Kisah Sunan Kalijaga, Batu Kecubung dan Tombak Karera Reksa
A
A
A
Kisah mengenai karomah dan kedigjayaan Sunan Kalijaga seakan tak ada habisnya salah satu ceritanya saat sang waliyuloh tersebut bertemu dengan Ratu Kidul Dewi Nawang Wulan. Dewi Nawang Wulan adalah penguasa Laut Selatan yang juga putri Prabu Siliwangi.
Pertemuan Nawang Wulan dengan Sunan Kalijaga tersebut merupakan tindaklanjut dari upaya mengalahkan kekuatan Prabu Siliwangi.
Di kala itu Raja Kerajaan Galuh Pajajaran, Prabu Siliwangi tidak mau diislamkan oleh Syarif Hidayatulloh atau Sunan Gunungjati sehingga menimbulkan perang saudara diantara kedua belah pihak.
Dalam hal ini Pangeran Arya Kemuning, Dewi Nyimas Gandasari dan Nyimas Roro Kencono Wungu, ditugaskan dari Keraton Cirebon untuk mengalahkan kesaktian Prabu Siliwangi.
Namun Prabu Siliwangi bukan hanya sakti, dia juga seorang ahli strategi perang, sehingga kala itu pasukan Cirebon, dengan mudahnya dikalahkan.
Dengan kalahnya pasukan Cirebon, Sunan Kalijaga, akhirnya diutus untuk menghadapi Prabu Siliwangi, namun lagi-lagi utusan Cirebon ini, tidak bisa mengalahkannya.
Dengan memohon petunjuk kepada Allah SWT, Sunan Gunung Jati, mengutus kembali Kalijaga, untuk meminjam satu pusaka kepada Ratu Kidul Dewi Nawang Wulan, berupa Tombak Karera Reksa. Ini Dilakukan untuk menaklukan Prabu Siliwangi.
Lalu berangkatlah Sunan Kalijaga dan sesampainya di dasar laut Pantai Selatan, dia ditolak oleh Ratu Kidul Dewi Nawang Wulan. Alasannya tidak membawa bukti atau surat dari Sunan Gunung Jati.
“ Wahai kisanak… ..pulanglah kecuali kau mempertemukan aku dengan raja Panatagama” sebutan buat raja Cirebon.
Karena merasa tidak mendapatkan hasil, maka Sunan Kalijaga, membawa Kanjeng Ratu Kidul, untuk menghadap Sunan Gunung Jati. Sesampainya di Kota Cirebon, Sunan Gunung Jati, menyambutnya dengan tersenyum simpul.
Melihat Sunan Gunung Jati, tersenyum. Ratu Kidul, wajahnya memerah, dia sangat malu dan takut karena Sang Sunan bisa membaca pikirannya.
Sesampainya di dalam Kaputren, Sunan Gunung Jati, langsung memanggil Dewi Nawang Wulan, putri Prabu Siliwangi, dari istri ke dua, Ratu Palaga Inggris.
“Wahai putri Prabu Siliwangi, hanya dikau yang mampu mengalahkan kesaktian ayahandamu, pinjamkanlah Kalijaga, pusakamu yang bernama, Tombak Karera Reksa” terang Kanjeng Sunan Gunung Jati.
“Ampun Gusti Susuhunan Panatagama, saya hanya memberikan pusaka itu kepada suamiku kelak,” kata Ibu ratu Kidul. Dengan tertawa kecil, Sunan Gunung Jati, langsung berujar kepada Sunan Kalijaga
“ Wahai Rayi Kalijaga, sesungguhnya tiada yang lebih mulia kecuali berpegang pada keagungan Syiar Islam, nikahlah dengannya (Ratu Kidul) atas nama Islam dan bukan karena nafsu,”.
Dengan ketulusan hati kanjeng Sunan Kalijaga, beliau menerima dengan kepatuhan seorang murid atas perintah gurunya.
