuju masyarakat yang sejahtera, semua pihak harus diajak menerjemahkan makna UUD 1945 Pasal 33.
“Yaitu dengan demokrasi ekonomi. Masyarakat harus menjadi subjek perekonomian dan kekuatan ekonomi, salah satunya dengan koperasi,” sebutnya.
(sms)