Rekomendasi Keluar Last Minute, Tanda Kaderisasi Parpol Tak Optimal
A
A
A
YOGYAKARTA - Fenomena keluarnya surat rekomendasi partai politik terhadap figur yang akan diusung dalam pemilihan kepala daerah saat menit akhir (last minute) jelang pendaftaran pasangan bakal calon di Komisi Pemilihan Umum hampir terjadi di seluruh daerah di Indonesia. Kondisi ini menunjukkan bahwa proses kaderisasi di internal parpol tak berjalan optimal.
"Kondisi seperti ini merupakan fenomena yang belakangan marak menjelang pilkada. Ini tanda parpol belum mampu menghasilkan kader yang mumpuni dalam proses kaderisasi internal," kata pengamat politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Tunjung Sulaksono, saat dihubungi KORAN SINDO YOGYA.
Tunjung menilai, kaderisasi selama ini hanya menjadi slogan oleh parpol. Jika kaderisasi berjalan baik, jauh-jauh hari parpol sudah memiliki kader yang siap dijagokan dalam pilkada. Tak perlu menunggu hingga hari-hari terakhir jelang pendaftaran di KPU.
"Jika kaderisasi berhasil, saya kira parpol tak perlu pusing-pusing mencari figur yang akan mereka usung."
Selain itu, menurutnya, parpol juga terkesan tidak yakin dengan kader internal yang mereka miliki sebagai figur yang akan dijagokan sehingga ada parpol yang menempuh mekanisme penjaringan terbuka, meskipun penjaringan terbuka sah-sah saja dilakukan oleh sebuah parpol.
"Tapi, kenyataannya memang parpol masih gamang karena tak miliki kader yang siap tempur dalam pilkada."
Akibatnya, hal itu cukup merugikan bagi parpol. Ketika parpol belum juga memastikan nama yang akan diusung, otomatis akan muncul beragam spekulasi di kalangan masyarakat.
"Pastinya muncul kecurigaan publik, apa ada transaksional. Itu tugas parpol apakah mampu menunjukkan bahwa proses penjaringan bisa dipertanggungjawabkan, transparan. Jika bisa, justru menguntungkan parpol sendiri, bisa menjadi pendidikan politik yang luar biasa bagi masyarakat," kata Tunjung.
Di sisi lain, lanjutnya, dalam konteks pilkada, pengelolaan parpol sentralistik. Sehingga, parpol di daerah yang akan menyelenggarakan pilkada memerlukan restu berupa surat rekomendasi dari pengurus pusat siapa pasangan calon yang akan diusung.
"Ini satu masalah yang menimpa semua parpol di daerah, karena memang dikelola sentralistik. Meski di daerah sudah mengusulkan nama, tapi tetap harus minta rekomendasi pengurus pusat. Ini sebenarnya merugikan masyarakat di daerah, karena kebutuhan masyarakat yang telah dipetakan parpol di daerah tidak nyambung dengan kebijakan pengurus pusat."
"Kondisi seperti ini merupakan fenomena yang belakangan marak menjelang pilkada. Ini tanda parpol belum mampu menghasilkan kader yang mumpuni dalam proses kaderisasi internal," kata pengamat politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Tunjung Sulaksono, saat dihubungi KORAN SINDO YOGYA.
Tunjung menilai, kaderisasi selama ini hanya menjadi slogan oleh parpol. Jika kaderisasi berjalan baik, jauh-jauh hari parpol sudah memiliki kader yang siap dijagokan dalam pilkada. Tak perlu menunggu hingga hari-hari terakhir jelang pendaftaran di KPU.
"Jika kaderisasi berhasil, saya kira parpol tak perlu pusing-pusing mencari figur yang akan mereka usung."
Selain itu, menurutnya, parpol juga terkesan tidak yakin dengan kader internal yang mereka miliki sebagai figur yang akan dijagokan sehingga ada parpol yang menempuh mekanisme penjaringan terbuka, meskipun penjaringan terbuka sah-sah saja dilakukan oleh sebuah parpol.
"Tapi, kenyataannya memang parpol masih gamang karena tak miliki kader yang siap tempur dalam pilkada."
Akibatnya, hal itu cukup merugikan bagi parpol. Ketika parpol belum juga memastikan nama yang akan diusung, otomatis akan muncul beragam spekulasi di kalangan masyarakat.
"Pastinya muncul kecurigaan publik, apa ada transaksional. Itu tugas parpol apakah mampu menunjukkan bahwa proses penjaringan bisa dipertanggungjawabkan, transparan. Jika bisa, justru menguntungkan parpol sendiri, bisa menjadi pendidikan politik yang luar biasa bagi masyarakat," kata Tunjung.
Di sisi lain, lanjutnya, dalam konteks pilkada, pengelolaan parpol sentralistik. Sehingga, parpol di daerah yang akan menyelenggarakan pilkada memerlukan restu berupa surat rekomendasi dari pengurus pusat siapa pasangan calon yang akan diusung.
"Ini satu masalah yang menimpa semua parpol di daerah, karena memang dikelola sentralistik. Meski di daerah sudah mengusulkan nama, tapi tetap harus minta rekomendasi pengurus pusat. Ini sebenarnya merugikan masyarakat di daerah, karena kebutuhan masyarakat yang telah dipetakan parpol di daerah tidak nyambung dengan kebijakan pengurus pusat."
(zik)