Namun, bagi Ibu Ratu Kidul, yang suka mempermainkan idamannya, beliau tidak langsung menerima kesetian Sunan Kalijaga, walau dalam hatinya saat itu penuh dengan bunga cinta, dia mencoba kekasihnya terlebih dahulu.
“Ampun Gusti Panatagama, bagi para penghuni dasar laut Selatan, sangat pantang menerima seorang suami tanpa adanya suatu ikatan batin, saya hanya ingin calon suamiku memberikan satu kenangan di hari pernikahannya nanti, berupa tasbih kecubung wulung, yang berasal dari laut Merah,”.
Setelah keinginan Ratu Kidul, terucap, yang ditujukkan buat Sunan Kalijaga, Sunan Gunung Jati, langsung mengutus Kalijaga, untuk mencari apa yang menjadi keinginan dari Ratu Kidul.
Lalu sang Sunan, undur diri untuk melaksanakan tugasnya, dia langsung pergi ke Gunung Ciremai, menjalankan tafakkur dan minta perlindungan kepada Allah SWT.
Konon di malam ke 4, Sunan Kalijaga kedapatan petunjuk, yang mengatakan akan datang seseorang yang membimbing untuk menemukan dimana Tasbih Wulung/Kecubung berada.
Atas izin Allah, siang harinya tiga sosok bangsa lelembut bernama, Sanghiyanng Sontong, Sang Ratu Sanggah Wisesa dan Sih Walikat, datang menghampirinya.
Ketiganya langsung mengutarakan niat baik mereka untuk membantu sang Sunan, dalam pencarian tasbih wulung/ kecubung. Maka diajaknya sang Sunan dengan ilmu aji Sakta Gelap Gulita (ilmu menghilang bangsa lelembut).
Sesampainya di pinggir laut Merah, ke empat orang yang barusan datang tadi langsung disambut pendamping Ratu Bilqis, dari bangsa Siluman. Dan atas izin sang Ratu Agung Bilqis, diberikanlah Sunan Kalijaga, satu buah Nur Sulaiman AS, berwujud peti ukir, dari alam Azrak yang di dalamnya terdapat Tasbih Wulung, berbahan Batu Kecubung Giok.
Dengan keberhasilan ini akhirnya Sunan Kalijaga, pamit pulang dan langsung menemui gurunya Syarif Hidayatulloh atau Sunan Gunung Jati.
Dengan rasa suka cita Sunan Gunung Jati, langsung memerintahkan Rayi Kalijaga, untuk secepatnya menemui Ratu Nawang Wulan, sehingga dengan pertalian mereka berdua akan lebih mudah untuk menaklukkan raja Munding Wangi, bergelar Prabu Siliwangi Galuh.
Dengan diiringi 40 orang dari Kaputren PakungWati, rombongan Kanjeng Sunan KaliJaga, mulai berangkat menuju laut Selatan, ternyata perjalanan mereka sudah lebih dulu diketahui oleh Kanjeng Ibu Ratu Kidul, yang dengan riangnya mempersiapkan segala hiasan dan pernak pernik untuk menyambut kedatangan kekasihnya.
Setelah keduanya resmi menjadi sepasang suami istri, maka diserahkannya pusaka penakuk Karera Reksa, yang selama ini menjadi bagian dari pusaka keraton dasar laut. Setelah semuanya usai, sang Sunan, langsung pamit untuk menunaikan tugas mulia, mengalahkan Prabu Siliwangi.
Pusaka Karera Reksa, langsung diserahkan kepada gurunya Sunan Gunung Jati, lalu pusaka itu oleh sang guru ditambahi satu tombak diatasnya (ditancapkan satu tombak) sehingga pusaka Karera Reksa yang tadinya mempunyai 7 cabang dan satu Jalu runcing disamping, menjadi 9 cabang dan oleh Kanjeng Sunan Gunung Jati, tombak Karera Reksa, diberi nama baru dengan sebutan Pusaka Agung Buana Tombak Nirwana Cakra Langit.
