Sejarah Kesultanan Kotawaringin dan Asal Mula Nama Pangkalan Bun

Jum'at, 16 September 2016 - 05:00 WIB
Sejarah Kesultanan Kotawaringin dan Asal Mula Nama Pangkalan Bun
Sejarah Kesultanan Kotawaringin dan Asal Mula Nama Pangkalan Bun
A A A
Kerajaan Kotawaringin merupakan salah satu kerajaan Islam yang wilayah intinya sekarang yang menjadi Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) di Kalimantan Tengah (Kalteng). Kerajaan ini bagian dari kepangeranan cabang Kesultanan Banjar.

Menurut catatan Istana Al-Nursari yang terletak di Kotawaringin Lama (Kolam), kerajaan ini didirikan pada tahun 1615 atau 1530.

Pada mulanya Kotawaringin merupakan keadipatian yang dipimpin oleh Dipati Ngganding. Menurut perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar, negeri Kotawaringin merupakan salah satu Negara dependensi (negara bagian) di dalam "negara Banjar Raya".

"Kotawaringin secara langsung menjadi bagian dari Kesultanan Banjar, sehingga sultan-sultan Kotawaringin selalu memakai gelar Pangeran jika mereka berada di Banjar," ujar Sultan Kotawaringin XIV Pangeran Ratu Alidin Sukma Alamsyah di Istana Kuning Pangkalan Bun.

"Tetapi di dalam lingkungan Kotawaringin sendiri, para Pangeran (Pangeran Ratu) yang menjadi raja juga disebut dengan "Sultan," tambahnya.

Sultan Alidin mengatakan, sebutan Pangkalan Bun yang saat ini menjadi nama ibukota Kotawaringin Barat berawal saat itu Sultan Imanuddin melakukan perjalanan dari Kotawaringin Lama (Kolam) menuju Kumai bahkan sampai ke Banjarmasin.

Kemudian Sultan Imanuddin sering kali singgah di Pongkalan Buun (Pongkalan=tempat Singgah), sementara Buun adalah nama orang dari suku Dayak, rumah milik Buun yang berada di muara sungai inilah yang sering disinggahi Sultan Imanudin.

Seiring berjalannya waktu dari bulan ke tahun mengingat Sultan sering melakukan perjalanan maka Sultan mempunyai keinginan untuk membuat kampung.

"Sultan sering hilir mudik, karena jauh muncul keinginan untuk membuat kampung. Dari situ lah sejarah nama Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat (Kobar)," katanya.

Sejarah lainnya, tiang Sangga Benua yang ditancapkan oleh Sultan Kutawaringin IX Pangeran Ratu Imanuddin sebagai simbol dipindahkannya ibukota Kesultanan Kutawaringin dari Kotawaringin Lama (Kolam) ke Pangkalan Bun pada tahun 1811 silam akhirnya berkalang tanah setelah berdiri menjulang 204 tahun lamanya.

Pada masa pemindahan itu, Sultan Imannudin menyampaikan sebuah amanah yang berbunyi, "Kudirikan Negeri Sukabumi Kutaringin baru Pangkalan Bu’un untuk anak-anaku, cucu-cucuku, keturunanku dan orang-orang yang mau berdiam di negeriku dalam pangkuan Kesultanan Kutaringin.

Terkait tumbangnya simbol salah satu Kerajaan Islam di Kalimantan ini menurut Pangeran Ratu Alidin Sukma Alamsyah selain di samping usia yang sudah tua, tumbangnya Tiang Sangga Benua merupakan kejadian alam biasa.

Meski dikeramatkan oleh Kesultanan Kutawaringin, Sultan Alidin mengimbau kepada masyarakat untuk tidak cemas akan pertanda-pertanda. "Intinya, kita harus dekat dan banyak-banyak mengingat Allah SWT," cetus Sultan Alidin.

Mengenai perlakuan Tiang Sangga Benua yang patah menjadi empat bagian besar, Sultan Alidin telah memerintahkan kepada kerabat kesultanan untuk memindahkan patahan-patahan Tiang Sangga Benua dari rumah Pangeran Muasjidinsjah ke dalam ruang Dalem Kuning keraton.

"Supaya diperlakukan secara hati-hati dan jangan disimpan di sembarang tempat," pungkasnya.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6424 seconds (0.1#10.140)