Mbah Bungkus dan Penyebaran Agama Islam di Pangandaran
A
A
A
Di Pangandaran, Jawa Barat, ada salah satu destinasi wisata cagar budaya religi yang kerap dikunjungi, yakni Makam Mbah Bungkus. Siapa Mbah Bungkus?
Makam Mbah Bungkus ada di jalan utama nasional Pangandaran-Cijulang, tepatnya di Desa Wonoharjo, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran.
Menurut salah satu keturunan Mbah Bungkus, Joko Purwanto, Mbah Bungkus merupakan salah satu ulama penyebar agama Islam sekaligus tokoh yang memadukan suku Jawa dan suku Sunda setelah berhasil membuka perkampungan.
"Mbah Bungkus bernama Wonoduwiryo yang merupakan keturunan Mbah Wonodiksomo III yaitu cucu dari Tumenggung Wonoyudo, seorang abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat," kata Joko yang kini tinggal di Desa Wonoharjo.
Mbah Bungkus atau Wonoduwiryo berasal dari Desa Tlogodepok, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Kedatangannya ke Pangandaran berawal dari kisah persahabatan Kanjeng Bupati Tasikmalaya dengan Kanjeng Bupati Cilacap.
"Kanjeng Bupati Tasikmalaya berkeluh kesah kepada Kanjeng Bupati Cilacap bahwa daerah sebelah barat Sungai Citanduy yang berdekatan dengan pantai tidak dapat digarap dan tidak bisa dimanfatkan karena sangat angker, sehingga harus mendatangkan seorang yang mampu untuk membuka hutan tersebut," tambah Joko.
Bupati Cilacap akhirnya meminta bantuan kepada bupati Kebumen untuk mengirimkan utusan yang mampu membuka lahan hutan tersebut. Akhirnya, bupati Kebumen mengutus putra dari Mbah Wonodiksomo III dari Desa Tlogodepok, yang akrab disebut Mbah Bungkus.
"Bupati Kebumen meminta langsung Wonoduwiryo kepada ayahnya, Mbah Wonodiksomo III, untuk dikirim ke daerah yang disebut angker oleh bupati Tasikmalaya. Setelah mendapat restu ayahnya, Wonoduwiryo berangkat ke seberang Sungai Citanduy yang berdekatan dengan Pantai Pangandaran."
Wonoduwiryo atau Mbah Bungkus mulai membuka hutan belantara dengan alat seadanya. Berdasarkan cerita, dia berhasil merobohkan salah satu pohon yang dianggap angker hanya dengan cara digigit. Ranting pohon yang berada di sekelilingnya langsung kering dan dijadikan bahan kayu bakar.
"Setelah itu, hutan yang telah dibuka dimanfaatkan oleh penduduk serta didatangi para pendatang dari barat dan timur, dari suku Sunda dan Jawa yang kemudian hidup berdampingan di lokasi tersebut," jelas Joko.
Setelah hutan belantara tersebut menjadi perkampungan, Mbah Bungkus akhirnya menyiarkan ajaran agama Islam kepada warga yang ada di perkampungan tersebut hingga akhirnya menjadi ramai.
Menurut Juru Kunci Makam Mbah Bungkus, Sudirman, keberadaan cagar budaya religi Makam Mbah Bungkus hingga kini masih terjaga dengan baik. Bahkan, setiap satu tahun sekali, tepatnya di awal bulan Muharam, di makam tersebut digelar haul untuk memperingati jasa Mbah Bungkus.
Makam Mbah Bungkus ada di jalan utama nasional Pangandaran-Cijulang, tepatnya di Desa Wonoharjo, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran.
Menurut salah satu keturunan Mbah Bungkus, Joko Purwanto, Mbah Bungkus merupakan salah satu ulama penyebar agama Islam sekaligus tokoh yang memadukan suku Jawa dan suku Sunda setelah berhasil membuka perkampungan.
"Mbah Bungkus bernama Wonoduwiryo yang merupakan keturunan Mbah Wonodiksomo III yaitu cucu dari Tumenggung Wonoyudo, seorang abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat," kata Joko yang kini tinggal di Desa Wonoharjo.
Mbah Bungkus atau Wonoduwiryo berasal dari Desa Tlogodepok, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Kedatangannya ke Pangandaran berawal dari kisah persahabatan Kanjeng Bupati Tasikmalaya dengan Kanjeng Bupati Cilacap.
"Kanjeng Bupati Tasikmalaya berkeluh kesah kepada Kanjeng Bupati Cilacap bahwa daerah sebelah barat Sungai Citanduy yang berdekatan dengan pantai tidak dapat digarap dan tidak bisa dimanfatkan karena sangat angker, sehingga harus mendatangkan seorang yang mampu untuk membuka hutan tersebut," tambah Joko.
Bupati Cilacap akhirnya meminta bantuan kepada bupati Kebumen untuk mengirimkan utusan yang mampu membuka lahan hutan tersebut. Akhirnya, bupati Kebumen mengutus putra dari Mbah Wonodiksomo III dari Desa Tlogodepok, yang akrab disebut Mbah Bungkus.
"Bupati Kebumen meminta langsung Wonoduwiryo kepada ayahnya, Mbah Wonodiksomo III, untuk dikirim ke daerah yang disebut angker oleh bupati Tasikmalaya. Setelah mendapat restu ayahnya, Wonoduwiryo berangkat ke seberang Sungai Citanduy yang berdekatan dengan Pantai Pangandaran."
Wonoduwiryo atau Mbah Bungkus mulai membuka hutan belantara dengan alat seadanya. Berdasarkan cerita, dia berhasil merobohkan salah satu pohon yang dianggap angker hanya dengan cara digigit. Ranting pohon yang berada di sekelilingnya langsung kering dan dijadikan bahan kayu bakar.
"Setelah itu, hutan yang telah dibuka dimanfaatkan oleh penduduk serta didatangi para pendatang dari barat dan timur, dari suku Sunda dan Jawa yang kemudian hidup berdampingan di lokasi tersebut," jelas Joko.
Setelah hutan belantara tersebut menjadi perkampungan, Mbah Bungkus akhirnya menyiarkan ajaran agama Islam kepada warga yang ada di perkampungan tersebut hingga akhirnya menjadi ramai.
Menurut Juru Kunci Makam Mbah Bungkus, Sudirman, keberadaan cagar budaya religi Makam Mbah Bungkus hingga kini masih terjaga dengan baik. Bahkan, setiap satu tahun sekali, tepatnya di awal bulan Muharam, di makam tersebut digelar haul untuk memperingati jasa Mbah Bungkus.
(zik)