Dengan Pusaka Cakra Langit, akhirnya Prabu Siliwangi, bisa dikalahkannya melalui perang tanding selama 7 malam berturut-turut dan tombak Cakra Langit, sendiri akhirnya dibawa kembali ke keraton dasar laut Pantai Selatan. wallahualam bissawab
Sumber:
- ratukalinyamat
Pertemuan Nawang Wulan dengan Sunan Kalijaga tersebut merupakan tindaklanjut dari upaya mengalahkan kekuatan Prabu Siliwangi.
Di kala itu Raja Kerajaan Galuh Pajajaran, Prabu Siliwangi tidak mau diislamkan oleh Syarif Hidayatulloh atau Sunan Gunungjati sehingga menimbulkan perang saudara diantara kedua belah pihak.
Dalam hal ini Pangeran Arya Kemuning, Dewi Nyimas Gandasari dan Nyimas Roro Kencono Wungu, ditugaskan dari Keraton Cirebon untuk mengalahkan kesaktian Prabu Siliwangi.
Namun Prabu Siliwangi bukan hanya sakti, dia juga seorang ahli strategi perang, sehingga kala itu pasukan Cirebon, dengan mudahnya dikalahkan.
Dengan kalahnya pasukan Cirebon, Sunan Kalijaga, akhirnya diutus untuk menghadapi Prabu Siliwangi, namun lagi-lagi utusan Cirebon ini, tidak bisa mengalahkannya.
Dengan memohon petunjuk kepada Allah SWT, Sunan Gunung Jati, mengutus kembali Kalijaga, untuk meminjam satu pusaka kepada Ratu Kidul Dewi Nawang Wulan, berupa Tombak Karera Reksa. Ini Dilakukan untuk menaklukan Prabu Siliwangi.
Lalu berangkatlah Sunan Kalijaga dan sesampainya di dasar laut Pantai Selatan, dia ditolak oleh Ratu Kidul Dewi Nawang Wulan. Alasannya tidak membawa bukti atau surat dari Sunan Gunung Jati.
“ Wahai kisanak… ..pulanglah kecuali kau mempertemukan aku dengan raja Panatagama” sebutan buat raja Cirebon.
Karena merasa tidak mendapatkan hasil, maka Sunan Kalijaga, membawa Kanjeng Ratu Kidul, untuk menghadap Sunan Gunung Jati. Sesampainya di Kota Cirebon, Sunan Gunung Jati, menyambutnya dengan tersenyum simpul.
Melihat Sunan Gunung Jati, tersenyum. Ratu Kidul, wajahnya memerah, dia sangat malu dan takut karena Sang Sunan bisa membaca pikirannya.
Sesampainya di dalam Kaputren, Sunan Gunung Jati, langsung memanggil Dewi Nawang Wulan, putri Prabu Siliwangi, dari istri ke dua, Ratu Palaga Inggris.
“Wahai putri Prabu Siliwangi, hanya dikau yang mampu mengalahkan kesaktian ayahandamu, pinjamkanlah Kalijaga, pusakamu yang bernama, Tombak Karera Reksa” terang Kanjeng Sunan Gunung Jati.
“Ampun Gusti Susuhunan Panatagama, saya hanya memberikan pusaka itu kepada suamiku kelak,” kata Ibu ratu Kidul. Dengan tertawa kecil, Sunan Gunung Jati, langsung berujar kepada Sunan Kalijaga
“ Wahai Rayi Kalijaga, sesungguhnya tiada yang lebih mulia kecuali berpegang pada keagungan Syiar Islam, nikahlah dengannya (Ratu Kidul) atas nama Islam dan bukan karena nafsu,”.
Dengan ketulusan hati kanjeng Sunan Kalijaga, beliau menerima dengan kepatuhan seorang murid atas perintah gurunya.
Namun, bagi Ibu Ratu Kidul, yang suka mempermainkan idamannya, beliau tidak langsung menerima kesetian Sunan Kalijaga, walau dalam hatinya saat itu penuh dengan bunga cinta, dia mencoba kekasihnya terlebih dahulu.
“Ampun Gusti Panatagama, bagi para penghuni dasar laut Selatan, sangat pantang menerima seorang suami tanpa adanya suatu ikatan batin, saya hanya ingin calon suamiku memberikan satu kenangan di hari pernikahannya nanti, berupa tasbih kecubung wulung, yang berasal dari laut Merah,”.
Setelah keinginan Ratu Kidul, terucap, yang ditujukkan buat Sunan Kalijaga, Sunan Gunung Jati, langsung mengutus Kalijaga, untuk mencari apa yang menjadi keinginan dari Ratu Kidul.
Lalu sang Sunan, undur diri untuk melaksanakan tugasnya, dia langsung pergi ke Gunung Ciremai, menjalankan tafakkur dan minta perlindungan kepada Allah SWT.
Konon di malam ke 4, Sunan Kalijaga kedapatan petunjuk, yang mengatakan akan datang seseorang yang membimbing untuk menemukan dimana Tasbih Wulung/Kecubung berada.
Atas izin Allah, siang harinya tiga sosok bangsa lelembut bernama, Sanghiyanng Sontong, Sang Ratu Sanggah Wisesa dan Sih Walikat, datang menghampirinya.
Ketiganya langsung mengutarakan niat baik mereka untuk membantu sang Sunan, dalam pencarian tasbih wulung/ kecubung. Maka diajaknya sang Sunan dengan ilmu aji Sakta Gelap Gulita (ilmu menghilang bangsa lelembut).
Sesampainya di pinggir laut Merah, ke empat orang yang barusan datang tadi langsung disambut pendamping Ratu Bilqis, dari bangsa Siluman. Dan atas izin sang Ratu Agung Bilqis, diberikanlah Sunan Kalijaga, satu buah Nur Sulaiman AS, berwujud peti ukir, dari alam Azrak yang di dalamnya terdapat Tasbih Wulung, berbahan Batu Kecubung Giok.
Dengan keberhasilan ini akhirnya Sunan Kalijaga, pamit pulang dan langsung menemui gurunya Syarif Hidayatulloh atau Sunan Gunung Jati.
Dengan rasa suka cita Sunan Gunung Jati, langsung memerintahkan Rayi Kalijaga, untuk secepatnya menemui Ratu Nawang Wulan, sehingga dengan pertalian mereka berdua akan lebih mudah untuk menaklukkan raja Munding Wangi, bergelar Prabu Siliwangi Galuh.
Dengan diiringi 40 orang dari Kaputren PakungWati, rombongan Kanjeng Sunan KaliJaga, mulai berangkat menuju laut Selatan, ternyata perjalanan mereka sudah lebih dulu diketahui oleh Kanjeng Ibu Ratu Kidul, yang dengan riangnya mempersiapkan segala hiasan dan pernak pernik untuk menyambut kedatangan kekasihnya.
Setelah keduanya resmi menjadi sepasang suami istri, maka diserahkannya pusaka penakuk Karera Reksa, yang selama ini menjadi bagian dari pusaka keraton dasar laut. Setelah semuanya usai, sang Sunan, langsung pamit untuk menunaikan tugas mulia, mengalahkan Prabu Siliwangi.
Pusaka Karera Reksa, langsung diserahkan kepada gurunya Sunan Gunung Jati, lalu pusaka itu oleh sang guru ditambahi satu tombak diatasnya (ditancapkan satu tombak) sehingga pusaka Karera Reksa yang tadinya mempunyai 7 cabang dan satu Jalu runcing disamping, menjadi 9 cabang dan oleh Kanjeng Sunan Gunung Jati, tombak Karera Reksa, diberi nama baru dengan sebutan Pusaka Agung Buana Tombak Nirwana Cakra Langit.
Dengan Pusaka Cakra Langit, akhirnya Prabu Siliwangi, bisa dikalahkannya melalui perang tanding selama 7 malam berturut-turut dan tombak Cakra Langit, sendiri akhirnya dibawa kembali ke keraton dasar laut Pantai Selatan. wallahualam bissawab
Sumber:
- ratukalinyamat
(sms)